29.1 C
Jakarta

Daulah Nabawiyah Mustahil Tegak Kembali

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanDaulah Nabawiyah Mustahil Tegak Kembali
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan bahwa meniru sistem pemerintahan Nabi Muhammad Saw haram hukumnya. Ia menegaskan hal itu pada Diskusi Panel Harapan Baru Dunia Islam: Meneguhkan Hubungan Indonesia-Malaysia di Gedung PBNU Kramat Raya, Jakarta, Sabtu (25/1).

“Fatwa” Pak Mahfud ini lahir dari pemahamannya yang mendalam tentang syariah dan hukum Islam. Beliau seorang muslim yang baik, lahir dari keluarga Islam tradisionalis yang dikenal amat sangat cinta kepada syari’at. Hal ini menepis tudingan kaum radikal, seolah-olah “fatwa” Pak Mahfud muncul karena keawamannya tentang sistem pemerintahan Islam.

Tupoksi para Nabi dan Rasul adalah menyampaikan wahyu, membina umat dan mengarahkan mereka kepada jalan yang lurus sehingga keluar dari kegelapan menuju cahaya iman serta selamat di dunia dan akhirat. Modal utama para Nabi dan Rasul dalam menunaikan misinya, wahyu dan mukjizat. Bukan kekuasaan politik. Karena sifat dasar dakwah Islam adalah penyadaran dengan ilmu pengetahuan bukan pemaksaan secara fisik. Sebab itu 21 dari 25 orang Nabi dan Rasul yang wajib diketahui, murni sebagai pemimpin spiritual tanpa kekuasaan politik.

Empat orang Nabi dan Rasul saja yang berperan ganda sebagai pemimpin spiritual juga pemimpin politik: Nabi Yusuf sebagai Perdana Menteri/Menteri Keuangan, Nabi Daud dan Nabi Sulaiman sebagai raja, serta Nabi Muhammad saw sebagai kepala negara di Madinah. Bentuk negara dan pemerintahan Nabi Yusuf, Daud dan Sulaiman adalah kerajaan. Sedangkan negara dan pemerintahan Nabi Muhammad saw adalah Daulah Nabawiyah (negara kenabian). Daulah yang sangat istimewa, khas dan unik; Bukan khilafah, bukan kerajaan dan bukan republik.

Daulah Nabawiyah dipimpin oleh Nabi Muhammad saw yang ma’shum di bawah bimbingan wahyu ilahi. Formalnya, daulah Nabawiyah eksis selama 10 tahun di Madinah. Secara non formal, Muhammad telah menjadi pemimpin politik panutan masyarakat setelah berhasil menyelesaikan masalah peletakan kembali Hajar Aswad. Tanpa solusi dari Muhammad, masalah peletakan kembali Hajar Aswaj bisa memicu perang antar kabilah. Gelar Al-Amin yang diberikan masyarakat Mekkah bentuk pengakuan atas kepemimpinan politik Beliau saw.

BACA JUGA  Membaca Al-Qur'an dan Momen Hijrah Para Teroris

Di samping itu, Jika kekuasaan artinya kekuatan untuk memaksa secara fisik, maka Muhammad saw sejak dakwah di Mekkah telah memilikinya. Kedudukannya sebagai kekasih Allah swt, penghulu para Nabi dan Rasul, membuat Nabi Muhammad saw mempunyai tempat khusus di sisi Allah swt, Rabb semesta alam. Apapun yang diminta Muhammad saw, akan dikabulkan. Bisa dilihat bagaimana besarnya kekuasaan Rasulullah saw setelah Beliau saw diusir dari Thaif. Kalau mau menggunakan kekuasaannya (kekuatan fisik), penduduk Thaif sudah nyungsep ke dalam tanah karena Malaikat penjaga gunung sudah siap menimpakan gunung kepada penduduk Thaif.

Nabi Muhammad saw, Nabi yang istimewa. Kepemimpinan spiritual dan politik melekat pada dirinya sejak diangkat jadi Nabi dan Rasul. Nabi Muhammad saw juga dinamakan Al-Hasyir yaitu manusia dikumpulkan di atas kakinya yakni di atas jejak-jejak perjalanannya. Seolah-olah beliau diutus untuk mengumpulkan manusia. Begitu besar kekuasaan Nabi Muhammad saw.

Fakta dan realitas kekuasaan non formal Nabi Muhammad saw di Mekkah, membantah teori thalabun nushrah yang dicetuskan oleh Taqiyuddin an-Nabhani (Muassis Hizbut Tahrir). Teori itu berasumsi bahwa Muhammad saw adalah syaikhun ‘ajuzun (seorang kakek yang lemah) yang datang untuk mencari solusi dengan memelas bantuan, pertolongan dan kekuasaan kepada tokoh-tokoh Arab.

Karena keistimewaan, kekhasan dan keunikannya, daulah Nabawiyah hanya ada sekali di muka bumi sampai hari Kiamat. Tidak akan terulang lagi. Daulah ini mustahil bisa diduplikasi, daulah ini mustahil bisa di-copy paste, daulah ini mustahil tegak kembali. Di dalam Hadits-hadits tentang periodesasi pemerintahan Islam, masa Nubuwwah selalu disebut pertama kali dan hanya sekali. Artinya daulah Nabawiyah adalah daulah pertama umat Islam dan hanya eksis sekali selama 10 tahun kepemimpinan Nabi saw di Madinah.

Dalam hadits-hadits tentang akhir zaman pun, tidak disebutkan Daulah Nabawiyah akan tegak kembali. Yang akan tegak kembali itu adalah daulah khilafah ‘ala minhajin nubuwwah yang menurut jumhur ulama aswaja maknanya Khilafah Mahdiyah bukan Khilafah Tahririyah.

Oleh Ayik Heriansyah

Bandung, 28/01/2020

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru