30.1 C
Jakarta
Array

Edukasi Perdamaian Berbasis Kebudayaan

Artikel Trending

Edukasi Perdamaian Berbasis Kebudayaan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

“Perdamaian bukanlah ketidakhadiran peperangan semata; namun ia adalah sebuah nilai setonggak karakter, kebaikan, dan keadilan sejati.” Demikianlah, ungkapan Baruch Spinosa (1632-1677) dalam memaknai hakikat perdamaian.

Hakikat perdamaian memang dipandang perlu untuk difahami secara dalam dan tajam. Sebab perdamaian merupakan bias yang sesungguhnya dicita-citakan kehadirannya oleh segenap kalangan.

Akan tetapi, nilai sebuah perdamaian terkadang juga selalu tereksploitasi oleh beragam kepentingan, keserakahan, dan keegoisan, sehingga tatanan demikian harus segera dipulihkan. Melalui itu, setonggak perdamaian terkadang tak bernilai harganya demi meraih sepenggal kekuasaan dan ketamakan yang berada di ujung pangkal hati setiap insan.

Lewat sporadisme ego ke-akuan dan sepintal kenaifan manusia terkadang mampu membuat indahnya kerukunan yang terbalut dalam dimensi perdamian tergadaikan. Banyak kisah perpecahan dan peperangan yang sesungguhnya mampu kita jadikan pelajaran untuk membangun kehidupan perdamaian Indonesia ke depan.

Tengoklah Rwanda yang hampir satu juta orang tewas akibat perbedaan etnis di tahun 1994. Bisa kita amati pula Suriah yang telah menewaskan ratusan ribu manusia dan tak sedikit pula masyarakat yang kehilangan tempat tinggal beserta keluarganya. Bahkan di tahun 2015 lalu, bisa kita tengok juga negara Yaman yang hancur akibat terprovokasi isu-isu SARA hingga mengakibatkan negara yang pernah berperan dalam peradaban dunia itu luluh lantah akibat kebencian yang melanda. Belakangan, negara Palestina juga menjadi korban akibat kebengisan tergadaikannya perdamaian.

Di Indonesia, juga banyak perihal yang sepadan untuk mengisahkan sporadisme perdamaian yang terjual akibat tak begitu mengerti tentang indahnya perbedaan. Perang sampit yang terjadi beberapa tahun lalu, upaya pengeboman yang terjadi di berbagai wilayah yang mengatasnamakan motif keagamaan dan beragam hal lain yang senafas dengan kenyataan itu menambah wawasan tentang pentingnya membangun perdamian. Melalui ironisme itu, upaya pendidikan perdamaian sesungguhnya perlu dihadirkan dalam memaknai perdamaian yang sering kali menghilang.

Dalam konteks ini, Taat Wulandari (2012) juga pernah mengatakan tentang betapa pentingnya pedidikan perdamaian bagi setiap insan. Sebab krisis multidimensi menurutnya masih menjadi hal tabu yang dianggap melenceng dari kehidupan. Alih-alih heterogensi masyarakat terkadang juga masih dianggap naif dan tak bisa disejajarkan. Meski itu hanya berlaku bagi sebagian kalangan, namun sesungguhnya itu termasuk ancaman yang sangat membahayakan.

Edukasi Kebudayaan

Benar apa yang dikatakan oleh Taat Wulandari demikian, bahwa masyarakat Indonesia sangat membutuhkan edukasi perdamaian untuk membangun perdamaian berkelanjutan. Melalui itu, banyak harapan bisa disematkan demi terwujudnya kedaulatan mandiri yang mengesampingkan kenaifan dan ketamakan.

Terlepas dari pentingya perihal demikian, huru hara yang menyangkut keberagaman, kebhinekaan, dan kedamaian abadi memang sangat sensitif untuk dibicarakan. Bahkan, hal itu juga terkadang menjadi simbol-simbol yang mengancam disintegrasi berbangsa dan bernegara.

Apalgi khitoh kehidupan yang telah menjalar di Indonesia dikarunia kebhinekaan yang tak pernah bisa diungkapkan. 17.000 lebih pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan Miangas hingga Pulau Rote.

Dengan jumlah penduduk yang didominasi 250 juta jiwa yang terdiri dari 1128 suku bangsa, dan ditopang 750 bahasa daerah menjadi hierarki yang berharga bagi bangsa Indonesia.

Adalah penting simbol perdamaian yang termaktub dalam semboyan bhineka tunggal ika ditegakkan kembali untuk meredamkan amarah kepentingan yang memicu peperangan dan perpecahan antar golongan. Seperti yang penulis sampaikan di atas, bahwa basis pendidikan tentu tak hanya termaktub dalam lembaga pendidikan yang terhimpun dari Paud sampai perguruan tinggi saja.

Banyak upaya pendidikan yang pada dasarnya dapat kita sematkan untuk membangun haluan baru dalam memahami kebhinekaan Indonesia. Pendidikan berbasis kebudayaan misalnya. Dalam kaitannya dengan ini, pendidikan berbasis kebudayaan sesungguhnya bisa dilaksanakan dengan beragam aplikatif, termasuk wahana wisata sekalipun (Saiful Anwar: 2018). Yang terpenting, pendidikan demikian berorientasi untuk menumbuhkan semangat baru dalam basis pengetahuan tentang ke-Indonesiaan.

Sebab tentu mengenal kedaulatan kebudayaannya sendiri adalah keniscayaan yang semestinya dimiliki oleh masyarakat. Apalagi dengan kenyataan tentang perpecahan golongan dan beragam hal lain yang berorientasi untuk menunggalkan heterogensi kebudayaan Indonesia, maka pendidikan perdamaian yang berbasis kebudayaan sangat perlu diletakan dalam bingkai yang apik dan baik.

Tujuannya, selain menguatkan literasi kebangsaan yang berbasis kebudayaan bagi masyarakat,—terlebih anak-anak—pendidikan ini juga berorientais untuk memupuk solidaritas kebangsaan yang terhimpun atas beragam golongan. Melebihi itu, basis kebudayaan juga akan menambah wawasan baru untuk menjalin tali persaudaraan yang semakin dalam.

Semakna dengan itu, Negarawan India Jawahalel Nehru juga pernah mengatakan bahwa, budaya akan membangun semangat dan pikiran kita.

Karena itulah, jika anak bangsa mengerti tentang betapa penting nilai kebudayaan yang dimiliki oleh setiap negara, maka mereka akan menjadi generasi yang tak hanya menunduk pada kenaifan dan kepentingan semata. Akan tetapi, mereka akan belajar menjadi generasi yang tahu tentang betapa indahnya perbedaan dan kebhinekaan. Melalui budaya, mari kita rangkum semangat persatuan dan kesatuan yang hakikatnya untuk membangun Indonesia ke depan.

Progresifitas pendidikan melalui kebudayaan merupakan salah satu jalan yang bisa kita ambil untuk mengenalkan hakikat kebangsaan agar tak luput dari semangat keberagaman, kebhinekaan, dan ke-Indonesiaan.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru