28.9 C
Jakarta

FPI Berwajah Baru, Hatinya Tetap Lama

Artikel Trending

Milenial IslamFPI Berwajah Baru, Hatinya Tetap Lama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Kabar politik makin panas. Beberapa orang dan organisasi keagamaan yang tidur terlihat mulai bangun. Mungkin dibangunkan. Organisasi itu adalah FPI (Front Persatuan Islam) yang dulunya bernama Front Pembela Islam (FPI).

FPI ini berwajah baru. Tapi hatinya tetap yang lama. Mengapa? Karena, meskipun susunan AD/ARTnya tidak sama dengan yang dulu. Tetapi orang-orangnya tetap pemain lama. Itu sama seperti bangunan yang terlihat kotor kemudian dicat baru. Yang tinggal tetap penghuni yang lama: ya sama saja.

Untuk perubahan AD/ART, sebenarnya mudah kita tebak. Itu hanya untuk kepentingan meloloskan dalam perizinan. Ini siasat yang mungkin dimiliki oleh banyak organisasi. Siapa organisasi yang ingin mengubah wajah atau membangunkan organisasi yang mati dan terlarang, maka ubahlah AD/ARTnya. Dan itu yang kini mereka lakukan.

FPI Bermain dalam Slogan

Tapi ada yang jauh penting dari itu. Dengan mengubah AD/ART lebih kece, masyarakat berharap simpati dan ikut masuk ke dalam organisasi FPI ini. Masyarakat diharapkan bisa menyuarakan apa saja kepentingan FPI ini. Meski kepentingan yang berbalik dari visi dan misi organisasi tersebut.

Misalnya membela apa yang sebenarnya tidak patut dibela. Mensweping tempat-tempat yang sebenarnya tidak patut disweping. Merobohkan tempat ibadah atau kepercayaan yang seharusnya tidak harus dirobohkan. Dan caci maki serta tindakan kekerasan-kekerasan lainnya.

Penting untuk kita lihat AD/ART FPI baru ini. Di dalamnya berisi rincian yang sungguh terkesan manis. Misalnya FPI berkeinginan mewujudkan Islam rahmatan lil alamin. Ingin menjaga Pancasila dari gempuran paham liberalisme, komunisme, kapitalisme, ateisme, dan ekstremisme.

Misi yang terakhir ini bisa kita lihat: menjauhkan dari ekstremisme. Pertanyaannya, siapa selama ini yang menjalankan praktik ekstremisme keagamaan tersebut? Baik dalam pikiran dan perbuatan? Jelas bukan FPI baru ini.

AD/ART FPI baru ini hanya pemanis. Seperti Taliban yang mencoba lebih moderat setelah diberikan kekuasaan. Dan setelah mereka diberi kesempatan, nyatanya hari ini perilaku lama Taliban tetaplah dipakai: kekerasan demi kekerasan. Secara teori, ideologi yang berlanjut pada praktik/perilaku kehidupan, sulit untuk diubah. Ia terus menancap dan menetap. Bahkan tambah tebal.

BACA JUGA  Idulfitri: Keistimewaan Islam dan Momentum Kerukunan Universal

Dengan demikian, mungkinkah FPI baru ini bakal sama dengan Taliban? kita mungkin punya jawaban masing-masing. Tapi yang pasti sejarah telah mencatat nama FPI, adalah nama organiasi ekstrem yang ada di Indonesia. Misi dan praktik oknumnya, sangat-sangat bertentangan dengan negara: ingin mendirikan NKRI Bersyariah.

Bahkan di sisi lain, FPI ini juga berlawanan dengan praktik Islam rahmatan lil alamin. Islam mengajak pada kemoderatan, persatuan, dan kedamaian. Namun yang kita lihat, justru sebaliknya. Sering menyakiti nurani orang. Membuat kegaduhan dan perpecahan.

Apa Bedanya FPI Lama dan Baru?

Mungkinkah cara-cara lama bakal dijalankan oleh FPI baru? Biarlah sejarah yang membuktikan. Namun di kita harus bertanya. Jika yang baru ini ingin berbeda dengan pendahulunya, mengapa namanya tetap memakai nama FPI? Apa di balik itu semua?

Secara semiotik, nama mempunyai sumber energi. Contohnya, jika ada orang-orang menyebut nama “Ibu”, maka yang muncul adalah wajah ibu kita masing-masing. Jika ada orang yang nyebut Ta*, maka yang muncul adalah baunya dan berlanjut merasakan rasa jijik. Itu sama ketika orang menyebut FPI, maka yang bakal terlintas di ingatan kita adalah Rizieq Shihab dan kekerasan.

Kendati, nama juga menjadi kekuatan. Konteksnya, nama FPI sudah banyak orang kenal. Otomatis, jika organisasi ini gencar, eksis, dan sudah mulai bergerilya. Secara otomatis, orang takkan lagi susah mengingat nama itu. Maka itulah, nama FPI dipakai lagi. Selain kepentingan untuk menghidupkan aura yang hilang, juga ingin memberikan suntikan energi bagi umat-umat yang pasif atau tidur.

Tapi umat itu sering banyak yang kenak tipu. Mereka sering diprovokasi untuk bergerombol dan menyerukan bahasa agama. Tetapi di balik itu, sebenarnya ada agenda politik yang menguntungkan punggawa-punggawanya. Sebentar lagi tahun politik bakal datang, artinya organisasi macam FPI ini bakal diperlukan. Tapi sungguh sayang dan sangat murahan, jika agama hanya dibikin dodolan dan dolanan.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru