31.8 C
Jakarta

Esensialisme Agama ala ISIS, Perspektif Fazlurrahman (Bagian VIII)

Artikel Trending

KhazanahTelaahEsensialisme Agama ala ISIS, Perspektif Fazlurrahman (Bagian VIII)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

ISIS, ideologi dan harakahnya sebagaimana telah diulas dalam telaah edisi sebelumnya, secara prinsip dapat dirumuskan dalam satu frase kata “mengambalikan kejayaan Islam”. Proses ini mereka tempuh dengan gerakan esensialisme agama yang mewujud dalam bentuk gerakan atas nama agama.

Kesimpulan statis ini, yang mungkin dengan sepintas dapat dikatakan tergesa-gesa, saya rasa tak penting dicecer alasannya pada bagian ini. Rujukan-rujukan penting pun dalam ulasan terdahulu telah saya sisipkan untuk menguatkan premis-premis yang saya kumpulkan.

Maka pastinya, paradigma yang mendogma dalam harakah jihadis ISIS, hanya dapat dilakukan dengan cara mengembalikan umat Islam pada al-Qur’an dan sunah. Sehingga penegakan hukum Islam secara kaffah sebagaimana masa Nabi yang ISIS impikan dapat terkabulkan. Paradigma dogmatik inilah yang menyebabkan gerilya ISIS terus berkecambah, dari pengkafiran hingga pembantaian.

Sejauh pembacaan penulis, gerakan ISIS selama masa kejayaannya, didasarkan pada kesadaran skeptis.  Dihitung  kesadaran karena gerakan yang dilakukannya bersifat koreksi dan antitesa atas keadanaan sosio-kultural peradaban islam yang dicap mengalami kemunduran. Dan koreksinya yang demikian ini membangkitkan semangat perlawanan untuk membangun kembali peradaban Islam melalui daulah islamiyah.

Demikian juga sejauh ISIS bergerak masih dalam taraf skeptisisme tak tuntas. Sebab, setelah penghancuran berjalan, meraka masih meraba-meraba bentuk dan reforma daulah islamiyah yang mereka idekan sendiri. Ia masih ragu dalam pencarian pada bentuk negara yang diajarkan agama. Skeptisisme dapat terjadi karena agama tak pernah sesekali mengatur bentuk negara secara rigit-sistemik.

Menariknya dari gerakan ISIS,  meraka mendasari gerilya pada tiga ambiguitas yang tak pasti. Pertama, ISIS menganggap umat muslim terlampau sindrom dengan dimensi sosio antropologis. Bagi ISIS, agama yang melebur dengan budaya dan sosio kultural, menjadi akar khurafatisasi. Sehingga sebab ini, umat Muslim mulai tabdi’ dan talfiq. Maka gerakan pertama yang mesti dilakukan adalah pemurnian agama, purifikasi.

Trilogi Dogma Esensialisasi Agama ala ISIS

Dalam agenda purifikasi dari tabdi’ dan talfiq, ISIS berambisi untuk mengklarifikasi perihal agama dan dunia. Sehingga pada kesimpulannya, harus diciptakan kelas antara perbuatan agama dan perbuatan duniawi. Usaha ini selanjutnya membentuk titik tengkar antara agama dan budaya itu sendiri. Ekspresi ini secara riil dapat dilihat pada rentetan pelarangan ikhwal-ikhwal religiusitas berbagai mazhab serta pembumihangusan situs-situs religi. Agenda ini ISIS kerjakan bersama Salafi Wahabi.

Faktor gerilya jihadis yang kedua adalah fobia Barat. Dalam hal ini ISIS mendudukkan kekuatan arus global barat sebagai musuh besar yang mendominasi dan menghegemoni masyarakat trans-nasional. Pada posisi ini, ISIS antipati menolak dan melawan isu-isu kontemporer yang berkembang di abad mutakhir. Termasuk di antaranya adalah sistem demokrasi yang dianggap thaghut dan kafir. Oleh karenanya, bagi ISIS, memerangi Barat adalah jihad.

Termasuk salah satu bias fobia Barat, ISIS menganggap segala bentuk pemikiran dan bahkan sistem sosial yang dilahirkan dari modernisme, akan menyeret Muslim keluar dari orientasi agama. Bagi ISIS modernisme akan mengesampingkan sisi-sisi keberagamaan. Oleh sebab itulah, menolak modernisme beserta segala produknyajuga dinilai jihad fi sabilillah. Ekspresi konkret atas paradigma ini dapat dilihat pada Al-Qaeda, ISI, IS, NI hingga Da’es yang merupakan pendahulu ISIS kerap kali melakukan aksi teror terhadap negara-negara agen Barat, Amerika.

Ketiga, umat Islam telah keluar dari pemahan Islam yang sesungguhnya. Dalam hal ini, ISIS melihat proses pemahaman keagamaan yang terus melaju pesat mengimbangi tuntutan masa yang terus bergerak bersama arus modernisme, dicurigai akan membawa umat Islam pada pemahaman keagamaan yang salah, menyimpang dari yang dimaksudkan Allah dan Rasul-Nya.

BACA JUGA  Penggalangan Dana Terorisme: Akar Langgengnya Masalah Terorisme

ISIS menganggap tafsir dan dan pemahaman keagamaan yang semakin modernis akan melahirkan sekularisme. Agenda tafsir ulang dan kontekstualisasi yang demikian ini mesti harus dihentikan dan dikembalikan pada pehaman keagamaan yang semestinya. Sebab paradigma ini, ISIS mengajak umat Islam untuk kembali pada teks al-Qur’an dan sunah.

Reduksi Esensialisme Agama ISIS dalam Perspektif

Tiga faktor yang melatarbelakangi gerilya pengkafiran dan pembantaian inilah oleh penulis dianggap cukup syarat untuk dijadikan premis-premis yang  mengarah pada gerakan esensialisasi agama.

Menindak lanjuti trilogi paradigma dogmatik ISIS yang mengarah pada esensialisasi agama sebagaimana telah dipaparkan, pada kesempatan ini penulis akan menghadirkan nalar tafsir Pimpinan Chicago University, Fazlurrahman sebagai kerangka perspektif untuk membedah ideologi ISIS.

Secara umum, tidak ada yang salah dengan proyek “mengambalikan kejayaan Islam” pada posisi keemasannya. Bahkan, proyek ini mesti dan perlu didukung bila melihat benturan peradaban antara Islam dan dan Barat.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa perbaikan tidak mesti harus diawali perlawanan dan pengrusakan. Jika perbaikan, termasuk juga i’tikad mewujudkan peradaban Islam adalah keharusan, mestinya ada kerja-kerja strategic khusus yang relatif dapat diterima oleh semua umat manusia.

Tentang mengambalikan umat Islam pada pedoman besar Al-Qur’an dan sunah, juga mesti dapat diterima. Alih-alih, Al-Quran dan sunah adalah pijakan yang diwasiatkan oleh sang Rasul. Akan tetapi yang terpenting dari itu semua, adalah “akal” klarifikatif-selektif.

Pemahaman keagamaan akan semakin menyimpang jauh dari yang semestinya jika interpretasi dilakukan dengan ansih. Interpretasi bahkan pemahaman keagamaan masih butuh pada seleksi dan klarifikasi. Seleksi mana saja teks agama yang dapat ditafsirkan dan mana pula yang mutlak. Begitupun klarifikasi mana saja teks agama yang memungkinkan untuk dikontekstualisasikan dan mana pula yang mesti diterima secara tekstual.

Ideal Moral ala Fazlurrahman

ISIS dalam hal ini, antipati untuk menfinalkan makna teks secara literal. ISIS juga apatis untuk menerima  sekian banyak pemahaman atas teks. Baginya hanya pemaknaan teks yang sesuai dengan literalnya sajalah yang mesti benar. Dan apapun yang tak secara teks tersuratkan mesti ditolak dan tak digolongkan pada keagamaan.

Maka jika demikian, sudah barang tentu perihal demokrasi, perihal modernisme, perihal sistem negara tak tersuratkan dalam Al-Qur’an dan sunah. Kesalahannya, ISIS menganggap itu semua adalah kafir, thaghut.

Sekali lagi, tentang ajakan kembali pada Al-Qur’an dan sunah tidak ada yang salah. Hanya ISIS mengajak kembali pada Al-Qur’an dan sunah berarti kembali pada masa lalu. Padahal, zaman, tempat dan sosio kulturalnya telah berubah. Maka memaksa kembali ke masa lalu tampa mengambil nilai dan membawanya ke masa kini, justru tambah membuat kemunduran.

Fazlurrahman menyebutkan, pemahaman teks, temasuk pemahaman keagamaan hanya benar jika seorang interpreter jika ia mampu menangkap seluruh pesan moral yang dibentuk dan diterapkan di waktu kedatangan teks pada masa lalu. Lalu mengontekstualisasikannya di masa kini. Berkaitan  dengan ini, ISIS hanya mampu mengajak manusia kembali ke pesan teks pada masanya. Parahnya, ISIS mengajak kembali ke dalam teks bukan dalam bentuk nilai dan pesan moralnya, akan tetapi dalam bentuk makna literalnya. Tentu ini kesalahfatalan yang disengaja.

Bila demikian, maka menjadi jelas bahwa ajakan kembali pada teks, atau bahkan kampanye esensialisasi agama—yang mengorbankan banyan kapabilitas yang sebelumnya telah dimiliki umat Muslim—sama sekali tak ada benarnya. Mereka benar-benar terkungkung dalam kubangan absurditas agama. Sehingga keadaannya menjadi terbelenggu, gerah dan menuntut untuk bersikap frontal.

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru