29.1 C
Jakarta
Array

Di Balik Celaan Warga Palestina terhadap Jurnalis Saudi Arabia

Artikel Trending

Di Balik Celaan Warga Palestina terhadap Jurnalis Saudi Arabia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Setiap kejadian tentu ada sebab musabab yang mendahului. Begitupun yang terjadi terhadap Muhammad Saud, salah seorang jurnalis asal Saudi Arabia yang dicela bahkan diludahi oleh warga Palestina ketika berkunjung ke Temple Mount, sekitar halaman masjid al-Aqso, di Kota Tua Yerusalem pada hari Senin sore kemarin. Hal ini tentu membuat umat muslim merasa terharu, khususnya bagi warga Saudi sendiri.

Seperti beberapa video yang beredar di media Arab (termasuk aljazeera), Muhammad Saud beserta rekannya berjalan santai di sekitar halaman Masjid al-Aqsa. Namun, warga pribumi (Palestina) melempari mereka dengan kursi dan batu kecil. Bahkan warga Palestina kala itu mengusir sembari mengatakan para jurnalis dengan sebutan hewan, sampah, hingga zionis. Tidak hanya itu, terlihat dalam video, dua anak warga pribumi yang meludahi wajahnya. Lalu apa yang melatar belakangi insiden tersebut?

Menguak Kejadian

Sebagai informasi, bahwa selain sebagai akademisi di Riyadh Saudi Arabia, Muhammad Saud adalah salah satu dari enam delegasi jurnalis Arab yang diundang langsung oleh Kementerian Luar Negeri Israel. Tak hanya dari Saudi, beberapa negara Arab lain juga hadir dalam undangan tersebut sepeti Iraq, Yordania, Mesir dan Emirat (UEA). Namun nama-nama delegasi negara lain tidak disebutkan oleh media.

Sebelum kunjungan ke Yerussalem, sudah tersebar hasil wawancara antara Muhammad Saud dengan media Israel bahwa Muhammad Saud memuji dan mencintai warga Israel yang baik dan  lembut. Bahkan, ia menganggap warga Israel sebagai keluarganya sendiri. Ia juga pandai berbahasa Ibrani (Bahasa warga Israel) sehingga ia sangat senang dengan lagu-lagu produk Israel, seperti yang dinyanyikan oleh Zohar Argov dan Hin Berstein.

Tentunya, Israel mengutuk keras atas tindakan kejam dan tidak bermoral yang dilakukan oleh beberapa warga Palestina tersebut. Padahal awalnya, Israel menganggap kunjungan Muhammad Saud ke Yerusalem sebagai jembatan menuju perdamaian antara Israel dan Palestina.

Disamping itu, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, pernah menegaskan komitmennya untuk menentang “Kesepakatan Abad Ini”. Kesepakatan abad ini yang dimaksud adalah rencana untuk mewujudkan perdamaian antara Israel dan Palestina. Rencana ini digagas oleh Amerika Serikat (AS) yang diplopori langsung oleh Presiden Donald Trump.

Namun, Palestina menolak karena dianganggap rencana itu tidak akan memberikan hak-hak secara penuh terhadap rakyat. Seperti halnya yang sudah terjadi, yakni mendirikan Negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kotanya, melepaskan tawanan dan memberikan kompensasi bagi para pengungsi Palestina.

Beberapa Rumor

Lantas, apa hubungannya dengan warga Palestina mencela dan memaki pengunjung asal Saudi Arabia tersebut? Dari pantauan penulis terhadap media massa yang beredar, khususnya media milik Saudi Arabia sendiri seperti al-Syarq al-Ausath dan al-Hayat, muncul rumor yang menyebutkan bahwa Saudi Arabia justru terlibat dalam proses perbincangan perihal perdamaian Israel dan Palestina versi Amerika Serikat dan Israel tersebut.

Arab Saudi sudah lama menyetujui sebuah kawasan di Yerusalem Timur yang dikenal dengan nama Abu Dis. Wilayah tersebut sudah disetujui oleh Amerika Serikat dan Israel sebagai klausul solusi dua negara. Kemudian Arab Saudi ditugaskan untuk melobi terhadap Palestina agar mengetahui dan menerima keputusan tersebut.

Arab Saudi justru dianggap telah mengambil jalur sendiri diluar negara-negara Organisasi Konfrensi Islam (OKI) yang sudah lama berjuang untuk menolak kebijakan Trump dan menyodorkan Yeruslaem Timur sebagai Ibu Kota Palestina saat merdeka nanti. Warga Arab Saudi seolah-olah dibungkam untuk tidak melakukan protes apapun, padahal para demonstrasi di dunia Islam terus meluas termasuk Indonesia dengan segala bantuannya untuk rakyat Palestina.

Arab Saudi, AS, dan Israel

Bahkan, dalam wawancara Madawi Rashed di sebuah televisi mengatakan bahwa sikap manut Arab Saudi terhadap Amerika Serikat dan Israel bisa dilihat dari sejarah masa lampau. Tepatnya setelah Deklarasi Balfour pada tahun 1917. Dari situ ditemukan sebuah dokumen resmi berisikan surat menyurat antara Raja Abdul Aziz dengan pemerintah Inggris pada tahun 30-an.

Surat tersebut berisikan bahwa Raja Abdul Aziz tidak akan pernah menentang sikap Inggris yang memberikan kedaulatan kepada Israel untuk mendirikan sebuah negara di kawasan Palestina. Bahkan ironisnya, sikap Raja Abdul Aziz tersebut disahkan dalam sebuah Fatwa keagamaan yang merupakan sikap resmi dari kerajaan pada tahun 90-an bahwa diperknankan berdmai dengan Israel. Apalagi, kedaulatan dan kemerdekaan Arab Saudi merupakan hadiah dari Inggris.

Maka dari itu warga Palestina marah besar terhadap warga Saudi yang masih menjalin hubungan erat dengan Israel. Walaupun di samping itu kita tidak tahu maksud dan tujuan kunjungan sebenarnya yang dilakukan oleh Muhammad Saud ke Yerusalem.

Alangkah idealnya, kalau semua negara Islam seluruhnya, termasuk Saudi Arabia selaku Khadimul Haramain (pengabdi dua tanah suci Makkah dan Madinah) bersatu dan saling bahu-membahu untuk mendukung kemerdekaan Palestina, seperti halnya menolak tegas kebijakan Trump dan perjanjian Israel terhadap Palestina dengan tanpa melihat kepentingan polotik masing-masing negara. Karena biar bagimanapun kemerdekaan Palestina adalah beban sejarah yang harus segera dituntaskan dan tentunya sebagai bentuk tanggung jawab sesama muslim.

Ridwan Bahrudin
Ridwan Bahrudin
Alumni Universitas Al al-Bayt Yordania dan UIN Jakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru