30 C
Jakarta
Array

Fiqih dan Tasawuf (Bagian 2)

Artikel Trending

Fiqih dan Tasawuf (Bagian 2)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Orang yang kuat amalan batinnya atau tinggi pencapaian tasawufnya adalah orang yang hatinya selalu dekat dengan Allah. Ia senantiasa merasakan kebesaran Allah, dibandingkan dirinya yang maha lemah dan senantiasa memerlukan pertolongan Allah. Ia sangat beradab dgn Allah dan dapat mengorbankan dunia untuk Tuhannya. Ia juga mampu mengasihi semua manusia, bersedia susah untuk manusia dan akan menyelamatkan manusia dari tipuan dunia, nafsu dan syaitan.

Sebaliknya orang yang lemah dalam amalan batin adalah orang yang hatinya jauh dan terpisah dari Allah. Ia tidak takut dengan Allah, tidak malu, tidak harap, dan tidak cinta kepada Allah. Ia tidak ridha dan tidak sabar, kurang beradab dengan Allah, penuh hasad dengki, sombong, bakhil, dendam dan pemarah. Ia akan menjadi seorang pencinta dunia yang bekerja keras hanya untuk dunianya. Orang seperti itu selalu dibelenggu oleh kecintaan kepada dunia hingga takut berjuang dan berjihad untuk agama Allah serta untuk kehidupan akhirat yang kekal abadi.

Orang yang tidak bertasawuf atau orang yang tidak memperhatikan amalan batin sekalipun melakukan ibadah solat, puasa, dan banyak membaca Al Quran serta gigih berjuang adalah orang yang kurang berakhlak dengan Allah dan kurang berakhlak dengan manusia.

Orang yang tidak memperhatikan amalan batinnya dikabarkan oleh Rasulullah dalam sabdanya yang artinya “akan muncul suatu firqah/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)

“Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan” maknanya shalat mereka sebatas zahirnya saja atau amalan lahirnya saja, tidak sampai kepada batin (qalbu) mereka atau tidak bermanfaat atau mempengaruhi kepada hati atau batin mereka yang mengatur jasad lahir sehingga shalat mereka tidak mencegah perbuatan keji dan mungkar, shalat mereka tidak menjadikan mereka muslim yang berakhlakul karimah , muslim yang soleh, muslim yang ihsan atau muslim yang bermakrifat, muslim yang menyaksikan Allah ta’ala dengan hati mereka (ain bashiroh)

Tidak memperhatikan atau kurangnya amalan batin dapat menyebabkan orang-orang yang tidak bertasawuf itu biasanya mati dalam dosa yang tidak sedar. Mungkin dosa kerana buruk sangka dengan Allah, putus asa dengan ketentuan Allah, tidak ridha dengan takdir Allah atau dosa kerana merasa bahwa amalannyalah yang akan menyelamatkan dirinya dari neraka.

Rasa riya’, ujub atau merasa diri bersih itu pun adalah dosa batin. Dosa batin, tak seorang pun yang dapat melihatnya, bahkan diri sendiri pun tidak dapat merasakannya. Hanya orang yang mempunyai bashiroh (pandangan hati yg tembus) saja yang dapat mengetahuinya.

Nanti, bila Allah ta’ala bukakan segala kesalahan (dosa-dosa batin itu) di akhirat, barulah manusia akan terkejut dan tersentak.

Ulama tasawuf berkata: “Biarlah sedikit amalan beserta rasa takut pada Allah, karena itu lebih baik daripada banyak amalan tetapi tidak ada rasa takut dengan Allah. Lebih baik orang yang merasa berdosa dan bersalah dengan Allah daripada orang yang banyak amalan tetapi tidak rasa berdosa pada Allah bahkan dia merasa telah cukup dengan amalan itu.”

Firman Allah ta’ala yang artinya, “hari kiamat ialah hari dimana harta dan anak-anak tidak dapat memberi manfaat, kecuali mereka yang menghadap Allah membawa hati yang selamat sejahtera”. (QS Asy Syuara [26] : 88-89)

Hati yang selamat sejahtera ialah hati orang bertaqwa yang berisi iman, yakin, ikhlas, ridha, sabar, syukur, tawakal, takut, harap dan lain-lain rasa hati dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hati yang senantiasa merasa sehat dalam kesakitan, kaya dalam kemiskinan, ramai dalam kesendirian, lapang dalam kesempitan dan terhibur dalam kesusahan. Ia bersikap ridha dengan apa saja pemberian Tuhan-Nya.

Untuk memperoleh hati yang seperti itu, kita mesti bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu untuk melakukan amalan lahir dan batin (syariat dan tasawuf). Kedua-duanya akan saling mengawal untuk mengangkat kita ke taraf taqwa.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Artikel Terkait

Artikel Terbaru