30 C
Jakarta

Demo Bela UAS dan Provokator Pemecah Belah Umat

Artikel Trending

Milenial IslamDemo Bela UAS dan Provokator Pemecah Belah Umat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Setelah UAS ditolak masuk ke Singapura, karena tidak memenuhi kriteria, masyarakat Indonesia menjadi ribut. Utamanya kelompok kanan. Para politisi juga ikut serta meramaikan perdebatan di ruang publik. Bahkan di antara mereka mencerca Singapura dan Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura.

Tercegat Peraturan

UAS yang datang hanya untuk berlibur itu (kini UAS mengaku kunjungan sosial), mendapat not to land notice, sebuah peringatan tidak boleh mendarat yang dikeluarkan oleh Immigration & Checkpoints Authority (ICA) Singapura. UAS mendapat not to land notice karena tidak memenuhi unsur-unsur aturan dan dia secara tertib seharusnya mengikuti tata aturan yang berlaku di Singapura.

Sebagai tamu, UAS memang seharusnya mengikuti adab ketimuran, yaitu kulo nuwun. Bukan memancing keributan. Tamu harus ikut wewenang tuan rumah: Singapura. Tamu tidak boleh membikin kebijakan sendiri dan mengintervensi. Tamu tidak boleh bermain api.

Dan saya setuju dengan Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi dan Kepala Biro Humas Ditjen Imigrasi Indonesia, bahwa alasan otoritas Imigrasi Singapura menolak UAS itu sepenuhnya kewenangan Singapura. Dan Alasan Singapura menolak UAS yang tahu Singapura (Detiknews, 20/5/22). Bukan Indonesia.

Maka jika ada golongan yang demo ke kedutaan Singapura sekadar masalah receh UAS, ini sangatlah lucu. Mengapa lucu, karena mereka mengaku bela ulama. Pertanyaannya siapa yang melecehkan ulama? Singapura?

Hari ini orang yang bergabung dalam Pertahanan Ideologi Sarekat Islam (Perisai) menggelar demo di Kedutaan Besar (Kedubes) Singapura untuk Indonesia di Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka menuntut dan mengancam Kedubes Singapura. Mereka membawa Toa, alat peraga, bendera dan lainnya. Mereka diperkirakan berjumlah 20 orang.

Tuntutan Tidak Masuk Akal

Yang mereka tuntut, mengutip detiknews, setidaknya ada tiga tuntutan. Pertama, mengecam dan mengutuk keras atas tindakan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh Imigrasi Singapura terhadap Ustaz Abdul Somad. Kedua, meminta Kedutaan Besar Singapura yang ada di Indonesia untuk memberikan klarifikasi dan meminta maaf secara terbuka. Ketiga, usir Duta Besar Singapura karena telah mengusir Ustaz yang dihormati oleh rakyat Indonesia.

BACA JUGA  Tahun 2024: Masihkah Ada Harapan Baik Bagi Bangsa Indonesia?

Dari tiga tuntutan di atas, adakah yang masuk akal dalam konteks penolakan UAS? Tidak ada. Apakah jika Singapura menolak tamu karena alasan yang pasti bisa disebut sebagai perbuatan tidak menyenangkan? Tidak, karena sebuah negara, ia harus berdiri dan mati-matian menjaga tata tertib yang sudah diberlakukan selama ini.

Mengenai tuntutan kedua, jika Kedutaan Besar Singapura diminta memberikan klarifikasi dan meminta maaf secara terbuka, bukankah kedutaan Singapura telah memberikan klarifikasi secara detail. Kedutaan Singapura telah memberikan klarifikasi bahwa UAS dianggap menyebarkan ajaran ekstremis, segregasi, mengkafirkan, membolehkan bom bunuh diri, dan menyalahkan agama lain seperti pernah sebut salib kristen rumah jin kafir, dank arena alasan itu Singapura menolaknya. Apakah ini bukannya klarifikasi yang sangat terbuka?

Perisai menyuruh untuk mengusir Duta Besar Singapura karena telah mengusir Ustaz UAS adalah pernyataan yang memalukan. Pertama, Singapura tidak mengusir tapi menolak karena di atas, serta UAS tidak memenuhi kriteria. Artinya UAS yang bermasalah bagi negara Singapura. Bukan sebaliknya.

Alasan Timpang

Berdemo dengan alasan-alasan receh tersebut lebih banyak madharatnya, ketimbang maslahatnya. Berdemo dengan temeng membela ulama, menjadikan muslim Indonesia tercoreng namanya. Karena sampai sekarang ini, tidak ada ulama yang dilecehkan, kecuali ulama tersebut melecehkan sebuah aturan dan oknumnya.

Mengajak orang untuk berdemo sekadar untuk mencari sensasi dan membenci adalah pekerjaan provokator yang suka memecah belah bangsa. Mengaku umat Islam tapi melakukan pekerjaan-pekerjaan provokatif, sungguh sangat disayangkan. Dan berbahaya.

Umat Islam bakal terkesan jelek, berbahaya, dan teksesan mengajarkan ekstremisme. Muslim Indonesia dihormati di seluruh penjuru negara karena toleransinya, bukan ekstremismenya. Oleh sebab itu, menjadi muslim Indonesia harus siap untuk menjadi toleran. Bukan menjadi muslim intoleran, apalagi ekstrem radikal.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru