32.9 C
Jakarta

Fiqih Media Sosial: Ijtihad Mencegah Anak Menjadi Brutal dan Radikal

Artikel Trending

KhazanahPerspektifFiqih Media Sosial: Ijtihad Mencegah Anak Menjadi Brutal dan Radikal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Media sosial belakangan ini tengah ramai oleh kasus pembunuhan seorang anak berusia 11 tahun di Makassar. Pelaku pembunuhan itu adalah dua remaja berusia 14 dan 16 tahun yang melakukan pembunuhan karena dilatari motif ingin mengambil ginjal korban untuk dijual di sebuah situs. Pembunuhan, apa pun motifnya tentu merupakan kejahatan yang tak bermoral.

Namun, pembunuhan yang dilatari motif menjual organ tubuh via internet kiranya sudah melampaui batas normalitas dan rasionalitas. Apalagi korbannya adalah anak-anak dan pelakunya pun masih tergolong sebagai remaja. Peristiwa ini membuka kenyataan bagaimana dunia internet dan media sosial itu tidak selamanya hanya berisi informasi-informasi yang bermanfaat dan mencerahkan.

Di era digital, ketika informasi berjejalan dan berebut tempat di kanal-kanal maya, kita kerap kesulitan memilah mana informasi yang benar, baik, dan berguna. Banjir informasi di dunia maya kerap kali hanya berisi residu atau sampah yang merusak generasi bangsa. Peristiwa di Makassar itu boleh jadi hanyalah puncak dari fenomena gunung es problematika anak dan remaja akibat paparan internet dan media sosial.

Selain kasus Makassar tersebut, kita menyaksikan sendiri bagaimana internet dan medsos kerap memberikan pengaruh buruk bagi anak-anak. Mulai dari paparan pornografi, perjudian daring, sampai penyebaran paham radikal. Meski telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, namun sayangnya hingga saat ini tidak atau belum ada rumusan hukum Islam atau fiqih yang kiranya bisa menjadi rujukan hukum dalam bermedsos.

Urgensi Fiqih Media Sosial

Disinilah pentingnya kita menggagas fiqih media sosial. Yakni sebuah rumusan hukum Islam yang dijadikan landasan hukum, etika, dan moral dalam bermedia sosial atau berinternet secara umum. Fikih media sosial dalam hal ini dapat diterjemahkan menjadi sumber pengarahan tingkah laku masyarakat sebagai solusi keagamaan dalam menghadapi masalah tersebut. Fikih ini nantinya berisikan nilai, prinsip dan kaidah tentang bagaimana seharusnya kita memanfaatkan dan menggunakan media sosial sebagai dunia baru kita.

Fiqih medsos kiranya merupakan ijtihad atawa terobosan baru dalam merespons fenomena baru di kalangan umat Islam. Seperti kita tahu, medsos telah menjadi bagian dari Islam saat ini. Sebagian besar umat Islam Indonesia saat ini merupakan pengguna aktif media sosial. Tidak hanya itu, medsos juga telah menjadi sarana dakwah. Namun, kita juga tidak bisa memungkiri bahwa medsos juga telah menjadi sumber persoalan keumatan. Banyak kesalahpahaman, perpecahan, bahkan konflik sosial yang bermula dari isu-isu yang berkembang di medsos.

BACA JUGA  Filter Bubble: Penyebaran Radikalisme Dunia Maya yang Harus Diwaspadai

Rumusan fiqih medsos kiranya bisa dispesifikkan untuk mencegah agar bagaimana medsos tidak berdampak buruk alias destruktif terhadap umat Islam dan manusia pada umumnya. Maka dari itu, fiqih medsos kiranya harus berangkat dari satu kaidah penting dalam Islam yakni tabayyun. Terminologi tabayyun ini sudah ada dalam Alquran tepatnya Surat Alhujarat ayat ke-6.

Prinsip tabayyun ini kiranya bisa dijadikan inspirasi bagi pengguna medsos untuk lebih selektif dalam mengonsumsi maupun mendistribusikan informasi. Pastikan bahwa informasi yang kita dapat atau sebar hanyalah informasi yang valid dari sisi fakta, baik dari sisi etika, dan bermanfaat dalam konteks sosial-keumatan.

Prinsip kedua yang tidak kalah penting dari tabayyun adalah ‘adil’. Maknanya, kita sebagai netizen di media sosial harus berlaku adil dalam menyebarkan informasi, opini, pengetahuan dan sejenisnya. Adil dalam hal ini juga dimaknai sebagai sikap rasional dan proporsional dalam bermedia sosial. Rasional dalam arti selalu mengedepankan akal sehat dalam berinteraksi, dan berkomunikasi di medsos. Proporsional maksudnya berperilaku di medsos tanpa tendensi berlebihan apalagi menimbulkan kerusakan.

Edukasi dan Literasi Bermedia Sosial

Kedua prinsip ini penting dikembangkan sebagai landasan fiqih medsos. Terutama untuk mencegah dampak destruktif medsos bagi semua kalangan, tidak terkecuali anak-anak. Sebagai kelompok yang masih labil secara emosi dan psikologis, anak-anak sangat rawan terpapar konten negatif di media sosial.

Pakar parenting Elly Risman Musa bahkan pernah menyebut bahwa tantangan pengasuhan anak zaman sekarang bukan hanya lingkungan, namun juga media sosial. Ia mengatakan bahwa praktik pengasuhan yang sudah baik dan positif oleh orang tua bisa saja dirusak oleh konten-konten di medsos yang diakses anak-anak.

Gagasan ihwal fiqih medsos kiranya bisa menjadi jawaban atas problematika di atas. Anak-anak adalah calon generasi penerus bangsa. Apa jadinya jika mereka tumbuh menjadi individu yang brutal apalagi radikal. Membangun kesadaran bermedia sosial yang sehat dengan pendekatan hukum Islam (fiqih) adalah salah satu upaya yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan anak-anak dari radikalisme.

Kebebasan mengakses informasi harus diimbangi dengan edukasi dan literasi. Edukasi diwujudkan dengan menanamkan akhlak dan etika dalam bermedia sosial. Literasi diwujudkan melalui penguatan kesadaran dan komitmen untuk bermedsos secara sehat (toleran, santun, inklusif). Dengan begitu, medsos kiranya akan lebih berdampak konstruktif ke anak-anak, alih-alih destruktif.

Sivana Khamdi Syukria
Sivana Khamdi Syukria
Pemerhati isu sosial dan keagamaan, alumnus Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru