31.7 C
Jakarta
Array

Dosa Besar Yang Diremehkan

Artikel Trending

Dosa Besar Yang Diremehkan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dosa Besar Yang Diremehkan

Oleh: Abdul Rosyid*

Teman saya seorang guru bercerita, kalau siswanya kelas XII berkurang satu. Murid laki-laki itu tidak mau melanjutkan studinya yang hanya tinggal beberapa bulan, karena tunangannya terlanjur hamil empat bulan.

Nastaghfirullah wa natubu ilaih. Tunangan yang dimaksud untuk mengikat, justru menjadi bencana perzinaan. Saya kira kasus seperti ini terjadi tidak hanya pada kasus murid kawan saya di atas.

Sebagian masyarakat menganggap remeh dampak negatif pertunangan. Pasangan tunangan, menganggap seakan sudah sah. Padahal tunangan itu sekedar khitbah, yang belum menghalalkan. Ketika pasangan tersebut kemudian berzina, seakan-akan mendapatkan permakluman dari milliu sekitarnya. Suatu sikap meremehkan yang sangat tercela. Allah menegaskan:

وَٱلَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya)” (Qs. Al-Furqan [25]: 68)

Zina adalah dosa besar, namun banyak yang meremehkannya. Tidak hanya dalam kasus tunangan yang kebablasan, bahkan remaja-remaja yang berpacaran, menurut beberapa survei yang pernah dilakukan di beberapa kota besar, sudah berani melakukan perizanan pula. Dengan banyaknya pelaku perzinaan, berimplikasikan “rasa permakluman” pada masyarakat ketika mendengar kasus-kasus serupa.

Inilah kerusakan mental akhir zaman. Merebaknya kasus-kasus perzinaan yang sekarang ini bukan lagi domain masyarakat perkotaan, namun sudah merambah pedesaan, bisa jadi akibat dari teknologi informasi yang tidak diimbangi dengan penguatan iman dan pendalaman akhlak. Para pemuda dan remaja tidak lagi jengah mengakses  konten pornografi yang tidak lagi terbendung. Sebagian malah menjadi pelaku pornografi itu sendiri.

Lantas ke mana kita akan berlindung dan melindungi anak-anak kita dari dosa besar yang diremehkan ini? Mungkin salah satu alternatifnya adalah mengoptimalkan pendidikan agama dan akhlak mulia pada keluarga, membatasi akses media yang cenderung destruktif dan memperluas milliu yang mendidik untuk anak-anak kita. []

*Penulis adalah kolumnis dan penulis buku, tinggal di Megelang

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru