25.6 C
Jakarta

Dosakah Membakar Bendera HTI?

Artikel Trending

CNRCTDosakah Membakar Bendera HTI?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bendera hitam putih yang kerap dibawa aktivis HTI merupakan simbol gerakan pemberontakan (bughat) terhadap daulah Islamiyah (NKRI). Itulah bendera Khilafah ala HTI yang terinspirasi oleh hadits-hadits Nabi Saw tentang liwa rayah. Liwa rayah merupakan bendera simbol kenegaraan kaum muslimin pada hubungan internasional saat itu. Di Indonesia umat Islam sepakat menggunakan bendera Merah Putih sebagai simbol kenegaraan mereka. Itulah liwa rayah kaum muslimin di Indonesia. Bendera pemersatu umat dari Sabang sampai Merauke.

Sebagai muslim/muslimah yang memiliki KTP, SIM dan Buku Nikah NKRI, makan minum, menggunakan mata uang Indonesia fasilitas jalan, bandara, pelabuhan, sekolah, rumah sakit, dsb udah seharusnya aktivis HTI mengusung bendera Merah Putih. Liwa rayah kita semua. Toh Nabi Saw sendiri tidak memerintahkan umatnya menggunakan liwa rayah hitam putih yang bertuliskan dua kalimat syahadat. Bukankah semua hadits tentang liwa rayah hanya bersifat khabariyah informatif tanpa ada qarinah (indikasi) wajib menggunakannya. Sesungguhnya Nabi Saw sudah tau, perihal bendera negara diserahkan kepada sepenuhnya kesepakatan umatnya.

Aksi pamer bendera HTI di wilayah NKRI menimbulkan kegaduhan, fitnah dan memecah belah umat Islam. Bukan hanya NU, Ansor dan Banser, ormas Islam lainnya pembentuk NKRI risih dengan bendera HTI. Sudah pasti tujuan HTI mendirikan Khilafah Tahririyah termasuk bughat. Setiap kegiatan dan atribut yang mengarah kepada bughat dihukumi haram. Sesuai kaidah ushul fiqih yang juga diadopsi HTI yang berbunyi: al-washilatu ila harami muharramah aw haramun.

Langkah-langkah Banser menindak peragaan bendera HTI tidak lain dan tidak bukan demi menjaga persatuan dan kesatuan umat, bangsa dan negara. Yang demikian itu sesuai dengan maqashidusy syariah yakni hifdzul umat, mujtama wa daulah. Inilah esensi dari penerapan syariah.

Utsman Membakar al-Qur’an

Pada saat terjadi perang irminiyah  dan perang adzrabiijaan, Hudzaifah Ibnul Yaman yang saat itu ikut dalam dua perang tersebut melihat perbedaan yang sangat banyak pada wajah qiraah beberapa sahabat. Sebagiannya bercampur dengan bacaan yanag salah. Melihat kondisi para sahabat yang beselisih, maka ia melaporkannya kedapa Utsman radhiyallahu ‘anhu. Mendengar kondisi yang seperti itu, Utsman radhiyalahu ‘anhu lalu mengumpulkan manusia untuk membaca dengan qiraah yang tsabit dalam satu huruf (yang sesuai dengan kodifikasi Utsman). (lihat mabaahits fi ‘ulumil Qur’an karya Manna’ al Qaththan: 128-129. Cetakan masnyuratul ashr al hadits).

Setelah Utsman radhiyallahu ‘anhu memerintahkan kepada sahabat untuk menulis ulang al Qur’an, beliau kemudian mengirimkan al Qur’an tersebut ke seluruh penjuru negri dan  memerintahkan kepada manusia untuk membakar al Qur’an yang tidak sesuai dengan kodifikasi beliau. (lihat Shahih Bukhari, kitab Fadhailul Qur’an bab jam’ul Qur’an, al Maktabah Syamilah)

Perbuatan Utsman disepakati oleh Ali Ibnu Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Beliau dengan tegas berkata:

لو لم يصنعه عثمان لصنعته

“Jika seandainya Utsman tidak melakukan hal itu maka akulah yang akan melakukannya.” (lihat al Mashahif, Bab Ittifaaqun naas ma’a Utsman ‘ala Jam’il Mushaf, hal. 177).

Mush’ab Ibnu Sa’ad berkata, “aku mendapati banyak manusia ketika Utsman membakar al Qur’an dan aku terheran dengan mereka. Dia berkata, Tidak ada seorang pun yang mengingkari/menyalahkan perbuatan Utsman. (lihat al Mashahif: 178)

Ibnul ‘Arabi berkata tentang jam’ul Qur’an dan pembakarannya, “itu adalah kebaikan terbesar pada Utsman dan akhlaknya yang paling mulia, karena ia menghilangkan perselisihan lalu Allah menjaga al Qur’an melalui tangannya. (lihat hiqbatun min at tarikh : 57 dan lihat al ‘awashim minal qawashim: 80)

Demi menjaga persatuan dan kesatuan umat dalam hal qiraat (langgam) al-Qur’an saja, para Sahabat mujma’ akan kebolehan membakar mushaf yang tidak standar. Oleh karena itu  Tentu saja membakar bendera HTI yang berisi dua kalimat demi menjaga persatuan dan kesatuan umat pasti boleh, bahkan wajib. Jadi tidak ada dosa seujung rambutpun perbuatan orang yang membakar bendera HTI.

*Ayik Heriansyah, Mantan Aktivis dan Pengurus Hizbut Tahrir Indonesia

Ayik Heriansyah
Ayik Heriansyah
Mahasiswa Kajian Terorisme SKSG UI, dan Direktur Eksekutif CNRCT

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru