31 C
Jakarta
Array

Fiqih dan Tasawuf (Bagian 3-Habis)

Artikel Trending

Fiqih dan Tasawuf (Bagian 3-Habis)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Syariat dan tasawuf akan mendidik dan memimpin kita menjadi seorang insan kamil yang mampu memenuhi keinginan dan keperluan fitrah murni manusia secara suci lagi mulia.

Orang seperti itulah yang Allah maksudkan sebagai golongan As Siddiqin atau golongan Al ‘Arifin. Sifat mereka Allah uraikan dalam Surah Al Furqaan [25] ayat 63-76: “Dan hamba2-hambaTuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan” [25:63]

“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka”

[25:64]

“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal” [25:65]

“Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruknya tempat menetap dan tempat kediaman” [25:66]

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” [25:67]

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (diharamkan untuk membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya)” [25:68]

“akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina” [25:69]

“kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal soleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [25:70]

“Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal soleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” [25:71]

“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” [25:72]

“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta” [25:73]

“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” [25:74]

“Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya” [25:75]

“mereka kekal di dalamnya. Syurga itu sebaik-baiknya tempat menetap dan tempat kediaman”

[25:76]

Merekalah orang-orang bertaqwa yang akan memperoleh ketenangan hidup di dunia dan di akhirat. Mereka adalah tempat untuk kita mempelajari dan mencontoh kehidupan yang aman dan bahagia.Mereka adalah yang telah berjalan (berthariqat) melalui terminal-terminal (maqom) hakikat hingga mencapai makrifat, menyaksikan Allah ta’ala dengan hati mereka (ain bashiroh).

Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”

Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”

“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.

Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati, ain bashiroh (bermakrifat)”

Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab:

“Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah” . Bagaimana anda melihat-Nya? dia menjawab:

“Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman (bermakrifat)”

Rasulullah bersabda “Iman paling afdal ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)

Jika belum dapat melihat Allah ta’ala dengan hati (belum ma’rifat), Rasulullah bersabda “jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.’ (HR Muslim 11)

Muslim yang meyakini diawasi/dilihat oleh Allah -Maha Agung sifatNya atau mereka yang dapat melihat Rabb dengan hati (ain bahiroh) atau muslim yang Ihsan atau muslim yang bermakrifat maka ia mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya, mencegah dirinya dari perbuatan maksiat, mencegah dirinya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar. Sehingga terwujud dalam berakhlakul karimah. Inilah tujuan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah Subhanahu wa ta’ala

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).

Dari tulisan di atas dapat kita ketahui betapa pentingnya memperhatikan amalan batin yang tercakup dalam tasawuf.

Imam Nawawi Rahimahullah berkata : “ pekara utama dalam ajaran tasawuf ada lima : Taqwa kepada Allah di dalam sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling dari makhluk di dalam penghadapan maupun saat mundur, redha kepada Allah dari pemberian-Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat suka maupun duka “. (Risalah Al-Maqoshid fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawwuf halaman: 20, Imam Nawawi)

Mereka yang terhasut atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi ada mempertanyakan seperti “Seandainya benar sedemikian penting tasawuf, niscaya Imam Mazhab yang empat akan banyak sekali menulis tentang tasawuf”.

Pada hakikatnya tasawuf tidak untuk dituliskan namun dicontohkan, disampaikan dan dibimbing langsung oleh guru kepada muridnya karena tasawuf adalah tentang akhlak atau tentang Ihsan.

Contoh ulama tasawuf yang tidak menuliskannya ke dalam bentuk tulisan/kitab adalah Syaikh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili, bermazhab Hanafi, yang mempunyai nasab keturunan dari Hasan putra dari Ali bin Abi Tholib k.w.

Sedangkan ulama tasawuf yang menuliskan pengajaran-pengajaran Syaikh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili adalah Syaikh Ibnu Athoillah yang bermazhab Maliki.

Para ulama tasawuf dalam menjalankan amalan lahir atau syariat, mereka bermazhab. Imam Mazhab yang empat memang menuliskan kitab fiqih agar umat Islam dikemudian hari yang tidak dapat melihat (mencontoh) langsung cara beribadah Salaf yang soleh dapat melihatnya melalui kitab fiqih mereka.

Imam Mazhab yang empat melihat langsung penerapan, perbuatan serta contoh nyata, jalan atau cara (manhaj) beribadah dari Salaf yang soleh dan membukukannya dalam kitab fiqih mereka.

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru