29.7 C
Jakarta

Delegitimasi Pemerintah, Siasat Media-media Hoax di Sekitar Kita

Artikel Trending

EditorialDelegitimasi Pemerintah, Siasat Media-media Hoax di Sekitar Kita
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Selama Ramadhan kemarin, berdasarkan data Alvara Research Center, dari 701 responden, sebanyak 79,6% masyarakat rutin menonton/mendengarkan ceramah agama. Namun demikian, topik radikalisme hingga ekstremisme terhadap pemerintah, juga khilafah, tidak memiliki panggung sepersen pun. Tentu saja kabar gembira tersebut patut kita syukuri bersama.

Ada lima tokoh yang sering ditonton/didengar: Ustadz Abdul Somad (18,6%), Gus Baha (15,7%), Gus Mus (8,3%), Aa Gym (5,1%), dan Quraish Shihab (4,9%). Amal ibadah Ramadhan, fikih kehidupan sehari-hari, pengajian kitab, ilmu akidah, dan ilmu tauhid menjadi lima topik favorit. Yang mencengangkan, medianya, YouTube menempati posisi kedua, hanya selisih 0,9% dari televisi.

Survei Alvara memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Bisa jadi. Akan tetapi, sentimen netizen bersifat dinamis. Kita tahu, selama Ramadhan, dakwah-dakwah Khilafah Channel juga tak kalah masifnya, dan ditonton ribuan kali. Bukan mustahil, persentase tinggi YouTube dalam survei juga dipengaruhi tingginya konten buruk yang jadi tontonan. Pemerintah, dalam hal ini, adalah topik kunci.

Narasi-narasi khilafah selama ini tidak sekadar berupa indoktrinasi, melainkan juga delegitimasi pemerintah. Artinya, masyarakat, oleh para aktivis khilafah, digiring untuk tidak percaya pemerintah, sehingga mengeroposkan pertahanan Indonesia itu sendiri. Jokowi, Luhut, bahkan Ma’ruf Amin jadi sasaran. Pernyataan mereka dipelintir. Mereka difitnah sedemikian rupa.

Delegitimasi pemerintah adalah siasat buruk, intrik para pembenci pemerintah untuk menghancurkan kredibilitasnya. YouTube menjadi paltform hoax-hoax untuk tujuan tidak baik tersebut. Konten video secara terpotong-potong, lepas dari konteks asalnya, cukup kuat untuk memprovokasi masyarakat dengan pemerintah.

Narasinya satu, yaitu bahwa pemerintah tidak bisa memimpin dan menyejahterakan negeri. Atau, bahwa presiden kalah kepada Luhut, sang oligarki. Tujuannya apa? Delegitimasi tadi. Proyek apa yang sulit jika masyarakat sudah tidak lagi percaya pemerintah? Tidak ada. Semua akan berjalan mulus. Bahkan untuk bergerak mengganti sistem negara pun, jadi mudah sekali.

Apakah kita akan terprovokasi oleh media-media hoax tersebut? Apakah kita rela pemimpin negara difitnah? Atau, apakah kita akan membiarkan kanal YouTube mereka merongrong eksistensi negara?

YouTube Ladang Fitnah

Salah satu alasan kenapa YouTube menjadi platform dakwah favorit saat ini adalah aspek kepraktisannya. Hari ini, dunia literasi kalah dengan dunia visual. Dalam artian, minat baca orang-orang semakin hari mengalami penurunan yang signifikan. Malas membaca, karena tidak to the point. Orang lebih rajin menonton/mendengarkan, dan YouTube mengakomodasi semua kebutuhan praktis tersebut.

Rating YouTube melesat tinggi, jauh di atas rating website. Ia menjadi surga bagi para netizen yang pemalas untuk membaca. Ingin dengar informasi apa pun, cukup ketikkan, lalu tonton/dengarkan. Tidak lagi perlu repot membaca. Keadaan ini disadari, dan dimanfaatkan betul, oleh mereka yang punya kepentingan buruk. Misalnya, siasat menjatuhkan pemerintah.

Muncullah kanal-kanal palsu (fake) yang tidak bertanggung jawab atas validitas konten. Agendanya tidak ada lagi selain memprovokasi masyarakat dengan pemerintah. Seperti kanal YouTubeOfficial News Update’, yang tidak diketahui pasti siapa yang punya, siapa yang ungguh, atas dasar apa mengunggah, dan secara rutin memuat konten ofensif terhadap pemerintah.

BACA JUGA  Ambil Sikap dalam Propaganda Rajab Hizbut Tahrir

Lalu apa tugas kita? Tugas paling penting adalah menjadi netizen cerdas, dengan memfilter setiap berita yang kita temukan di media. Baik YouTube terutama, jika dipublikasikan oleh kanal tak bertanggung jawab, atau oleh kanal instansi yang memang suka menjelekkan pemerintah dengan data yang manipulatif. Bisa dipastikan semua kontennya sampah dan menebarkan hoax.

Akun media dan kanal yang kredibel-otoritatif menyuguhkan data sebagaimana adanya. Berbeda dengan media penebar hoax dan fitnah; suka memelintir kutipan tertentu sehingga membuat masyarakat salah paham. Kenapa mereka memakai akun fake? Karena menghindari jeratan sanksi dengan Pasal UU ITE. Jadi, penangkalnya ada dalam kebijaksanaan sikap kita sendiri.

Kendatipun demikian, bukan berarti pemerintah kita kedap kritik, atau tidak ada pendapat apa pun yang akan diterima. Indonesia bukan milik Luhut sebagaimana dalam narasi provokatif mereka. Jokowi juga bukan antek asing hanya karena mendatangkan TKA China, misalnya. Semua ada konteks asal. Adalah wajib untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak benar. Tetapi bukan dengan memfitnahnya.

Cipta Citra Buruk Pemerintah

Setiap fitnah bertujuan menciptakan citra buruk, dalam hal ini citra buruk pemerintah. Dalam Islam, Al-Qur’an melarangnya dengan keras. Dengan demikian, hoax dan fitnah sama sekali tidak memiliki sisi Islami. Jika pelakunya ternyata umat Islam, maka ia menentang doktrin Islam itu sendiri. Bagaimana misalnya tokoh yang difitnah juga termasuk saudara seagama Islam?

Dari dulu, dan sampai kapan pun, yang namanya konten agitatif tidak dapat dibenarkan. Surah al-Maidah [5]: 8 secara eksplisit mengatakan: “Janganlah kebencian terhadap suatu kaum membuat kalian (orang beriman) untuk berlaku tidak adil.” Seburuk-buruknya Luhut, seluput-luputnya kebijakan presiden, apakah kita merasa lebih baik dari itu semua?

Hal ini jelas tidak akan didengarkan oleh para pelaku. Tetapi, menjadi warga negara yang baik adalah keniscayaan umum. Narasi-narasi radikal dan teror memiliki bentuk beragam, dan siasat media-media hoax adalah satu bentuknya. Meminjam bahasa Din Syamsuddin, mereka yang suka menebarkan hoax dan fitnah adalah pelaku “Kemungkaran Terorganisir”.

Kanal-kanal YouTube dan media secara umum memiliki tanggung jawab edukatif yang harus dipenuhi. Mendelegitimasi pemerintah tidak termasuk, dan jauh, dari iklim edukasi tersebut. Sebenarnya siapa pelaku pelintiran kebencian tersebut? Apakah mereka adalah aktivis khilafah yang menginginkan negeri ini ambruk?

Jika iya, maka ini menjadi ancaman serius, karena siasat mereka untuk merobohkan negara, lalu mengganti sistemnya, ditempuh dengan segala cara termasuk menyeruduk pemerintah itu sendiri. Demi bangsa dan negara, kita wajib memberantas mereka. Media-media hoax, kanal-kanal YouTube provokatif harus diboikot!

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru