29.8 C
Jakarta

Felix Siauw dan Kebangkitan Populisme Islam di Indonesia

Artikel Trending

KhazanahTelaahFelix Siauw dan Kebangkitan Populisme Islam di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Ketika membahas tentang wacana pemerintahan Islam, yang semakin mencuat khususnya menuju tahun politik 2024 mendatang, salah satu tokoh, ustaz, influencer, penulis yang tidak bisa dilupakan untuk dibahas adalah Felix Siauw. Sosok Felix adalah pendakwah yang tidak hanya sekedar pendakwah. Bagi saya, ia adalah sosok luar biasa yang mampu meng-influence orang lain dengan cara yang cukup ciamik, khususnya di media sosial. Dilihat dari akun instagramnya, saat pengikutnya sudah sebanyak 5,1 juta. Angka yang sangat besar untuk pendakwah, dalam menyebarkan ceramah dan keilmuannya.

Beberapa buku Felix yang sudah diterbitkan di antaranya: Beyond The Inspiration (2010), Muhammad Al-Fatih 1453 (2013), How to Master Your Habits (2013), Udah Putusin Aja (2013), Yuk Berhijab (2013), The Chronicles of Ghazi: Rise of The Ottomans (2014), Khilafah (2014), dan Khilafah Remake (2015). Salah satu karyanya yang berjudul khilafah sempat mengundang perdebatan publik. Isinya yang kontroversial dan dianggap propaganda membuat buku tersebut tidak lagi disebarkan secara luas. Tidak hanya itu, Felix kerap kali melontarkan kalimat-kalimat yang memicu perdebatan publik. Dalam cuitan twitter misalnya. Ia pernah melontarkan bahwa “Nasionalisme tidak ada anjurannya, tidak ada perintahnya.”

Meskipun demikian, Felix yang dikenal sebagai sosok kontroversial, anti NKRI dan kerapkali ceramahnya yang kritis terhadap fenomena sosial dan fenomena populer, memiliki pengikut yang memberikan ruang bagi dirinya untuk eksis. Ia diundang di berbagai pengajian meskipun kerapkali dihujat oleh netizen dan bebagai kelompok karena pemikirannya yang radikal. Tidak hanya itu, sosok Felix dikenal sebagai orang yang anti NKRI dan tidak memiliki ketertarikan sama sekali untuk mencintai NKRI.

Meski dikenal dengan sosok yang demikian, para pengikut Felix adalah orang-orang yang loyal untuk belajar kepada ustaz ini. Ceramah-ceramahnya tersebar di mana-mana, di berbagai kanal youtube dan mengkritisi fenomena-fenomena kekinian.

Felix Siauw dan Kebangkitan Populisme Islam

Menjadi seorang penulis yang muallaf, Felix memulai perjalanan dakwahnya dengan masuk dalam organisasi HTI yang jelas-jelas dilarang oleh pemerintah sejak tahun 2017 silam. Namun, bukan Felix namanya jika tidak problematik. Sebab pasca dilarangnya organisasi HTI oleh pemerintah, gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh para aktivis khilafah, termasuk Felix, di media sosial, semakin tidak terbendung. Boleh saja HTI dilarang oleh pemerintah. Namun, gerakan dan nafas perjuangan untuk mendirikan negara Islam terus membara. Secara terang-terangan mereka menjelma berbagai organisasi, komunitas, lembaga filantropi, dan sejenisnya.

BACA JUGA  Feminis Leadership: Melihat Keberhasilan Pemimpin Perempuan dalam Pencegahan Radikalisme

Kehadiran Felix menjadi salah satu ciri kebangkita populisme Islam di Indonesia. Sebab kalau kita telaah, kebangkitan populisme Islam ditandai dengan adanya kebangkitan radikalisme Islam yang mendorong sentiment lama mengenai anti China,  antek-asing, nasionalisme dan ekonomi. Para Islamis radikal berupaya dengan sekerasa tenaga untuk ditetapkannnya hukum Syariah dan melakukan segala bentuk propaganda agar tujuannya tersebut berhasil.

Kebangkitan populisme Islam ini tidak lepas dari sejarah munculnya gerakan populisme Islam yang berasal dari warisan gerakan Pan-Islamisme yang muncul pada Abad 20 dengan memudarnya Kekaisaran Utsmaniyah. Maka tidak heran, ceramah-ceramah yang disampaikan oleh Felix, dengan ditandainya bahwa ia adalah sosok yang anti NKRI, namun cukup famous di kalangan pengikutnya sebagai tokoh, panutan yang memiliki ruang luas untuk berbicara tentang Islam, di sisi lain ia adalah salah satu tokoh yang ada di balik dari kebangkitan populisme Islam di Indonesia.

Narasi tentang kejayaan Islam di masa silam dengan mengaca kepada kondisi Indonesia, yang di dominasi oleh Barat, melalui masifnya kekuasaan kolonial negeri-negeri Eropa, ditambah lagi dengan sistem politik seperti kapitalisme, sekularisme, pluralism dan demokrasi yang diterapkan di Indonesia, membuka ruang bagi para aktivis yang menyuarakan untuk kembali kepada Islam sebagai jalan yang cukup solutif di tengah hiruk-pikuk masalah kebangsaan.

Meskipun demikian, berbicara tentang sosok Felix, maka kita juga berbicara kompleksitas gerakan para aktivis khilafah. Di satu sisi, kita melihat bahwa sosok Felix dan kelompoknya adalah orang-orang yang mewarnai pemahaman Islam di Indonesia. Layaknya kita memaknai keberagaman, maka Felix dan para aktivis khilafah lainnya perlu kita hargai dengan sikap keterbukaan. Di sisi lain, apakah kita perlu menghargai kelompok perusak bangsa yang jelas-jelas memecah belah NKRI.

Bagaimanapun, sikap terbuka dan menghargai perbedaan adalah sesuatu yang perlu kita tegakkan. Namun, kepada para perusak bangsa, yang jelas-jelas melakukan propaganda kebencian, untuk mendirikan negara Islam di Indonesia adalah sesuatu yang wajib kita tolak. Indonesia tidak butuh khilafah. Wallahu a’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru