29.9 C
Jakarta

Framing “Zionis Nusantara”, Pembusukan Istilah Nusantara, dan Buruknya Percakapan Tentang Palestina

Artikel Trending

Milenial IslamFraming "Zionis Nusantara", Pembusukan Istilah Nusantara, dan Buruknya Percakapan Tentang Palestina
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Serampangan betul, jika narasi “Zionis Nusantara”di alamatkan kepada mereka yang nyinyir terhadap konflik Palestina. Selain narasi itu memperburuk terhadap arti “Nusantara”, juga menodai nilai kenusantaraan itu sendiri.

Hidayat Nur Wahid sebagai Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang melontarkan framing “Zionis Nusantara” (detik 18/5/21) kepada mereka yang mendukung penjajah Israel atau yang tidak mendukung pembebasan Palestina tak sepenuhnya tepat dan bisa kita terima. Sebab, tak ada unsur-unsur “zionis nusantara” yang ada di Nusantara ini.

Bahkan andai framing itu terlontarkan dengan alasan “nasionalisme” atau sikap dukungan penuh kepada Palestina juga mengalami kecacatan. Karena, kata nusantara, sejak lahirnya, latar belakang, dan arti dari nusantara itu sendiri adalah baik. Apa yang hendak dilakukan Hidayat Nur Wahid dengan memakai Nusantara sebagai framing “jelek”?

Framing “Zionis Nusantara” dan Pembusukan Istilah Nusantara

Kita bisa lihat dari susur galur orangnya yang mengucapkan terlebih dulu. Hidayat Nur Wahid adalah petinggi PKS. Di mana, ia sejak dulu begitu alergi terhadap kata “Nusantara” yang diasong oleh sebagian ormas besar di Indonesia.

Kedua, framing “Zionis Nusantara” oleh Hidayat Nur Wahid jika kita lihat dari semeotiknya, menandakan bahwa ia ingin melakukan “pembusukan” terhadap kalimat nusantara. Seperti Soeharto yang melakukan pembusukan terhadap “Komunis”, dan itu sukses, Hidayat Nur Wahid juga ingin meniru dengan memakai momentum konflik Palestina.

Bahwa meskipun, ada orang atau kelompok yang tidak sejalan dengan sikap kelompok-kelompok masyarakat moderat di Indonesia, katakanlah seperti PBNU dan PP Muhammadiyah yang merupakan cerminan mayoritas bangsa, disebutnya sebagai “zionis nusantara” tak benar juga.

Penggabungan istilah zionis dengan Nusantara memproyeksikan adanya unsur ketidaksukaan dan kebencian terhadap nusantara. Pemilihan itu pasti disengaja dengan tujuan-tujuan di atas. Kita tidak usah pakai teori macam-macam. Terlihat dari siapa yang mengatakan, untuk siapa, sudah bisa tersingkap muara tujuaanya: pembusukan istilah nusantara.

Ferdinand juga tidak setuju terhadap istilah zionis nusantara. Bahkan ia mengkritik keras kepada Hidayat Nur Wahid dengan sangat keras. Ferdinand mengatakan, “memilih kata menggabungkan “Zionis dengan Nusantara” menunjukkan kebenciaan dengan istilah Nusantara yang memang berbudaya luhur dan mulia”, tuturnya.

BACA JUGA  Paslon yang Didukung Abu Bakar Ba'asyir Membahayakan Indonesia?

Ferdinand juga menambahi, ‘kalau kau tak suka Nusantara, kuongkosi kau ke Palestina, jgn lecehkan Nusantaraku’. ‘Mulai memframe bahwa seakan Nusantara itu identik dengan Zionis. Dan gw yakin pengikut Kadrun akan serta merta mempercayai framing ini. Enyah kau Dayat, bawa pergi partaimu ke tempat dimana IM masih eksis’, (Mediakita.com 19/5/21).

Menakar Framing “Zionis Nusantara” Untuk Kebaikan Bersama

Framing “zionis nusantara” perlu ditakar. Jika tidak, benarlah apa yang terkatan Ferdinand, bahwa framing itu akan menjadi alat penggebuk bagi pengasong “Nusantara” yaitu Nahdlatul Ulama dengan Islam Nusantaranya. Penebalan-penebalan “bahasa” untuk tujuan politis, kita sudah punya sejarah yang pahit dari dulu hingga sekarang. Yang celakanya, sebagain dari kita mempercayainya. Sebab keawamannya.

Benedict Anderson, seorang pakar politik dunia telah membuka mata kita atas kekejaman politasasi bahasa di Indonesia. Melalui karyanya Language and Power: Exploring Political Culture in Indonesia sebenarnya telah menjadi cambuk bagi manusia Indonesia. Bahwa dengan mempolitisasi bahasa menjadi power untuk pembusukkan dan mematikan bahasa dan kebudayaan yang baik di bumi Indonesia. Mengerikan.

Maka demkian, framing “zionis nusantara” dalam huru-hara konflik Palestina kali ini bisa jadi alat ampuh untuk membusukkan istilah Nusantara yang kita rawat. Bahkan lebih parah, akan mengaburkan nilai-nilai kenusantaraan yang kita pegang selama ini. Mulai dari Walisongo hingga NU. Lebih dari itu, framing “zionis nusantara” bisa mengaburkan dukungan masyarakat yang ada di Nusantara ini atas pembebasan Palestina.

Untuk itu, framing “zionis nusantara” oleh Hidayat Nur Wahid harus kita takar dan buang. Jika tidak, kebencian, ketidaksukaan atas istilah nusantara makin berlanjut dan berkobar. Framing itu juga akan memperburuk bahasa, budaya dan percakapan kita atas sebuah isu Palestina dan pelafalan bahasa dalam kehidupan kita. Khususnya di Indonesia. Hidayat Nur Wahid kan Wakil Menteri Agama kok bisa ngomong gitu, ya?

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru