26.7 C
Jakarta

Dark Jokes untuk Jokowi, #PresidenTerburukDalamSejarah?

Artikel Trending

EditorialIndonesiaDark Jokes untuk Jokowi, #PresidenTerburukDalamSejarah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Presiden Jokowi kembali menjadi perbincangan di jagat maya. Tagar #PresidenTerburukDalamSejarah tembus tiga puluh ribu cuitan. Ini jelas mencengangkan karena di luar dugaan; kepercayaan kepada presiden semakin menipis. Ada beberapa faktor yang membuat Jokowi dikritik banyak orang. Sebagai presiden, dark jokes semacam itu sangat buruk, bisa jadi sinyal keruntuhan integritas dan bahkan, bisa berujung pemakzulan.

Selain Jokowi, Rektor UI juga jadi bulan-bulan warganet. Cuitan tentangnya bahkan mendekati angka seratus ribu. Buruknya, Jokowi juga terseret dalam polemik tersebut lantaran pada 2 Juli 2021, presiden mengesahkan PP Nomor 75/2021 tentang Statuta UI, yang melegalkan sang rektor rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN. Langkah Jokowi dianggap keterlaluan. Di mata masyarakat, sang presiden tak lebih dari boneka partai.

Dark jokes untuk Jokowi sebagai #PresidenTerburukDalamSejarah, yang berarti pula kritik sarkastis, oleh warganet diberi argumentasi: 1) bukan berarti oposisi, 2) bukan berarti anti-pemerintah, 3) bukan berarti ingin menggulingkan pemerintah, 4) bukan berarti kadrun, dan 5) bukan berarti pendukung Anies baswedan. Argumentasi ini memang benar, namun terlalu menggeneralisasi. Beberapa orang melakukannya mutlak karena antipati pada pemerintah.

Karenanya, pemerintah atau secara spesifik Jokowi tidak bisa membungkam dengan cara, misalnya, orang-orang yang mentrendingkan taragr tersebut. Jika itu ditempuh, ia akan semakin kehilangan kepercayaan, dan masyarakat menyimpulkan bahwa rezim hari ini jauh lebih buruk daripada Orde Baru, lebih kejam dan otoriter daripada ketika Soeharto membungkam musuh-musuh politiknya. Buruk sekali jika ini sampai terjadi.

Pemerintah dengan demikian harus menempuh cara yang tepat. Pertama, menjelaskan ke publik, merasionalisasi polemik-polemik yang ada, yang telah mencoret nama baiknya di masyarakat. Kasus Rektor UI adalah momok bagi integritas presiden, sehingga mau tidak mau Jokowi harus membangun lagi kepercayaan terhadapnya. Simpang-siur PPKM dan kebijakan menghadapi Covid-19 juga harus dijelaskan, agar miskonsepsi ini selesai.

Kedua, optimalisasi polisi virtual (vitual police) oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Konten Twitter harus dilakukan filtrasi, karena hari ini kritik destruktif membaur ke dalam kritik konstruktif. Artinya, meski benar bahwa mengkritik pemerintah itu sangat baik bahkan wajib, dan kritik tidak berarti oposisi atau pu  kadrun, faktanya ada kebencian ideologis yang menyusup; mengkritik seolah konstruktif tapi faktanya ia benci karena afiliasi ormas terlarang.

Memaksimalkan kinerja polisi virtual ialah agar pemerintah punya data bahwa dari para pengkritik melalui dark jokes yang menghilangkan marwah presiden, ada yang memang harus ditangkap, tidak semua tapi mereka tidak sedikit. Kalau filtrasi ini tidak dilakukan, lalu polisi virtual menangkap secara acak melalui trending di Twitter, itu justru akan jadi blunder lagi terhadap pemerintah. Musuhnya bukan pengkritik, melainkan penunggang kritik.

Tagar #PresidenTerburukDalamSejarah tidak pernah dilabelkan pada presiden sebelumnya. Yang demikian jelas akan menjadi legacy buruk bagi Jokowi. Pada saat yang sama, buzzer semakin liar jadi parit antara masyarakat dengan pemerintah. Bisa jadi ke depan akan ada tagar yang lebih buruk dari #PresidenTerburukDalamSejarah, tetapi benarkah Jokowi seburuk itu di mata masyarakat? Jika iya, siapa yang mesti disalahkan?

Semua orang percaya bahwa Jokowi orang baik, dan yang buruk adalah orang-orang di sekitarnya. Anggapan tersebut melahirkan dua kubu oposan: mereka yang menawarkan solusi, dan mereka yang justru ingin mengganti kursi. Keduanya ini susah disaring, dan di Twitter justru menyatu dalam tagar #PresidenTerburukDalamSejarah tadi.

Dark jokes adalah sesuatu yang tidak pantas dialamatkan pada presiden. Selain tidak sopan, ia buruk karena menyangkut anggapan dunia terhadap presiden itu sendiri. Karenanya, pemerintah berhak menindak karena sang pelaku telah menggerus integritas presiden. Tetapi pemerintah tidak boleh juga sembarang menangkap dan membungkam kritik secara total. Tidak semua kritik itu dari oposisi, tetapi kritik oposisi harus disterilkan karena motifnya kentara ideologis.

Ini yang disebut “bumbu-bumbu para oposisi” di tengah polemik. Pemerintah harus bisa membedakan itu, dan para pengkritik juga harus memeprhatikan bahwa kritiknya boleh jadi akan ditumpangi para musuh negara. Ketersalingan dalam kewaspadaan ini merupakan kunci agar masyarakat dan pemerintah sama-sama tidak dirugikan. Hubungan masyarakat dan pemerintah bia jadi kritik maupun apresiasi, itu lumrah. Yang harus diberantas adalah provokator di tengah keduanya.

Jadi, tagar #PresidenTerburukDalamSejarah sebagai dark jokes untuk Jokowi, itu sebenarnya ulah pengkritik atau ulah provokator? Silakan direka-reka sendiri jawabannya.

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru