Harakatuna.com. Tangerang – Mantan narapidana terorisme (napiter), Irhan Nugraha mengingatkan warga untuk waspada terhadap ideologi ekstrem yang berpotensi memecah belah bangsa, khususnya setelah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Menurutnya, masa pasca-Pilkada merupakan periode yang rentan terhadap provokasi, berita bohong, serta narasi kebencian yang dapat memicu konflik sosial.
“Jangan mudah terprovokasi oleh oknum-oknum yang sengaja memecah belah kesatuan dan persatuan bangsa, NKRI harga mati,” ujar Irhan dalam keterangannya yang disampaikan kepada media pada Kamis (28/11/2024).
Irhan yang juga Ketua Yayasan Banten Peduli Umat (BPU) ini menyebutkan, ideologi seperti khilafah dan takfiri dapat mengancam stabilitas negara jika tidak diantisipasi. Maka dari itu, dia meminta warga menjaga kondusivitas setelah Pilkada Serentak 2024.
“Pemilu bukan perbuatan kesyirikan dan kekafiran, kita harus intropeksi, yang salah harus diperbaiki,” kata dia.
Irhan pun mengaku pernah terjerumus dalam ideologi ekstrem yang bertentangan dengan prinsip demokrasi, yaitu khalifah dan tafikri. Namun, dia memilih meninggalkan ideologi tersebut dengan mengikuti program deradikalisasi pemerintah. Dari program itu, Irhan menyadari adanya kekeliruan dari ideologi ekstrem.
Irham kini aktif mengajak masyarakat untuk memahami bahwa demokrasi sejalan dengan ajaran Islam. Bahkan, ia menyoroti konsep ahlul halli wal aqdi pada masa kekhalifahan sebagai bukti bahwa pemilihan pemimpin merupakan bagian dari syariat Islam.
“Demokrasi adalah bagian dari ajaran syariat Islam, jadi kita boleh memilih,” tegas Irhan.
Oleh karena itu, Irhan berharap tak ada keributan usai Pilkada 2024. Dia ingin, momen pasca-Pilkada dapat mempererat persaudaraan, bukan memupuk perpecahan.