34 C
Jakarta

Duh, Indahnya Saling Memaafkan di Hari yang Fitri

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanDuh, Indahnya Saling Memaafkan di Hari yang Fitri
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bulan Ramadhan begitu cepat berlalu. Semua hari meninggalkan kenangan selama kaum muslimin berikhtiar. Kini tibalah hari lebaran Idul Fitri. Hari sekali dalam setahun. Hari di mana kaum muslimin menyulam benang amal menjadi pakaian takwa. Wajah berseri-seri. Di hari besar ini semuanya sama: sama-sama makhluk Tuhan yang merasakan kegembiraan, melihat senda gurau bersama keluarga, dan menghempaskan benih-benih kekecewaan.

Dalam Qs. Ali Imran/3: 64, yang artinya: Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada Kalimat Sawa’, suatu kalimat (ketetapan), yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.

Ayat tersebut menguraikan perintah kepada orang Yahudi dan Nashrani agar berpegang teguh pada Kalimat Sawa’. Apa itu Kalimat Sawa’? Dalam tafsir Taisir al-Karim ar-Rahman as-Sa’di memahami bahwa Kalimat Sawa’ adalah ketetapan yang disepakati oleh para nabi dan para rasul. Tiada satupun yang menolak ketetapan ini selain para pembangkang (al-mu’anidun) dan orang yang tersesat (adh-dhallun). Ketetapan ini, menurut Ibnu al-Juzayy, adalah suatu keadilan. Karena itu, perbedaan anutan, apalagi hanya perbedaan pemahaman, dapat dipertemukan dengan ketetapan ini.

Bila Allah Swt. memerintahkan Nabi Muhammad Saw. untuk berpegang teguh pada Kalimat Sawa’ guna mempertemukan perbedaan, maka perintah itu tidak hanya selesai sampai di sana, namun juga harus diaplikasikan dalam setiap kehidupan semua umat yang seringkali dihadapkan dengan aneka konflik yang tak kunjung berkesudahan. Banyak konflik yang mengglobal di era mutakhir ini. Tentu, konflik yang banyak mengiris hati adalah pesta politik. Seperti jargonnya, “Tidak ada teman abadi dalam politik,” politik banyak menumpahkan darah dan memecah persatuan. Melihat kenyataan ini, seakan kiamat sedang di ambang pintu. Karena, gaya politik yang tidak sehat adalah hal yang terlarang dalam Islam. Islam tidak menghendaki politik yang dibumbui ujaran kebencian (hate-speech), hoax, dan fitnah. Islam menganjurkan pemeluknya berkompetisi dengan sehat, sehingga Islam akan tetap teguh dan maju.

Pada hari lebaran yang fitri hendaknya umat Islam menyucikan hati yang kotor menjadi bersih, mengembalikan momen kebersamaan setelah sekian lama berpecah belah, dan menyulam kasih sayang yang lama terkubur. Bila Idul Fitri adalah momen yang mempertemukan perbedaan, maka hari besar ini dapat disebut Kalimat Sawa’ yang dimaksudkan dalam ayat tersebut. Saat dan sesudah lebaran berlangsung, tidak lagi terdengar kubu Cebong yang fanatik pada Sekte Jokowi-Makruf dan kubu Kampret yang menuhankan sekte Prabowo-Sandi. Harapan ini semoga menjadi doa yang terkabul. Karena, Indonesia dibangun bukan sebatas kepentingan politik yang sesaat dan amat sangat sementara. Indonesia dibangun guna memediasi generasi Nabi Saw. yang mencintai akan persaudaraan, mengasihi yang lain, dan membela yang tertindas.

BACA JUGA  Kenapa Kita Harus Pilih Anies Sebagai Presiden di Indonesia?

Saat lebaran berlangsung, masih ada tradisi Nabi Muhammad Saw. yang masih tetap eksis, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Tradisi ini berupa saling memaafkan dan silaturrahmi. Dalam hadis Nabi Saw. disebutkan: Maukah aku ceritakan kepadamu mengenai sesuatu yang membuat Allah memuliakan bangunan dan meninggikan derajatmu? Para sahabat menjawab: “Tentu.” Rasul pun bersabda: “Kamu harus bersikap sabar kepada orang yang membencimu, kemudian memaafkan orang yang berbuat zalim kepadamu, memberi kepada orang yang memusuhimu dan juga menghubungi orang yang telah memutuskan silaturahmi denganmu. (HR. Thabrani)

Saling memaafkan kesalahan, lebih-lebih di hari yang fitri, merupakan perbuatan yang mulia. Saya sendiri amat sangat bersyukur melihat Jokowi dan Prabowo kembali bertemu di hari yang fitri setelah mereka berdua dipisahkan dengan pesta politik yang memanas. Kehadiran lebaran mampu mendinginkan amarah yang berkobar, mempertemukan perbedaan, dan menyambung tali persaudaraan. Di hari yang fitri ini hidayah Tuhan benar-benar bertaburan, sehingga Indonesia kembali damai. Pertemuan dua sosok ini secara tidak langsung sudah saling memaafkan dan terjalin silaturrahmi.

Saling memaafkan dan silaturrahmi adalah dua warisan Nabi Saw. yang hendaknya tetap dijaga dan dilestarikan. Karena, dua pusaka ini memiliki dampak yang amat besar terhadap masa depan bangsa. Orang yang dalam hatinya menyimpan benih dendam kepada orang lain hidupnya tidak akan tenteram, sehingga kegelisahan datang silih berganti. Ketidaktenteraman jiwa amat sangat berpengaruh terhadap pikiran seseorang. Bila pikirannya tidak sehat, segala aktivitasnya tidak sehat pula. Kesuksesan seseorang tergantung terhadap cara berpikirnya. Orang yang berpikir sempit, maka masa depannya sempit pula. Orang yang berpikir besar, maka masa depannya akan cemerlang.

Orang yang salah, bahkan sengaja berbuat salah, adalah orang yang buruk. Tapi, semua itu akan menjadi baik bila diobati dengan permohonan maaf bila berhubungan langsung dengan manusia (habl min an-nas) dan istighfar bila berhubungan langsung dengan Allah (habl min Allah). Obat maaf memang sangat ampuh dan mujarrab untuk mengurai benang yang kusut, sehingga, dengannya, tidak ada hati yang dibalut dendam. Apalagi, kesalahan itu diobati dengan silaturrahmi. Tentu, tidak lagi ada hati yang terluka kerena kecewa, tidak ada wajah yang cemberut karena marah, dan tidak ada ikatan yang terputus karena perselisihan. Maka, Hari Raya Idul Fitri adalah momen yang tepat untuk merangkul persatuan sebagaimana tersebut dalam firman-Nya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Qs. Ali Imran/3: 103). Minal aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin. Selamat Hari Raya Idul Fitri, kawan![] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru