30.1 C
Jakarta

Emmanuel Macron Vs Teroris Islam

Artikel Trending

Milenial IslamEmmanuel Macron Vs Teroris Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ucapan Presiden Prancis Emmanuel Macron (29/10) tentang karikatur Nabi Muhammad Saw sebagai bentuk kebebasan bereskpresi telah menimbulkan reaksi dari seluruh dunia, dan sejumlah negara memboikot produknya. Di sisi lain, banyak pemimpin negara di dunia yang ikut mengutuk aksi teroris Islam yang menyerang salah satu gereja di kota Nice.

Perkataan Emmanuel Macron yang mengkaitkan Islam dengan terorisme menjadi kontoroversi, dan memancing permusuhan antar negara terutama di kalangan umat Islam. Justru kekerasan tak dapat dibenarkan dalam ajaran agama apa pun. Memang sebagian teroris meminjam baju Islam hanya untuk melakukan aksi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.

Konotasi teroris yang menyasar kelompok-kelompok Islam karena ulah oknum muslim radikal yang memanfaatkan ajaran agama tertentu hanya untuk merusak citra Islam di mata agama lain. Praktik Islam dengan cara jihad ekstremisme kekerasan merupakan tindakan yang biadab, dan keji. Dan teroris Islam tersebut menunjukkan pemahaman mereka masih dangkal.

Dalam konferensi pers di istana negara, Presiden RI Joko Widodo mengatakan, Indonesia mengecam keras pernyataan Presiden Prancis yang menghina agama Islam yang melukai perasaan umat Islam di seluruh dunia yang bisa memecah belah persatuan antara umat beragama di mana dunia sedang butuh persatuan dalam menghadapi pandemi Covid-19 (31/10/2020).

Pesan Jokowi terhadap Macron memperjelas bahwa tidak ada korelasi Islam dengan teroris, karena dalam konteks agama apa pun yang namanya kekerasan itu hanya memicu adanya budaya kematian yang sebenarnya dalam semua agama berlaku. Sehingga, teroris Islam adalah oknum yang menghendaki toleransi dan persatuan agama ini terpecah belah.

Sesat Pikir Teroris Islam

Pemikiran Emmanuel Macron terkait hubungan Islam dan terorisme tampak memojokkan doktrin agama tertentu. Dan, statement tersebut mengeneralisir bahwa Islam ibarat agama yang menakutkan karena stigma negatif tentang kekerasannya. Padahal, ucapan yang mengidentifikasi teroris Islam demikian dapat mengikis toleransi agama, dan persatuan.

Oleh karena itu, terorisme merupakan tindakan yang dilarang oleh syariat, sebab, perbuatannya adalah tindakan yang melebih batas-batas kemanusiaan. Sebagaimana semua agama khususnya Islam telah menempatkan derajat kemanusiaan sebagai bukti bahwa manusia memiliki tanggung jawab besar untuk saling memuliakan dan menghormati manusia.

Gus Dur alias Abdurrahman Wahid sebagai intelektual Islam sekaligus Presiden RI ke-4 sering membuka suara soal pentingnya Islam dan kemanusiaan. Teori ini amat popular yang tujuannya untuk meminamilisir konflik, dan kekerasan yang mengatasnamakan agama. Salah satu kekerasan yang masih eksis adalah terorisme yang memakai simbol Islam.

BACA JUGA  Cara Berislam dengan Damai

Menurut Zuhairi Misrawi dalam tulisannya (Islam dan Terorisme: 2011), terorisme dalam bahasa Arab disebut al-irhab.  Istilah tersebut digunakan al-Quran untuk melawan “musuh Tuhan” (QS. 8: 60).  Karenanya,  kalau kita mencermati  gerakan Islam Politik,  pandangan fundamentalistik dan gerakan radikalistik seringkali digunakan untuk melawan “musuh Tuhan”.  Bagi  mereka,  barat disebut sebagai  salah satu simbol musuh Tuhan.

Pendapat Zuhairi menjadi titik terang bahwa pernyataan Emmanuel Macron sangat tak berdasar jika menuduh teroris itu Islam. Pada kenyataannya, Islam sangat masif dibajak oleh kelompok-kelompok Islam radikal yang setiap gerakan politik mereka selalu melalui jalur kekerasan sebagai arus utama. Praktik keberagamaan demikian yang harus dianggap sesat.

Modal Kemanusiaan

Dalam buku Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Moderasi Beragama: 2019), pertemuan Paus Fransiskus dengan Imam Besar al-Azhar, Syekh Ahmad el­-Tayyeb (04/02/2019) telah menghasilkan dokumen persaudaraan kemanusiaan (human fraternity document), yang di antara pesan utamanya menegaskan bahwa musuh bersama kita saat ini sesungguhnya adalah ekstremisme akut (fanatic extremism), hasrat saling memusnahkan (destruction), perang (war), intoleransi (intolerance), serta rasa benci (hateful attitudes) di antara sesama umat manusia, yang semuanya mengatasnamakan agama.

Dalam konteks ini, teroris Islam hanya sebuah konotasi yang muncul dalam benak seseorang yang tidak mampu melihat dan memahami Islam secara secara kompleks dan objektif. Karena itu, Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang mengajak para pemeluknya untuk bersikap lemah lembut. Bahkan, ia menganjurkan saling merajut persaudaraan kemanusiaan.

Untuk memutus mata rantai tuduhan teroris Islam, dan mencegah kekerasan atas nama agama dapat melalui gagasan Islam moderat (Islam Wasathiyah) yang kerap digaungkan oleh forum besar keagamaan yaitu Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah. Transformasi Islam yang dibawa keduanya merupakan representasi simbol keislaman yang tidak ekstrem kanan maupun kiri.

Akhirnya, wacana Islam moderat tampak mampu menggeser intoleransi dan kekerasan atas nama agama. Karena tujuan tersebut sebagai sebuah solusi bagi Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia untuk mempromosikan Islam yang berorientasi pada keadilan, dan kemanusiaan. Prinsip Islam tersebut guna mendorong adanya kehidupan yang harmonis.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru