26.1 C
Jakarta

Deradikalisasi Jangan Dianggap Gagal

Artikel Trending

KhazanahDeradikalisasi Jangan Dianggap Gagal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebagai lembaga resmi di bawah naungan Presiden, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bertanggung jawab penuh terhadap pencegahan tindak pidana terorisme. Melalui program deradikalisasi, ada empat tahap pelaksanaan itut oleh BNPT. Pertama, identifikasi. Kedua, penilaian. Ketiga, rehabilitasi. Keempat, reedukasi dan reintegrasi sosial.

Deradikalisasi merupakan proses sebagai lawan radikalisasi. Jika radikalisasi bermakna membumikan paham radikal dalam ideologi seseorang atau kelompok, maka program itu adalah proses penyucian paham radikal anarkisme yang dimiliki tersangka, terdakwa, terpidana, narapidana, dan mantan narapidana terorisme. Khususnya pada orang atau sekelompok orang yang sudah terpapar paham radikalisme anarkis (UU No. 5 Tahun 2018).

Program deradikalisasi yang dicanangkan oleh BNPT, selama sewindu sejak dimulai pada tahun 2012 telah membuahkan dua penilaian. Adapun yang berhasil, dan tidak sedikit yang mengatakan tidak berhasil atau gagal. Indikator keberhasilannya sendiri secara normatif memang cukup sederhana. Salah satunya ketika para mantan napiter tersebut tidak lagi mengulangi perbuatan terorisme.

Namun kenyataannya, ada pula mantan napiter kembali mengulangi perbuatannya selepas keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Padahal, mereka telah menjalani proses deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT dan Kementrian/Lembaga terkait.

Deradikalisasi: Keberhasilan dan Kegagalan

Penilaian atas keberhasilan deradikalisasi ditandai dengan kembalinya mantan napiter ke jalan moderat berbangsa dan beragama. Pertobatan mereka dari sikap yang radikal anarkis ini berkat perjalanan deradikalisasi yang diikutinya selama di dalam Lapas dan berlanjut ketika mereka telah keluar Lapas.

Bahkan yang lebih mengharukan, mantan napiter justru mendapat kepercayaan sebagai tangan panjang dari aparat penegak hukum dalam upaya memberantas radikalisme dan terorisme. Misalnya, yang dilakukan oleh Haris Amir Falah. Ia merangkul beberapa ikhwan dalam sebuah komunitas untuk menyadarkan orang yang belum agar hijrah dari paham radikal teroristik. Atas hal tersebutlah, maka deradikalisasi menuai hasil positif dan berhasil.

Perlu diketahui bersama, bahwa deradikalisasi sebenarnya tidak hanya saja dilakukan di dalam Lapas. Melainkan juga di luar Lapas. Keluarnya tahanan teroris (mantan napiter) dan kembalinya mereka ke tengah keluarga dan masyarakat menjadi tantangan berat selanjutnya. Stigma negatif yang dilabelkan kepada mereka membuat ketidaknyamanan dalam masyarakat. Bahkan keluarga sendiri.

Apalagi jika kultur sosiologisnya, menempatkan mereka ke dalam kelas bawah. Akhirnya, kondisi itu menimbulkan gejolak dan kekecewaan mereka terhadap realita lapangan yang tidak menerimanya sebagai masyarakat biasa. Ini yang kemudian menjadikan mereka (mantan napiter) kembali melakukan aksi terorisme. Inilah yang dianggap sebuah kegagalan dari deradikalisasi itu sendiri. Tidak tuntas, dan menyisakan sebuah problema-problema baru.

BACA JUGA  Mengubur Egoisme Politik, Mewujudkan Indonesia Harmoni

Berpikir Objektif

Apapun yang terjadi terhadap program deradikalisasi akhinrya membuka mata kita, bahwa seluruh hal di dunia ini tentu ada kelebihan dan kelemahannya. Ada positif dan ada negatifnya. Namun, bukan berarti kita berlindung dari fakta tersebut, lalu enggan berbenah. Dalam konteks ini, tujuan akhirnya sebenarnya sangat mulia. Sebagai lembaga negara, tentu BNPT mempunyai tuntunan resmi dalam melaksanakan program-programmnya, ini merupakan ketaatannya terhadap prinsip Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.

Oleh karenanya, tidaklah pantas kita sebagai masyarakat sipil mengatakan sepenuhnya bahwa program deradikalisasi adalah semu bahkan gagal. Tidak semestinya pula kita memukul rata satu fakta dan tidak mempedulikan fakta yang lain. Tidak sedikit generasi moderat yang mengatakan bahwa deradikalisasi tidak lebih dari sekadar ‘program’ dan ‘ceremony’ belaka. Sehingga hanya berorientasi kepada rampungnya pertanggungjawaban administrasi kepada negara.

Di kalangan muslim keras, deradikalisasi justru dimaknai sebuah produk sekuler dan cenderung mendangkalkan akidah. Istilah lainnya adalah deislamisasi (Irfan Idris : 2017). Kelompok keras semacam ini secara terang-terangan menegaskan bahwa mereka merupakan salah satu target deradikalisasi itu sendiri. Yakni, orang atau sekelompok orang yang sudah terpapar paham radikal.

Sedangkan kelompok moderat, ketika membangun narasi kegagalan deradikalisasi akan menimbulkan kepuasan terhadap para jihadis yang masih berpegang teguh kepada pemahaman ideologinya. Kelompok jihadis ini kemudian seolah mendapat dukungan bahwa: deradikalisasi adalah produk gagal. Sekalipun pertimbangan kegagalan antara kelompok moderat dan kelompok keras ini berbeda. Namun tetap saja, klausul akhirnya adalah menegaskan bahwa hal tersebut gagal total.

Jika itu terjadi, maka bukan tidak mungkin orang-orang yang sedang menjalani proses deradikalisasi menjadi tidak lagi percaya dan justru menambah kebenciannya terhadap instansi negara. Ujungnya sama, kembalinya mereka dalam aksi-aksi terorisme (residivis).

BNPT juga sudah selayaknya untuk berbenah dari segala kelemahan yang telah dianalisis baik oleh tim internal maupun pihak luar. Menggandeng LSM dan lembaga lainnya untuk memperkuat nilai kebangsaan dan keagamaan yang moderat. Penilaian keberhasilan deradikalisasi tidak boleh menjadikan racun bagi BNPT apalagi terlena.

Sedangkan untuk kita sebagai masyarakat, tidak ada salahnya jika kita membantu BNPT dalam menyukseskan deradikalisasi dengan kapasitas kita masing-masing. Misalnya, melalui kontra narasi radikalisme, penyebaran paham Islam moderat, dan sebagainya. Jadi, tidak baik jika kita menilai program BNPT berdasarkan satu muka. Sebaiknya kita mengganti istilah kegagalan dengan kelemahan. Karena kegagalan bermakna universal dari program deradikalisasi.

Indarka Putra
Indarka Putra
Alumni Fakultas Syariah IAIN Surakarta, Ketua Umum Generasi Baru Indonesia (GenBI) Jawa Tengah periode 2020-2022, bermukim di Telatah Kartasura.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru