33.8 C
Jakarta
Array

Fasik dalam Kajian Al-Qur’an

Artikel Trending

Fasik dalam Kajian Al-Qur'an
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Fasik dalam Kajian Al-Qur’an

Fasik dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai ketidakpedulian terhadap perintah Tuhan baik dalam bentuk perbuatan dosa maupun tindak kejahatan meskipun disertai dengan kepercayaan kepada Allah swt. Memang arti ini tidak berbeda jauh dengan arti asal dalam bahasa sumbernya –bahasa Arab- sebagaimana menurut Ibnu Faris dalam Maqâyîs al-Lughah bahwa setiap kata yang berakar dari tiga huruf fâ’, sîn dan qâf  berarti keluar dari ketaatan.

Keluar dari ketaatan bisa difahami sebagai bentuk pembangkangan baik menerjang larangan ataupun tidak menjalankan perintah yang kesemua ini dalam ajaran agama disederhanakan dengan istilah maksiat. Dalam Mufradât Alfâdzh al-Qur’ân, al-Ashfihani mengungkapkan bahwa kefasikan mencakup perbuatan sedikit dosa maupun banyak dosa. Sebab kefasikan lebih umum dari kekafiran. Sementara kezaliman lebih umum dari kefasikan.    

Al-Quran tidak kurang 54 kali menyebut kata fasik dan yang seakar dengannya. Al-Damighani menguraikan, setidaknya kefasikan dalam al-Quran mempunyai enam makna:

Pertama, mengingkari Nabi saw sebagaimana dalam QS al-Taubah [9]: 67 sesungguhnya orang-orang munafik mereka adalah orang-orang yang fasik yakni yang mengingkari Nabi saw dan ajarannya. Makna ini juga ditemukan dalam surah yang sama yaitu QS al-Taubah [9]: 80 Itu karena mereka kafir terhadap Allah dan Rasul-Nya, sehingga Allah tidak memberi petunjuk orang-orang yang fasik yakni mereka yang durhaka kepada Allah swt dengan mengingkari Nabi saw.

Kedua, musyrik sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Sajadah [32]: 20 Adapun orang-orang yang fasik maka tempat mereka neraka yakni mereka yang musyrik. Makna ini juga ada dalam surah yang sama QS al-Sajadah [32]: 18, Apakah sama orang yang mukmin dengan orang yang fasik yakni orang yang musyrik.

Ketiga, maksiat tanpa unsur kemusyrikan sebagaimana ungkapan Nabi Musa as dalam QS al-Maidah [5]: 25, Dia (Musa) berkata, Tuhan aku sangat tidak memiliki kuasa kecuali pada diriku dan saudaraku, pisahkan antara kami dengan kaum yang fasik yakni mereka dari kaumnya yang membangkang memasuki tanah Syam saat diperintah oleh Nabi Musa as. Makna ini juga yang dimaksud dalam QS al-Maidah [5]: 26.

Keempat, dusta seperti firman Allah swt dalam QS al-Hujurat [49]: 6 yang menjelaskan tentang perintah klarifikasi (tabayyun) saat menerima berita, jika datang seorang fasik (pembohong) membawa berita, maka ber-tabayyunlah. Menurut sejarahnya ayat ini dilatarbelakangi oleh pembohong bernama al-Walid bin Uqbah yang menginformasikan kepada Nabi Muhammad saw bahwa kaum Bani Mushtaliq tidak berkenan menunaikan zakat. Makna bohong ini juga ada dalam QS al-Nur [24]: 4.

Kelima, dosa sebagaimana firman Allah swt dalam QS al-Baqarah [2]: 282, penulis maupun saksi tidak diperkenankan merugikan yang lain, jika kalian tidak melakukannya (yakni merugikan yang lain) maka kefasikan (dosa) bagi kalian.

Keenam, mencaci maki semisal dalam QS al-Baqarah [2]: 197 yang menerangkan adab menjalankan ibadah haji, siapapun yang melaksanakan kewajiban haji pada bulan-bulan tertentu tersebut, maka tidak diperkenankan baginya untuk bersetubuh, kefasikan (yakni mencaci maki. Wallahu Aʻlam []

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru