32.7 C
Jakarta
Array

Di Balik Persekusi Abdul Somad: Adakah Agenda Politik Terselubung?

Artikel Trending

Di Balik Persekusi Abdul Somad: Adakah Agenda Politik Terselubung?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebagai penceramah kondang, Ustadz Abdul Somad (UAS) memang hari ini mendapat panggung di mana-mana. Bahkan seakan-akan UAS tidak memiliki waktu senggan sama sekali demi menemani ummat.

Pembuka Bahasan Abdul Somad

Sudah sejak awal, semenjak dicurigai sebagai kepanjangantangan dari corong ideologi Khilafah HTI, ustadz yang satu ini mendapat penolakan dari lapirasan masyarakat. Tapi, hal itu tidak membuat UAS berhenti untuk membuktikan bahwa, dirinya bukan bagian dari kelompok HTI, dan perlahan issu itu mulai mereda hingga masyarakat mulai menerima kembali ceramah-ceramah UAS. Meski tidak semua masyarakat dapat menerima UAS secara lapang dada.

Namun, ada berita mengejutkan terkait pernyataan UAS. Kemarin (02/09/) UAS memposting di akun Instagramnya tentang sebuah ancaman dan intimidasi terhadap dirinya dari belbagai pihak. Kejadian tersebut ditanggapi oleh UAS dengan cara membatalkan beberapa jadwal ceramahnya yang di antaranya akan dilakukan di kota Malang, Solo, Boyolali, Jombang, Kediri, dan Yogyakarta.

Menyusul hangatnya soal gerakan tagar #2019GantiPresiden yang mengaku ada pihak aparat pemerintah melakukan tindakan persekusi terhadap Neno Warisman, sebut saja di Pekanbaru Riau (29/08) sebenarnya tidak terbukti dan itu adalah bagian kecil dari agenda terselubung di tahun politik 2019. Dengan adanya persekusi dan kasus intimidasi dengan perlahan membuat suasana Pilpres 2019 semakin memanas dan gaduh. Tentu, gejolak penolakan terhadap UAS sebagian pihak menyeretnya pada kubangan persoalan beda politik antar dua kubu.

Masih belum jelas sampai saat ini, bahwa benarkah UAS diseret untuk dijadikan salah satu kekuatan besar dalam kampanye politik di Pilpres 2019 nanti. Karena sekali saja, UAS menyatakan sikap untuk mendukung Capres-Cawapres antar kubu petahana dan oposisi, maka akan memunculkan suara baru dari masyarakat terutama para penggemar UAS yang saat ini sudah ribuan orang.

Membujuk UAS

Jelas ini menjadi sorotan dari belbagai media dan juga para politisi yang diam-diam ingin mendapatkan hati UAS. Jika kasus persekusi yang dilakukan terhadap UAS memang benar-benar karena adanya kepentingan politik maupun SARA, bukan tidak mungkin hal ini akan merugikan dan menguntungkan salah satu pihak di antara keduanya. Salah satunya, pelanggaran HAM dan mencederai sistem demokrasi di Indonesia.

Di lain pihak, bukan tidak mungkin kesempatan seperti ini disebar sebagai opini publik untuk membentuk citra pada salah satu dari kedua Capres dan Cawapres agar diklaim anti terhadap demokrasi dan Pancasila. Bahkan lebih dari sekadar itu, UAS seakan terus didekati sebagai ulama yang memiliki keberpihak terhadap oposisi, sedang itu artinya akan ada pertarungan ulama seperti yang dulu.

Bukan tidak mungkin pula rilis ulama yang pernah dilakukan MUI kemarin misalkan, menuai kontroversi antara ulama plat merah dan bukan ulama yang plat merah sampai saat ini masih rumit untuk bisa move on dari kejadian-kejadian tersebut. Jika ini bukan bagian dari permainan politik di era rezim yang sebagian dari mereka menolak karena sering ada kriminalisasi ulama, maka sebaliknya pemerintah mementalkan wacana tersebut bahwa upaya itu semata-mata untuk menyatukan para ulama dengan pemerintah. Tentu, disini tidak ada pilih-pilih ulama, entah itu ulama yang menjadi oposisi atau ulama yang dekat dengan istana.

Momentum Berita

Nampaknya, tidak cukup jika realitas politik ini diartikan begitu lurus-lurus saja, harus ada momentum dimana berita tidak selamanya benar dan tidak selamanya media memberitakan sesuai dengan fakta dan idealisme jurnalistik. Kasus persekusi yang ditimpah oleh UAS bisa saja UAS  tidak tahumenahu siapa di balik aktor itu. Meski hal itu dialamatkan kepada Banser, NU, dan PMII. Sayangnya, para ulama NU tidak gampang terprovokasi dengan upaya-upaya untuk memperkeruh suasana di momentum tahun politik yang memanas ini.

Ada sesuatu yang lebih besar yang harus dijaga oleh ummat Islam di Indonesia dari sekedar kepentingan lima tahunan, yaitu kerukunan. Sebab, kerukunan tidak hanya penting, melainkan sesuatu yang tak bisa ditawar lagi. Percayalah, kerukunan akan melahirkan kemaslahatan bagi seluruh warga Indonesia. Pilihan politik yang berbeda, jangan sampai menjadikan kita tak saling sapa dan tolong-menolong. Toh jika Anda ribut dan membela salah satu pasangan capres-cawapres, posisi tak akan berubah, tetap sebagai warga Indonesia.

Terkait saling klaim dan memonopoli kebenaran, mari kita sudahi saat ini juga! Jika semua kelompok mengaku sebagai kelompok yang paling benar, lalu siapakah yang dapat dijadikan tolok ukur kebenaran selama ini? Mungkinkah kasus persekusi ini akan ditindak lanjuti oleh pemerintah atau ada hal lain yang bisa membuat kita paham bahwa di balik kejadian tersebut ada hikmat yang lebih besar untuk diketahui oleh masyarakat Indonesia. Wallahu’lam…

*Jamalul Muttaqin, Aktivis PMII yang tinggal di Yogyakarta.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru