Harakatuna.com – Narasi khilafah di Indonesia terus dijaga dengan militan oleh para aktivisnya. Mereka tak sekadar mendakwahkan ideologi , tetapi juga berupaya memonopolinya di tengah masyarakat. Di berbagai kesempatan, mereka memanfaatkan ruang publik, baik di dunia nyata maupun di ranah digital, untuk mendiseminasi gagasan khilafah sebagai sistem alternatif bagi Indonesia. Ironisnya, mereka mengabaikan realitas sosial-politik dan budaya—meletakkannya ke tempat sampah.
Gerakan yang menarasikan khilafah sebagai solusi ideal selalu berujung pertentangan dengan kultur dan falsafah kebangsaan. Tak jarang, berbagai aksi yang mereka lakukan justru menimbulkan kegaduhan dan memicu keresahan. Ada bukti nyata bahwa mereka konsisten jualan ideologi radikal ke tengah masyarakat. Mereka ingin menampilkan khilafah bukan sekadar sebagai gagasan, tetapi sebagai agenda politik yang harus diperjuangkan dan diinstitusionalisasikan.
Lebih dari itu, ketika narasi khilafah mendapatkan kritik, para pendukungnya merespons dengan agresif. Mereka mengklaim bahwa siapa pun yang menolak khilafah adalah pembenci hukum Allah; keimanan dan ketakwaannya dipertanyakan. Cara berpikir tersebut mempolarisasi umat dan mengkotak-kotakkan masyarakat antara yang dianggap beriman dan tidak. Mereka berusaha membangun opini bahwa menolak khilafah berarti menolak Islam itu sendiri. Padahal tidak.
Bangsa Indonesia sudah memiliki sistem yang mapan dalam menjaga kedaulatan dan persatuannya, yakni Pancasila. Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan ideologi formal sekaligus kesepakatan kolektif yang lahir dari proses panjang perjuangan kebangsaan. Pancasila tak bertentangan dengan Islam, bahkan telah mengakomodasi prinsip keadilan, persatuan, dan kemanusiaan yang selaras dengan ajaran agama. Pancasila adalah pilar utama stabilitas bangsa.
Jika melihat sejarah, konsep kekhalifahan sudah selesai sejak era Khulafaur Rasyidin. Setelahnya, sistem pemerintahan berkembang dalam bentuk kerajaan, kesultanan, dan negara-negara bangsa dengan model politik yang beragam. Indonesia pun memilih jalannya sendiri dengan membangun sistem negara berbasis Pancasila. Pilihan ini bukan tanpa alasan, tetapi merupakan keputusan yang diambil dengan mempertimbangkan realitas sosial, budaya, dan politik yang ada.
Namun, upaya untuk memaksakan khilafah tetap menjadi agenda kelompok tertentu. Mereka berusaha membangun narasi bahwa khilafah lebih unggul dibandingkan sistem yang sudah ada; demokrasi. Sayangnya, dalam propaganda tersebut, mereka kerap mengabaikan kenyataan bahwa tak ada satu pun negara di dunia yang berhasil menerapkan khilafah dalam bentuk ideal. Sejarah mencatat, sistem kekhalifahan setelah khulafaurrasyidin banyak diwarnai konflik internal, perang saudara, dan perebutan kekuasaan.
Maka, menjadi tugas bersama bagi seluruh elemen bangsa untuk menghentikan eksploitasi aktivis khilafah terhadap sosial-politik Indonesia. Penguatan kontra-narasi harus terus dilakukan agar masyarakat memiliki pemahaman yang lebih utuh mengenai isu ini. Literasi terhadap sejarah khilafah dan Pancasila harus semakin diperluas agar tidak ada celah bagi kelompok-kelompok tertentu untuk menggiring opini secara sepihak.
Negara juga harus lebih tegas dalam menyikapi gerakan yang mencoba memanfaatkan demokrasi untuk merongrong sistem yang sudah mapan. Propaganda khilafah bukan sekadar wacana intelektual, tetapi memiliki konsekuensi sosial-politik yang berdampak pada stabilitas nasional. Maka, regulasi yang ketat perlu ditegakkan untuk memastikan bahwa tak ada ruang bagi upaya delegitimasi Pancasila dan NKRI.
Lebih jauh, upaya deradikalisasi harus terus digencarkan. Mereka yang pernah terjerumus dalam ideologi radikal pejuang khilafah perlu diberi ruang untuk kembali ke pangkuan NKRI, bukan sebagai orang yang tobat an sich, tetapi juga sebagai agen perubahan yang dapat mencegah orang lain mengikuti jalan yang sama. Namun, kewaspadaan juga diperlukan terhadap infiltrasi yang dilakukan secara terselubung. Pokoknya, semua celah harus ditutup rapat.
Akhirnya, perlawanan terhadap monopoli narasi khilafah adalah perjuangan mempertahankan NKRI. Pancasila telah terbukti sebagai sistem yang mampu menjaga keberagaman dan persatuan bangsa. Maka, tugas kita bersama adalah memastikan tak ada celah bagi ideologi transnasional yang ingin menggantikan tatanan yang telah dibangun dengan susah payah oleh para founding father.
Indonesia bukan negeri eksperimen ideologi, tetapi bangsa yang telah matang dengan sistemnya sendiri. Artinya, negara ini tak butuh khilafah. dan segala bentuk eksploitasi aktivis khilafah terhadap sosial-politik NKRI wajib dihentikan. []