27.3 C
Jakarta

Etik Islam dalam Kancah Politik

Artikel Trending

KhazanahOpiniEtik Islam dalam Kancah Politik
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sistem politik sudah seharusnya difungsikan oleh para politisi sebagai alat persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk meraih cita-cita yang berkeadilan serta mengedepankan aspirasi masyarakat. Seperti pesan yang tersirat dari pidato Presiden Amerika terpilih, Joe Biden yang berjanji akan bekerja keras untuk seluruh warga negara Amerika Serikat tanpa terkecuali.

Pada pidatonya usai pengambilan sumpah itu juga mengharapkan agar warganya tidak menggunakan politik sebagai penyulut kekerasan, tapi sebagai persatuan untuk menuliskan kisah peradaban bersama. Seperti iniah seharusnya seorang politisi di abad modern kini. Tidak sekadar bekerja, tapi juga menebarkan rasa optimisme kepada orang-orang di sekitarnya agar segala harapan dapat terwujud.

Jika berkaca pada situasi pandemi saat ini, kebersamaan para elit politik untuk keluar dari jurang krisis global sangat mungkin. Hal tersebut karena dampak pandemi Covid-19 terasa di setiap kalangan dan semua bergerak untuk kembali survive dari keterpurukan.

Namun semakin kemari, cita-cita itu semakin buram setelah turbulensi politik secara jelas mengemuka saat negara sedang sakit-sakitnya. Krisis global ternyata mendorong para politisi serta penguasa selalu lapar untuk menyerap harta bawahannya. Kasus korupsi, kudeta dan gesekan antarsaudara menunjukkan adanya indikasi bahwa nilai-nilai moral telah lepas dari nurani mereka.

Untuk mengantisipasi persoalan yang lebih besar, elit politik perlu untuk selalu meng-upgrade semangat moralitas dalam dirinya. Khususnya umat Islam yang terjun langsung pada arena politik agar senantiasa berpegang pada sumpah serapahnya dalam mempertanggung jawabkan amanah pemilihnya. Selain itu, ada baiknya aktivitas politik tersebut berjalan dengan semangat dakwah sehingga aspirasi Islam dapat menghiasinya dengan substansi moral dari etik Al-Qur’an.

Aktualisasi Etika Islam

Dalam ajaran agama Islam, pertanggungjawaban manusia tidak hanya terjadi di dunia melainkan juga di akhirat kelak. Politisi Muslim yang telah mengambil sumpah untuk menjalankan amanah politik tentu menjadikannya sebagai beban moral. Agar, keputusannya sesuai dengan harapan pemilih dan selaras dengan konstitusi negara.

Fenomena penyimpangan yang terjadi saat ini akibat dari hilangnya prinsip-prinsip moral yang mengedepankan aspek persamaan, keadilan, persaudaraan dan toleransi. Hal itu bermula dari kepentingan kelompok yang lebih diperjuangkan dari pada kepentingan masyarakat luas.

BACA JUGA  Mengaktualisasi Idulfitri dalam Konteks Persatuan dan Kesatuan

Partai politik memang berfungsi sebagai kendaraan seseorang untuk mencapai kursi pemerintahan. Akan tetapi perlu kita ingat kembali bahwa keputusan tertinggi dalam memperoleh jabatan pada sistem demokrasi tentulah berasal dari rakyat. Maka kebijakan yang akan kita tetapkan, harus bersumber dari aspirasi kelompok masyarakat dan terbuka bagi setiap mereka yang ingin berpendapat.

Begitupun politisi Muslim, sangat sedikit terlihat di antaranya muncul sebagai sosok negarawan bahkan cenderung sebagai aktor dari rusaknya wajah politik suatu bangsa. Di antara penyebab utama hal tersebut terjadi karena dasar etik yang jadi pedoman lebih banyak etik golongan, suku dan kelompok kepentingan. Kembali pada etik Islam dapat mejadi jawaban atas persoalan yang ada.

Etik Islam adalah pedoman nilai-nilai moral (akhlak) yang terkandung dalam kitab suci Al-Qur’an. Menurut Ahmad Syafii Maarif, etik ini dalam sejarahnya telah membantu penguasa Muslim untuk membabat etik suku golongan. Menerapkan etik Islam, berarti menegakkan nilai-nilai Al-Qur’an sebagai petunjuk untuk kemajuan dan kesejahteraan umat.

Walaupun pada dasarnya perintah dari firman Allah Swt tersebut lebih banyak berbicara tentang cara hidup bermasyarakat, seperti QS. Ali ‘Imran [3]: 110, tetap saja dapat menjadi rujukan agenda politik umat.

Agenda Politik

Agenda politik secara umum tidak lain dari segala aktivitas yang bertalian dengan masalah kekuasaan. Meliputi upaya mendapatkannya, mempertahankannya dan tujuan menggunakannya. Dalam etik Islam, politik hanyalah media untuk mencapai tujuan dakwah yang bersifat moral. Seorang politisi yang memiliki kesadaran moral tinggi mengindikasikan dirinya telah membudayakan nilai takwa dalam perilaku politiknya.

Oleh sebab itu sikap optimis terhadap perjuangan para politisi khususnya mereka yang beragama Islam, harus terus terjaga. Jika yang menjadi target perjuangan masih sesuai dengan koridor etik politik, maka kebijakan yang lahir tidak akan lepas dari prinsip keadilan (al-‘adâlah), kesamaan (al-musâwah), persaudaraan (al-ukhuwwah) dan kebebasan (al-hurriyah).

Andi Novriansyah Saputra
Andi Novriansyah Saputra
Content Creator, Jurnalis dan Relawan. Alumni Prodi Studi Agama-Agama, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru