26.1 C
Jakarta
Array

Film The Santri: Pesan Toleransi, Perdamaian dan Anti Radikalisme

Artikel Trending

Film The Santri: Pesan Toleransi, Perdamaian dan Anti Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Baru saja trailer resminya dirilis pada Senin (9/9) lalu, film The Santri langsung menyita perhatian publik secara luas. Film yang diinisiasi PBNU dan disutradarai Livi Zheng ini menuai kontroversi dan ditentang oleh kelompok fundamentalis radikalis.

Melalui gerakan di media sosial yang massif dan begitu syarat dengan kepentingan, film The Santri, digoreng sedemikian rupa oleh ‘cecunguk’ fundamentalis radikalis sehingga terkesan tak mencerminkan nilai-nilai dan tradisi kaum santri sesungguhnya sebagaimana tujuan utama pembuatan film ini.

Puncak gerakan penolakan film yang dibintangi Veve Zulfikar, Wirda Mansur dan Gus Azmi ini adalah tagar #BoikotFilmTheSantri yang menjadi trending topic di jagat Twitter tanah air Indonesia.

Film yang rencananya akan tayang pada malam peringatan Hari Santri Nasional ini ada upaya ditolak mati-matian oleh kelompok tertentu karena, sekali lagi, mereka menganggapnya tidak mendidik, liberal, menyimpang dari tradisi, akhlak dan kegiatan pondok yang sebenarnya. Itulah penilaian serampangan mereka!

Kelompok ini seolah-olah matanya telah dihinggapi pupil besar sehingga tak bisa melihat dan menilai sesuatu dengan luas nan jernih serta komprehensif. Padahal baru trailernya yang tayang, belum tayang secara utuh, tetapi mereka sudah menolaknya.

Dua Hal yang Dipersoalkan

Mari kita lihat beberapa poin yang menjadi sanggahan mereka atas film The Santri, sehingga melahirkan sikap menolak secara membabi-buta.

Setidaknya ada dua poin yang dipermasalahkan pada film The Santri dan menjadi alasan mereka untuk menolaknya.

Pertama, liberal. Dalam trailer film The Santri yang dimuat di NU Channel, terlihat adegan pemberian tumpeng oleh dua orang santri putri kepada para pastur di sebuah gereja.

Adegan itulah yang disorot untuk kemudian dijadikan alasan menentang film The Santri. Kelompok yang getol menolak adalah FPI. Mereka menganggap bahwa adegan ini mencerminkan nilai-nilai liberal dan sejenisnya. Celakanya, ada yang menilai bahwa adegan ini bisa merusak akidah. Akidah mereka kok tipis banget sih? Jelas, penilaian seperti tak berdasar dan justru mencerminkan bahwa mereka berpandangan sempit.

Para laskar marah-marah hanya karena adegan cuplikan film The Santri yang membawa tumpeng ke gereja, namun, ketika Anies Baswedan, pemimpin pujaam mereka misalnya, berpidato di gereja, mereka membisu seribu bahasa, alias tak mempersoalkannya.

Maka tak berlebihan jika ada orang yang tegas mengatakan bahwa kelompok FPI dan sekawannya itu, selalu membuat ulah dengan prinsip utamanya mengambil sikap “yang penting berbeda/berseberangan dengan NU”. Prinsip inilah, sekali lagi, yang melahirkan pandangan serampangan dan menyesatkan.

Kedua, pergaulan para santri di pondok pesantren. Menantu Rizieq Shihab, yang sekaligus diklaim sebagai ketua umum Front Santri Indonesia (FSI) secara tegas menyatakan penolakan terhadap film The Santri karena, katanya, tidak mencerminkan akhlak dan tradisi santri yang sebenarnya.

Dalam trailernya, memang ada cuplikan adegan santri laki-laki dan perempuan berjalan secara bersamaan tanpa adanya sekat/pemisah, bahkan juga ada adegan saling pandang, mencuri perhatian yang dilakukan oleh lawan jenis. Adegan seperti dijadikan dalih bahwa film The Santri tidak mendidik dan jauh dari pergaulan santri yang sebenarnya.

Mengkaburkan Nilai-nilai Utama

Narasi-narasi bahwa pergaulan santri yang tergambar dalam trailer film The Santri adalah tidak mendidik dan bertentangan dengan kultur santri sebenarnya merupakan langkah sistemis, yang berusaha untuk mengkaburkan nilai-nilai utama dalam film ini, yakni toleransi, perdamaian dan kecintaan terhadap tanah air.

Menjadi santri, pada praktiknya, tak melulu soal belajar agama; membaca kitab kuning dan menghafalkan berbagai disiplin ilmu, namun seringkali juga diwarnai dengan kisah-kisah percintaan ala monyet. Jatuh cinta tak pernah salah. Dan setiap orang lazimnya mengalami atau pernah jatuh cinta, apalagi santri yang sedang dalam atau melewati masa-masa puber. Ini semua lumrah terjadi. Jadi, tak usah reaktif! Bisa jadi yang menolak, dulunya juga melakoni hal seperti ini.

Namun pada dasarnya, rasa cinta dan sikap saling mencuri pandangan itu tidak bebas seperti halnya yang terjadi di lingkungan luar santri.

Pesantren, apalagi pesantren NU, pastilah sudah mengetahui akan kondisi santri semacam ini dan tentunya juga sudah punya cara tersendiri untuk mengatasi nafsu manusiawi ini, dan tentu akan menyikapinya secara sewajarnya  serta masih dalam rel agama. Jadi pada intinya adalah, bahwa menilai dari sudut pandang yang sempit akan melahirkan sikap yang sempit pula.

Yang harus dilarang dan ditentang adalah ajaran yang suka mengkafirkan sesama (takfirisme), menegakkan Khilafah ala HTI dan sekawannya dengan menjual dan memplintir ayat suci sesuai kepentingannya, serta bersikap intoleransi. Inilah yang harus dilarang di dalam pesantren.

Pesan Toleransi, Perdamaian dan Anti Radikalisme

Pada akhirnya, kita tak boleh terjebak dan mengikuti arus kelompok fundamentalis radikalis yang mencoba untuk mengkaburkan dan membelokkan nilai-nilai utama yang ada dalam film The Santri.

Sebab, film The Santri sejatinya memuat beberapa pesan mendalam sebagai berikut:

Pertama, toleransi. Tanpa ada toleransi, maka kedamaian dan persatuan di negeri ini sulit tercipta, ya, sesulit matahari memeluk bulan.

Kini, toleransi sudah mulai luntur. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya kasus intoleransi. Maka, film The Santri ini sesungguhnya wajib disambut hangat oleh masyarakat Indonesia secara luas. Dan dimaknai secara positif, yakni sebagai upaya serius untuk membumikan dan mempromosikan kembali nilai-nilai toleransi dalam diri seluruh warga negara Indonesia secara keseluruhan.

Adegan pemberian tumpeng oleh dua orang santri putri kepada para pastur di sebuah gereja harus dimaknai secara jernih dan dengan kepala yang dingin, bukan asal tak menyanggah saja. Di sini ada nilai-nilai toleransi yang bisa menjadi tontotan yang bernilai edukasi.

Lagi pula, pada suatu hari, Rasulullah pernah menyuapi pengemis buta yang beragama Yahudi. Jadi, seorang Muslim yang pergi ke gereja atau berinteraksi dengan non-Islam jangan melulu dicurigai sebagai langkah yang liberal dan akan menggadaikan iman.

Kedua, perdamaian. Misi Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam akan ditonjolkan dalam film The Santri. Pun Islam sebagai agama perdamaian akan menghiasi film The Santri. Hal ini sebagaimana diungkapkan Oleh KH Said Aqil Siraj dalam siaran persnya yang diungkapkan pasca trailer The Santri selesai.

Melalui The Santri ini pula, yang konon digadang-gadang akan menembus pasarab Amerika Serikat, akan menjadi bahan promosi sekaligus meluruskan pandangan orang barat tentang Islam. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian orang barat takut dengan Islam (Islamophobia) karena dikenal sebagai agama pedang dan sejenisnya. Maka, melalui film The Santri, pandangan kurang tepat ini semoga dapat diluruskan, yakni Islam adalah agama perdamaian.

Ketiga, anti radikalisme. Film The Santri juga hendak membidik habis kelompok radikal yang hingga hari ini sudah merambas ke berbagai aspek lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kondisi Indonesia sedang surplus kelompok radikalis-teroris, Film The Santri hadir. Tak ayal jika ada yang kebakaran jenggot atas hadirnya film yang menjunjung nilai-nilai Islam yang santu, toleran, plural, damai, jauh dari Islam Radikal, Islam Ekstrimis, apalagi Islam Teroris.

Dengan demikian dapat diketengahkan bahwa kelompok yang menolak film The Santri merupakan kelompok yang berpandangan sempit dan lebih bernafsu untuk melawan segala aktivitas dan gagasan kelompok yang tak sehaluan dengan kelompoknya. Oleh sebab itu, jangan terpancing atau terprovokasi.

Spirit film The Santri itu sangat mulia dan sesuai dengan kondisi kekinian dan kedisinian karena The Santri menonjolkan nilai-nilai kebhinekaan, toleransi, kecintaan terhadap bangsa dan bagaimana menjaga dan merawat bangsa dan negara ini dari berbagai serangan ideologi yang gak jelas seperti radikalisme dan terorisme.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru