Harakatuna.com. Ternate – Sekretaris Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Maluku Utara, Hidayatussalam Sehan, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan pemetaan (mapping) terhadap wilayah jejaring terorisme di Maluku Utara. Menurut Hidayatussalam, FKPT terdiri dari berbagai bidang, antara lain bidang pemuda dan pendidikan, bidang agama, bidang perempuan dan anak, riset dan penelitian, serta bidang media. Masing-masing bidang bertugas untuk melakukan sosialisasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) mereka. Sejak tahun 2012, hampir semua wilayah di Provinsi Maluku Utara telah dijangkau.
“Setiap bidang ini melakukan tugas sosialisasi sesuai dengan tupoksi masing-masing. Hampir semua wilayah di Maluku Utara telah terjangkau sejak tahun 2012,” kata Hidayatussalam, Kamis (7/11/2024).
Meski demikian, ia menambahkan bahwa hampir setiap tahun wilayah yang sudah disosialisasikan kembali ditinjau. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah ada wilayah yang terpapar terorisme setelah dilakukan pendekatan sebelumnya. “Kami tidak tahu lokasi mana yang mungkin terlewat dan kemudian masuk jejaring terorisme, sehingga kita melakukan rotasi wilayah berdasarkan observasi dan hasil riset FKPT,” ujarnya.
Dalam pemetaan tersebut, wilayah dibagi menjadi tiga kategori hijau, kuning, dan merah. Wilayah hijau berarti aman dan tidak terpapar terorisme, wilayah kuning menunjukkan adanya deteksi keberadaan teroris, sedangkan wilayah merah merupakan wilayah yang menjadi target terorisme. “Untuk wilayah merah, perlu kerjasama yang lebih serius dan strategis, lebih dari sekadar sosialisasi,” katanya.
Hidayatussalam berharap agar wilayah Maluku Utara dapat tetap berada dalam kategori hijau. Pada tahun 2023 lalu, Maluku Utara menerima penghargaan zero terrorist attack atau nol serangan teroris dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), sebagai bentuk apresiasi terhadap upaya pencegahan yang telah dilakukan.
Dia menegaskan bahwa BNPT melalui FKPT lebih mengedepankan pencegahan bersifat preventif, bukan dengan tindakan fisik atau sporadis. “Kami lebih banyak melakukan pendekatan yang humanis, berdasarkan kearifan lokal,” ujar Hidayatussalam, mengakhiri.