27.1 C
Jakarta

FPI: Ancaman Untuk Indonesia

Artikel Trending

EditorialFPI: Ancaman Untuk Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pasca insiden penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) oleh polisi, pada Senin (7/12) dinihari lalu, di tol Cikampek Km 50, narasi perseteruan menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Kendati kronologi sebenarnya belum diketahui, baru sekadar saling tuding antara pihak kepolisian dengan pihak FPI, namun masyarakat sudah memutuskan pemihakannya.

Di Twitter, perang tagar terus berjalan. Setelah sebelumnya muncul tagar #SayaPercayaFPI, kini muncul tagar tandingan #SayaPercayaFPITerrorist. Tagar lain seperti #FPISayapTeroris dan #JannahUntukSyuhadaFPI, memberikan kesan bahwa pro-kontra FPI relatif tinggi. Tewasnya laskar FPI menjadi lampiasan untuk saling mencaci, tuduh-menuduh, menghujat, bahkan ancaman perang.

Komnas HAM akan membentuk tim investigasi untuk mendalami insiden tersebut. Muhammadiyah mengapresiasi. PWNU DKI Jakarta mengambil sikap lebih awal: mendukung polisi menindak siapapun bahkan jika harus menembak, selama berpegang pada justice before law, sembari mengecam premanisme Ormas. Kita tidak sulit menebak, Ormas yang dimaksud pastilah FPI.

Apakah FPI ancaman untuk Indonesia, itu menarik untuk ditelisik. Di akar rumput, masalahnya tidak sesuai fakta, seolah ada yang mengorganisir bahwa solusi terbaik adalah jihad, perang. Persekusi, intimidasi, teror, mulai disebarkan. Di jagat maya juga beredar video para anggota FPI latihan menyembelih. Situasi semi-chaos ini semakin mencekam. Isu premanisme membuat masyarakat merasa terancam.

Ada lima tuduhan utama dari pihak Habib Rizieq terkait insiden Km 50, yaitu penyerangan Habib Rizieq, penculikan anggota laskar, pembantaian warga tak bersenjata, pembunuhan ekstrayudisial, dan pengalihan isu korupsi. Sementara Sang Imam Besar bergeming, kabar berita dipenuhi pernyataan Munarman bahwa polisi telah memfitnah mereka. Siapa itu Munarman, tentu kita sama-sama tahu.

Premanisme dilekatkan kepada pengikut Habib Rizieq karena mereka suka bertindak anarkis dan mempersekusi. Penyerudukan massal pada kediaman ibu Mahfud MD di Pamekasan, intimidasi kepada seorang penulis di Medan, dan penghalangan terhadap polisi pengantar surat pemeriksaan di Petamburan, adalah bukti bahwa pengerahan massa, arogansi pengikut, itu kentara sekali.

Setelah demo berjilid-jilid empat tahun lalu benar-benar berhasil memenjarakan Ahok, lahir rasa sesumbar di kalangan FPI bahwa Islam memang harus dominan dan memegang supremasi hukum. Apapun masalahnya, musuh akan digertak dengan demo. Demo menjadi manifestasi ihwal mereka yang militan. Sekali diremehkan, seruan jihad menjadi pemantik dari segala kekerasan.

BACA JUGA  Kelompok Rentan Harus Jadi Prioritas Utama dalam Pencegahan Terorisme

Karenanya, kekerasan bagi FPI tidak dipandang sebagai premanisme, melainkan konsekuensi logis dari seruan jihad. Seseorang akan dengan bangga menganiaya sesama Muslim, apalagi non-Muslim, bangga juga mati karenanya, akibat justifikasi jihad tadi. Bukankah Imam Besar mereka, dalam satu orasinya, menginstruksikan para pengikut untuk berani menyembelih siapapun yang menghalangi dakwahnya?

Seberapa riskan FPI untuk NKRI, jawabannya adalah sejauh mana FPI menciptakan keresahan dan ketakutan terhadap masyarakat. Dampak paling buruk mungkin adalah segregasi wilayah, yakni ketika beberapa kalangan yang muak dengan premanisme dan kericuhan antarumat berusaha menciptakan kemerdekaan sendiri. Meski NKRI tidak pecah, yang jelas kesatuan-persatuan akan meluntur. Non-Muslim akan enggan dekat umat Islam.

Dengan kata lain, FPI adalah ancaman untuk Indonesia dalam konteks meruwat pluralitas. Keberagamaan bercorak keras seperti mereka akan menjumpai antipasti masyarakat. Kebencian yang disebarkannya akan melahirkan generasi Muslim anarkis yang mengandalkan otot untuk menyelesaikan segala persoalan. Islam kemudian menjadi agama tensi tinggi—pemeluknya gampang emosi.

Imej Islam gara-gara keberagamaan gaya FPI  dipertaruhkan. Alih-alih maju, bangsa kita akan bergerak semakin terbelakang, tertinggal inklusivisme dan terjerembab dalam absolutisme-eksklusivisme. Atas semua kemungkinan terburuk dari ancaman FPI untuk Indonesia, satu-satunya cara menangkal ialah membubarkan FPI itu sendiri dan, jika tidak mungkin, Habib Rizieq mesti membendung premanisme.

Saat ini, FPI menjadi ikon Islam garis keras yang paling moncer berseteru dengan pemerintah. Ancamannya, dengan demikian, ialah disintegrasi. Premanisme juga bukan satu-satunya masalah. Para pengikut Habib Rizieq seringkali berbangga diri dengan simbol. Men-sweeping, mempersekusi, dan kebrutalan lainnya akan semakin berani dilakukan. Ke depan, terutama bila Habib Rizieq benar-benar ditangkap, kondisi Indonesia akan semakin panas. FPI tidak akan tinggal diam, bahkan jika taruhannya adalah Indonesia itu sendiri.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru