29 C
Jakarta
Array

Efek Buruk Makan dan Minum (2)

Artikel Trending

Efek Buruk Makan dan Minum (2)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Salah satu penafsiran dalam Tafsîr al-Thabarî yang diriwayatkan oleh al-Sudi dan Ibnu Zaid menerangkan bahwa yang dimaksud dengan ‘melewati batas’ dalam QS al-Aʻraf [7]: 31 adalah melewati batas kehalalan makanan atau minuman sehingga masuk dalam ranah haram. Pastinya jika dikaji lebih dalam pelarangan melewati batas halal-haram makan dan minum ini mempunyai efek buruk bagi yang melanggarnya baik disadari maupun tidak.

Sejumlah ayat lainnya secara jelas memerintahkan kita untuk menjaga kehalalan apapun yang masuk ke dalam tubuh kita. Setidaknya tidak kurang dari tiga ayat yang secara terang mengaitkan halal dengan perintah makan, yakni QS Al-nahl [16]: 114, QS Al-maidah [5]:88, Al-Baqarah [2]: 168.

Menariknya setiap redaksi halal dalam tiga ayat tersebut bergandengan dengan redaksi thayyiban (baik, bagus enak, lezat), seakan-akan al-Quran menegaskan kelezatan dan kebaikan makanan ada pada kehalalannya. Sebenarnya pembicaraan al-Quran mengenai perintah kehalalan makanan tidak terbatas pada tiga ayat tersebut. Masih banyak lagi ayat lainnya dengan berbagai macam redaksi yang semua intinya melarang mengonsumsi makanan haram dan perintah makan makanan halal.

Berbicara mengenai keharaman makanan dan minuman, kita akan dihadapkan dua macam haram. Adakalanya keharaman itu berasal dari zat dan benda makanan atau minuman itu sendiri seperti daging babi, minuman beralkohol dan lainnya. Sebab hukum asal makanan dan minuman itu sudah haram. Selanjutnya keharaman juga bisa timbul sebab cara mendapatkan makanan atau minuman dengan illegal seperti mencuri, mengambil yang bukan haknya dan lainnya. Meskipun hukum asal makanan atau minuman yang dicuri itu halal misalnya buah mangga curian.

Mengonsumsi makanan minuman yang tidak halal, di samping mempunyai efek buruk bagi kesehatan fisik juga berdampak buruk bagi kesehatan rohani. Jika dicermati lebih dalam makanan minuman haram mengakibatkan beberapa efek buruk diantaranya:
Pertama, malas ibadah. Ini sudah menjadi hal masyhur di kalangan para sufi. Sebab menjaga diri hal haram (waraʻ) merupakan salah satu langkah yang harus di tempuh oleh mereka. Salah satunya ungkapan seorang sufi bernama Sahl al-Tustari, “Orang makan sesuatu yang haram, otomatis seluruh anggota tubuhnya akan mudah tergerak bermaksiat. Baik punya niatan melakukannya ataupun tidak. Sementara orang yang makanannya halal, anggota tubuhnya akan mudah bergerak untuk ibadah dan amal kebaikan”.
Kedua, amal ibadahnya sulit diterima. Dalam riwayat Sahîh Muslim yang berasal dari sahabat Abu Hurairah ra, Nabi saw pernah bersabda, “sesungguhnya Allah swt itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik”. Sementara al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus meriwayatkan dari Ibnu Masʻud, “Orang yang makan sesuap dari barang haram shalatnya tidak akan diterima selama 40 malam”, riwayat ini oleh al-ʻIraqy dinilai sebagai hadis munkar. Sebenarnya urusan diterima tidaknya amal ibadah itu murni hak preogratif Allah swt. Malas ibadah yang disebabkan makanan haram tentu juga menyebabkan pelaksanaan ibadah yang asal-asalan apalagi merasakan rasa khusyuk dan ikhlas dalam menjalankan shalat.
Ketiga, doanya sulit dikabulkan. Riwayat dalam Sahîh Muslim menuturkan, Nabi saw pernah menceritakan orang yang semua kebutuhan hidupnya diliputi oleh keharaman, bagaimana bisa doanya dikabulkan oleh Allah swt. Sementara riwayat Ibnu Abbas dalam Mu’jam al-Thabrânî menceritakan pesan Nabi saw untuk menjaga kehalalan makanan pada Saad bin Abi Waqqas yang minta didoakan oleh Nabi saw agar doanya mudah dikabulkan.
Keempat, mengotori hati. Barang haram pastilah kotor. Kekotoran itu sangatlah dimungkinkan dapat merusak kebersihan hati seseorang jika kotoran itu dimasukkan ke dalam tubuh. Sebaliknya kehalalan makanan dapat menjaga kebersihan hati. Bahkan juga dapat membersihkan hati yang mulai berkarat. Sebab makanan halal membawa cahaya bersih bagi hati seseorang yang senantiasa menjaga kehalalan makanannya selama 40 hari. Keterangan ini diwartakan oleh Abu Nuʻaim dalam Hilyah al-Awliyâdari Abu Ayub.
Kelima, memudahkan jalan ke neraka. Orang yang telah terbiasa mengonsumsi makanan haram lambat laun makanan itu akan tumbuh menjadi energi negatif baginya. Daging, darah dan seluruh organ tubuh akan tumbuh berkembang dengan kekotoran makanan haram tersebut. Dalam riwayat al-Tirmidzi dan al-Baihaqi disebutkan setiap daging yang tumbuh berasal dari barang haram, neraka tempat yang pantas baginya. (Ali Fitriana)       

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru