Harakatuna.com. Jakarta – Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) menanggapi dengan keras wacana Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengenai rencana pemulangan tokoh Jamaah Islamiyah (JI), Riduan Isamuddin alias Hambali, ke Indonesia. GAMKI mengingatkan pemerintah untuk tidak melupakan sejarah kelam terkait dengan Hambali dan dampaknya terhadap keamanan nasional.
Ketua Umum GAMKI, Sahat MP Sinurat, menegaskan bahwa kepulangan Hambali, yang diduga kuat terlibat dalam serangan teror Bom Bali 2002, dapat melukai perasaan jutaan rakyat Indonesia yang menjadi korban aksi terorisme. “Menko Yusril mengatakan bahwa Hambali adalah WNI yang harus dilindungi hak-haknya oleh pemerintah. Namun, apakah Menko Yusril juga memikirkan hak jutaan warga negara Indonesia yang ingin hidup damai dan dilindungi dari aksi-aksi terorisme?” kata Sahat dalam keterangannya yang diterima di Jakarta pada Minggu (16/2/2025).
Sahat berharap Presiden Prabowo dapat mengevaluasi dan membatalkan rencana pemulangan Hambali. “Kami yakin Bapak Prabowo mendengar jeritan suara rakyat ini. Karena banyak rakyat Indonesia yang menjadi korban dan masih terluka dengan berbagai aksi terorisme yang terjadi pada masa lampau,” ujarnya.
Sebelumnya, Menko Yusril mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia tengah mempertimbangkan untuk memulangkan Hambali dari penjara militer Amerika Serikat di Guantanamo, Kuba. Yusril berpendapat bahwa Hambali tetap merupakan warga negara Indonesia dan harus mendapatkan perhatian dari negara, meskipun ia terlibat dalam kasus Bom Bali dan Bom JW Marriott. “Bagaimanapun Hambali adalah warga negara Indonesia. Betapa pun salah warga negara kita di luar negeri, tetap kita harus berikan perhatian,” kata Yusril di Jakarta pada Jumat malam (17/1/2025), seperti yang dikutip dari Antara.
Namun, Yusril juga mengungkapkan bahwa jika dilihat dari perspektif hukum Indonesia, kasus terorisme yang melibatkan Hambali sudah kedaluwarsa. “Berdasarkan hukum Indonesia, sebenarnya, kalau kejahatan itu diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, itu ada kedaluwarsanya. Kalau lebih 18 tahun, perkara itu sudah tidak bisa dituntut lagi,” jelasnya.