26.5 C
Jakarta

Debut Baru Tahun 2025 Menerbitkan Karya Pertama, Intip Caranya

Artikel Trending

KhazanahLiterasiDebut Baru Tahun 2025 Menerbitkan Karya Pertama, Intip Caranya
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Tahun Baru 2025 menjadi semangat baru dalam menjalani kehidupan, termasuk semangat untuk berdaya dan berkarya. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita memakai ruang karya untuk terus menebar kebaikan melalui tulisan-tulisan yang dihasilkan. Sering kali, banyak dari kita yang merasa buntu saat hendak menulis. Memiliki ide yang brilian tetapi sulit dieksekusi karena keterbatasan diri.

Keterbatasan itu hadir karena berbagai macam alasan. Beberapa di antaranya karena kita tidak cukup lihai dalam merangkai kata-kata, sudah tahu idenya tetapi bingung mau dibuat tulisan yang seperti apa, tidak ada ide sama sekali karena jarang membaca, menganggap menulis adalah hal remeh, dan berbagai hambatan yang datang silih berganti.

Menerbitkan karya pertama tak semenakutkan yang dibayangkan. Sebenarnya, ini adalah langkah kecil yang nantinya akan berdampak besar di kemudian hari. Sayang sekali jika kita memiliki banyak gagasan, pemikiran cemerlang, sudut pandang terhadap suatu hal, dan lainnya, tetapi tidak dikemas dengan baik dalam bentuk tulisan. Hal itu hanya akan menjadi konsumsi pribadi saja, orang lain tidak ada yang tahu ikhwal gagasan brilian yang dimiliki. Oleh sebab itu, salah satu cara mengemasnya adalah dengan menulis dan menerbitkan tulisan itu sehingga orang lain bisa membacanya.

Menerbitkan karya pertama memang kerap kali mengundang perasaan tak nyaman. Pada umumnya, kita akan merasa takut terlebih dahulu. Takut jika tulisannya jelek, takut bila tidak ada orang yang mau membacanya, takut mendapatkan kritik tajam dari para pembaca, takut bukunya tidak laku, dan berbagai ketakutan lainnya yang terus membayangi diri. Ketakutan ini merupakan hal yang wajar terjadi. Setiap penulis tentu saja pernah mengalaminya. Akan tetapi, jika tidak dimulai saat ini, lantas kapan kita siap menerbitkan karya pertama itu?

Ketakutan tersebut akan sirna jika kita yakin bahwa tulisan yang dihasilkan bukan berniat untuk mempropaganda satu orang dengan orang lainnya. Tidak mengandung unsur SARA apalagi menyinggung suku tertentu. Niatkan bahwa tulisan yang dihasilkan adalah bagian dari berbagi ilmu, pengalaman, pengetahuan, dan niatkan untuk ibadah.

Pramoedya Ananta Toer berkata, “Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”.

Dengan demikian, menulis adalah bagian dari menciptakan sejarah. Jika kita tidak diciptakan oleh sejarah, maka kitalah yang mencitpakan sejarah itu. Langkah kecil yang kita lakukan saat ini justru itulah yang akan membuat kita merasa bangga karena telah berjuang dengan sungguh-sungguh. Jika masih kesulitan untuk menerbitkan karya pertama tersebut, di bawah ini adalah langkah sederhana yang bisa dilakukan, di antaranya:

1. Siapkan tulisan/naskah lengkap

        Setiap tulisan akan menemui ‘jodohnya’. Maksudnya adalah setiap karya yang kita hasilkan akan menemui penerbit yang tepat. Akan tetapi, sebelum menemukan penerbit, kita harus menyiapkan tulisan yang baik. Minimal kita telah menentukan tema tulisan terlebih dahulu dan tidak melupakan riset. Tulisan bisa berbentuk naskah fiksi (kumpulan cerita pendek, kumpulan puisi, novel, dongeng, dan sebagainya) dan naskah non-fiksi (biografi, buku motivasi, buku pengembangan diri, kumpulan esai, kumpulan opini, kumpulan artikel, dan sebagainya).

        Persiapkan naskah dengan sebaik-baiknya dan selengkap-lengkapnya. Kita bisa memilih tulisan mana yang sesuai dengan kemampuan diri sendiri. Di dalam naskah umumnya terdiri dari: halaman awal (jenis naskah, judul, nama penulis, dan tahun), prakata, daftar isi, isi buku, daftar referensi, bionarasi penulis, blurb/sinopsis. Lengkapilah beberapa hal tersebut sehingga memudahkan penerbit dalam mengidentifikasi tulisan yang kita buat.

        BACA JUGA  Ingin Sukses di Dunia Kepenulisan? Lakukan 8 Strategi Berikut

        2. Lakukan self editing naskah

          Hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan bagi seorang penulis adalah melakukan self editing atau disebut juga sebagai proses memperbaiki tulisan yang dilakukan oleh penulis selepas menyelesaikan naskah. Mengapa self editing menjadi sangat penting? Hal ini akan membantu penulis dalam menemukan kesalahan dalam penulisan, memperbaiki fragmen kalimat/kata tertentu, menambahkan hal-hal yang diperlukan, mengidentifikasi kekeliruan dalam penafsiran, menyelisik diksi yang kurang sesuai, dan sebagainya.

          Hal tersebut dapat membantu mempermudah tugas para editor di penerbit. Jika tulisan kita tampak rapi, ini akan menjadi nilai tambah, boleh jadi naskah kita akan semakin dilirik oleh penerbit. Baca dari awal hingga akhir secara bertahap, jangan terburu-buru, jika sudah merasa cukup maka naskah tersebut sudah siap dikirim ke penerbit.

          3. Pilih penerbit yang sesuai

          Kita tentunya sering mendengar istilah penerbit mayor dan penerbit indie atau penerbit independen. Keduanya memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan yang mendasar dari dua sistem penerbitan tersebut adalah, jika kita ingin menerbitkan di penerbit mayor maka harus melalui seleksi yang cukup ketat dan seluruh biaya akan dibebankan kepada penerbit. Sedangkan penerbit indie biasanya jalur penerbitan yang cepat karena penulis memiliki hak secara penuh dan segala biaya dibebankan kepada penulis. Sesuaikan saja dengan naskah yang kita miliki.

          Saran saya, jika ini adalah karya pertama, maka alternatifnya adalah menerbitkan secara indie. Tidak masalah jika harus mengeluarkan uang untuk biaya pra cetak, cetak, maupun biaya distribusi pemasaran buku. Toh, nantinya kita bisa mendapatkan keuntungan dari penjualan buku. Carilah penerbit yang amanah, terpercaya, dan jangan tergiur dengan harga murah apalagi terbit gratis. Kita harus bisa selektif dan memikirkan budget yang dimiliki, sehingga tidak merasa dirugikan. Pahami pula gaya selingkung penerbit yang hendak kita bidik, sesuaikan dengan standar penerbit tersebut.

          4. Terus berkarya

          Jika karya pertama berhasil diterbitkan, maka langkah selanjutnya adalah jangan merasa berpuas diri. Teruslah berkarya. Cari peruntungan di penerbit mayor agar kita bisa merasakan mendapatkan gaji dan karya kita berada di toko buku seluruh Indonesia. Cobalah menulis di media online dan ikutlah berbagai lomba menulis untuk mengasah kemampuan.

          Jika masih pemula, cobalah mengikuti kelas menulis yang output-nya adalah naskah kita dibukukan. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai langkah dalam menemukan minat kita. Apakah lebih condong menulis fiksi atau nonfiksi. Kobarkan semangat menulis diiringi dengan rajin membaca karena dua keterampilan berbahasa tersebut adalah kekuatan seorang penulis. Tidak perlu ragu dan minimalisirlah rasa takut yang bersarang di dalam pikiran. Biarkan diri bebas berekspresi dan eksplorasilah berbagai ide yang ada di kepala.

          Setiap penulis akan menemukan caranya sendiri dalam membagikan gagasannya. Jangan merasa insecure karena masih pemula. Justru penulis yang sudah dikenal oleh berbagai kalangan adalah mereka yang mengawali tulisan dimulai dengan ‘bukan siapa-siapa’. Terus semangat menulis dan jaga literasi Indonesia. Semoga langkah kecil ini mampu membawa kita menjadi seperti yang diinginkan.

          Devi Ardiyanti
          Devi Ardiyanti
          Penulis profesional dan tercatat sebagai mahasiswa Pascasarjana Universitas Indraprasta PGRI Jakarta. Puluhan bukunya sudah tersebar di Gramedia seluruh Indonesia. Sangat menyukai dunia literasi dan travelling.

          Mengenal Harakatuna

          Artikel Terkait

          Artikel Terbaru