31.8 C
Jakarta
Array

Empati Digital bagi Generasi Milenial (Bagian I)

Artikel Trending

Empati Digital bagi Generasi Milenial (Bagian I)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

“It takes a village to raise a child”. Sebuah peribahasa dari benua Afrika mengenai konsep pendidikan dan pengasuhan anak karena semua unsur masyarakat dan juga negara berperan penting serta bertanggung jawab membesarkan seorang anak. Tentu saja, tantangan setiap zaman dan generasi sungguh berbeda.

Tantangan terbesar dalam pengasuhan dan pendidikan generasi milenial pada era digital adalah mengatasi ancaman konten negatif di internet, seperti ponografi, berita bohong (hoax), ujaran kebencian (hate speech), penipuan (scam and fraud), kecanduan (addiction), perundungan (bullying), dan pemangsa anak (child predator).

Terlebih berdasarkan rilis Kementrian Kominfo, banyak pelaku dan korban fenomena tersebut berasal dari generasi milenial karena mereka rentan menyebarkan infromasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya (“generasi milenial paling rentan dengan bahaya hoax”, Kominfo.go.id, 9 Januari 2017). Belum lagi, fenomena gagal move on pemilihan presiden 2014 dan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017 yang melahirkan maraknya ‘nyinyirisme’ di kalangan warganet.

Rentannya generasi milenial terpapar ancaman konten negatif tentu saja amat meresahkan karena masa depan bangsa menjadi taruhannya. Edukasi adalah satu-satunya cara mengatasi masalah ini. Baik pemerintah maupun masyarakat menyadari hal itu.

Sejatinya, setiap zaman memiliki tantangan berbeda dalam mendidik dan membesarkan generasinya. Namun, revolusi teknologi tak ayal telah menghadirkan perubahan pola pikir, perilaku, dan budaya yang drastis dan signifikan.

Pergeseran teknologi membawa begitu banyak manfaat bagi manusia dalam menyelesaikan rutinitasnya. Akan tetapi, pada saat bersamaan, sejumlah bahaya mengintai, selain bahaya internet masalah lain, yaitu kesenjangan pola pikir, perilaku, dan budaya antara generasi milenial sebagai digital netizen dan generasi sebelumnya sebagai digital migrant.

Pada tingkat tertentu, kesenjangan ini acap kali menyebabkan salah paham yang berujung pada munculnya konflik antar generasi. Jika isu ini tidak diacuhkan, tentu akan menimbulkan implikasi serius karena generasi milenial merasa dikekang dan tidak didukung. Begitu pula sebaliknya, generasi digital migrant merasa tak dihormati dan dihargai.

Persoalan lain yang menjadi akar ancaman teknologi digital adalah persepsi orang tentang internet atau dunia virtual tidaklah sama dengan dunia keseharian, sehingga berimplikasi terhadap perilaku mereka di dunia virtual. Realitasnya, seseorang bisa saja memiliki dua kepribadian bertolak belakang antara dikehidupan sehari-hari dan dunia virtual.

Tak sedikit yang menciptakan persona dan imajinasi yang merupakan perwujudan impian atau obsesinya yang tak bisa diwujudkan di dunia keseharian. Kebebasan dan keterbukaan yang ditawarkan internet dan media sosial membuat sebagian orang terjebak euforia. Terlebih, belum ada hukum dan sanksi setimpal bagi mereka yang tidak bertanggung jawab di dunia virtual.

 Untuk menjawab tantangan dan problem tersebut, literasi informasi media dan digital pun didesain, dikembangkan, dan dikampanyekan oleh berbagai unsur masyarakat dan pemerintah. Literasi digital adalah kecakapan menggunakan media digital yang beretika dan bertanggung jawab dalam memperoleh dan mengakses informasi, untuk mencari serta mengaplikasikan solusi atas masalah yang dihadapi.

Berpikir kritis menggunakan akal sehat (common sense) adalah kunci aktivitas literasi. Namun, cerdas literasi digital belumlah cukup. Banyak warganet yang cukup literat, tetapi masih saja terjebak dalam penyebaran ujian kebencian, berita bohong, dan nyiyirisme.

Literasi digital perlu menyertakan empati digital sebagai pilar utama selain berpikir kritis. Apa itu empati digital? Menurut pakar komunikasi Central Connecticut State University, Dr. Yonty Friesem, empati digital adalah sebuah kemampuan kognitif dan emosional untuk menjadi reflektif dan bertanggung jawab secara sosial saat menggunakan media digital.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru