Harakatuna.com. Semarang – Pemerintah Kota Semarang merangkul eks narapidana teroris (napiter) untuk program deradikalisasi, salah satu bentuknya adalah talkshow berbagi pengalaman ke sejumlah sekolah SMP dan SMA di Kota Semarang dengan eks Napiter menjadi narasumber.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan pemicu program deradikalisasi milineal ini adalah berkaca pada kasus bom gereja di Makassar dan penyerangan mabes polri oleh terduga teroris yang berusia muda.
“Banyak potensi dari mereka yang sangat bermanfaat. Salah satunya adalah pengalaman masa lalunya hingga saat ini yang bisa memberi pandangan untuk adik-adik kita yang milenial bagaimana sesatnya terorisme dan radikalisme,” ungkap Hendrar.
“Tidak akan efektif kalau kita teriak-teriak lawan terorisme, perangi terorisme, tapi kita tak melibatkan sosok kuncinya. Eks Napiter inilah kuncinya untuk menyadarkan masyarakat.”
Pemkot Semarang juga memberikan kesempatan berwirausaha bagi eks napiter yang tergabung dalam Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani).
Ketua Yayasan Persadani Machmuri Hariono, Yusuf memberikan apresiasi setinggi-tingginya. Karena keberadaannya bersama rekan-rekan eks Napiter mendapat posisi yang sama oleh Pemerintah dan masyarakat.
Yusuf pun membuka diri untuk menyukseskan program-program Pemkot Semarang, khususnya deradikalisasi.
“Saya dan rekan-rekan sudah lama menantikan ini, selalu berpikir, saya sekarang jadi apa dan harus bagaimana. Jadi dengan ini, kami merasa mendapat perhatian, siap untuk melakukan deradikalisasi anak-anak milenial”, kata Yusuf.
Yusuf sendiri pernah terlibat kasus pembuatan bom dan penyimpanan senjata api serta bahan peledak sisa Bom Bali I. Selain ini pihaknya juga menjalani hukuman di di Jalan Sri Rejeki Semarang tahun 2003.
Deradikalisasi Bagi Kalangan Milinial Sangat Penting
Ia tak menampik bila dirinya dan para eks napiter butuh pekerjaan untuk dapat menafkahi istri dan anaknya. Bagi Yusuf, terorisme dan radikalisme adalah paham sesat yang tidak perlu diikuti apalagi dianut oleh masyarakat.
“Kami tidak munafik, saat ini kami butuh pekerjaan, ekonomi, terlebih saat ini masa pandemi, semua serba sulit. Saya dan rekan-rekan punya talenta dalam berwirausaha, ini yang perlu kami salurkan untuk menafkahi istri dan anak kami. Sudahlah, terorisme dan radikalisme itu sesat, sudah tidak perlu diikuti apalagi dianut”, ujar Yusuf.
Hal senada juga disampaikan Sri Puji Mulyo Siswanto, mantan teroris yang pernah menyembunyikan Noordin M Top dan Dr Azahari pada 2006 lalu.
“Ini harus jadi contoh Pemerintah di daerah lain. Eks Napiter butuh perhatian, butuh sentuhan. Mereka terkadang bingung, begitu keluar penjara, mereka mau apa, kerja apa. Hal-hal kecil ini bisa jadi besar yang kemudian akan memicu mereka kembali ke aktivitas lama,” kata Puji.
Yayasan Persadani Jawa Tengah memiliki anggota sebanyak 30 orang eks Napiter. Di Kota Semarang sendiri terdapat 7 orang eks napiter yang saat ini mencoba bekerja, mulai dari penjual bubur, sopir mobil rental hingga beternak ayam.