29.7 C
Jakarta

Dari Hijrah Fisik ke Hijrah Pemikiran

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanDari Hijrah Fisik ke Hijrah Pemikiran
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bulan Muharram merupakan awal bulan di mulai tahun hijriyah (tahun baru islam). Salah satu bulan yang istimewa. Kemuliaan dan keutamaan bulan pertama dalam tarikh Hijriah ini, terekam di sejumlah dalil Alquran ataupun hadis, salah satu diantaranya di sebutkan dalam surah at-Taubah ayat 36 menyebutkan bahwa Muharram termasuk empat bulan yang dimuliakan yaitu Dzulqadah, Dzulhijjah, dan Rajab, bunyi ayat tersebut: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Qs. At-taubah : 36).

Penjelasan para ulama ulama tafsir mengenai ayat di atas sebagaimana di sebutkan dalam tafsir Jalalain mengatakan “ (Sesungguhnya bilangan bulan) jumlah bulan pertahunnya (pada sisi Allah adalah dua belas bulan dalam Kitabullah) dalam Lauhmahfuz (di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya) bulan-bulan tersebut (empat bulan suci) yang disucikan, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab. (Itulah) penyucian bulan-bulan yang empat tersebut (agama yang lurus) artinya agama yang mustaqim (maka janganlah kalian menganiaya dalam bulan-bulan tersebut) dalam bulan-bulan yang empat itu (diri kalian sendiri) dengan melakukan kemaksiatan. Karena sesungguhnya perbuatan maksiat yang dilakukan dalam bulan-bulan tersebut dosanya lebih besar lagi. Menurut suatu penafsiran disebutkan bahwa dhamir fiihinna kembali kepada itsnaa `asyara, artinya dalam bulan-bulan yang dua belas itu (dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya) seluruhnya dalam bulan-bulan yang dua belas itu (sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang takwa) pertolongan dan bantuan-Nya selalu menyertai mereka. (Tafsir Jalalain, surat At-Taubah: 36)

Niat dalam Berhijrah

Kita sering mendengar kata “hijrah”. Dalam pengertianya secara etimologi (bahasa) mempunyai pengertian meninggalkan dan pindah, baik fisik maupun mental-spiritual. Namun dalam terminolginya dapat dikatakan bahwa “hijrah”itu merupakan suatu usaha yang bersifat adanya perubahan yang menunjukkan adanya dinamika dan transformasi. Manusia perlu hijrah karena perbaikan kualitas hidup menuntut adanya transformasi fisik dan mental- spiritual. Oleh karena itu, di antara ayat yang turun kepada Nabi Muhammad SAW pada awal kenabiannya adalah perintah hijrah. “Dan hendaklah engkau hijrah (tinggalkan) dosa besar” (QS. Al-Mudatstsir [74]: 5). Salah satu hijrah yang paling esensial adalah hijrah pemikiran atau paradigma yang disebut dengan hijrah al-Fikriyah.

Faktor utama dalam merealisasikan hijrah ini sangat ditentunkan niatnya yang menjadi pondasi awal seseorang berhijrah. Pentingnya niat dalam berhirah sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist. Imam ath-Thabrani meriwayatkan, dalam al-Mu’jam Al-Kabir, dengan sanad yang bisa dipercaya, bahwa Ibnu Mas’ud berkata: “Di antara kami ada seorang laki-laki yang melamar seorang wanita, bernama Ummu Qais. Namun wanita itu menolak sehingga ia berhijrah ke Madinah. Maka laki-laki itu ikut hijrah dan menikahinya. Karena itu kami memberinya julukan Muhajir Ummu Qais.”

Sa’id Ibnu Manshur meriwayatkan dalam kitab Sunan-nya, dengan sanad sebagaimana syarat Bukhari dan Muslim, bahwa Ibnu Mas’ud berkata: “Siapa yang hijrah untuk mendapatkan kepentingan duniawi maka pahala yang didapat sebagaimana yang didapat oleh laki-laki yang hijrah untuk menikahi wanita yang bernama Ummu Qais, sehingga ia dijuluki Muhajir Ummu Qais.”

BACA JUGA  Benarkah Politik Sebatas Menang-Kalah, Bukan Benar-Salah?

Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa Allah itu maha adil, maka sangat amatlah rugi jika kita hanya berhijrah tidak untuk Allah dan Rasul dan jangan sampai kita memperbaiki hanya karena orang lain karena jika kita tidak mendapatkan apa yang kita dambakan maka akan rusaklah hijrah yang kita lakukan maka jangan sampai kita menjadi mantan muhajir dan senantiasa kita perbaiki niat kembali hanya untuk Allah SWT.

Hijrah Al-Fikriyah

Sungguh perubahan (hijrah) itu tidak akan terwujud tanpa merubah paradigma atau pemikiran tentang manusia, kehidupan, dan juga alam semesta ini. Hijrah yang diharapkan adalah membentuk pemikiran yang benar tentang hakikat manusia. Darimana manusia berasal, untuk apa manusia diciptakan, dan mau kemana setelah kehidupan manusia. Manusia berasal dari Allah, diciptakan untuk menyembah, dan akan kembali kepada Allah entah itu ditempatkan di neraka atau pun di surga. Setelah semua itu terjawab. Manusia tidak akan terombang-ambing karena memiliki tujuan yang jelas yaitu kembali kepada Allah. Manusia mengharapkan ridho Allah agar selamat dikehidupan akhirat.

Kita hidup di dunia sebagai khalifah di muka bumi ini mempunyai tujuan. Tentunya tujuan akan menonjolkan aktivitas yang berarti dibandingkan orang yang tidak memiliki tujuan aktivitasnya akan tidak jelas. Sebagai ilustrasi, seorang santri yang memiliki target/tujuan pencapaian mampu menguasai turast klasik baik itu hafalan bait alfiah dan lainnya. Kita kaum sarungan memang benar-benar sangat ingin hal tersebut. Tentunya kita telah menetapkan aktivitasnya dengan mutala’ah, belajar dan terus belajar. Bahkan membuat agenda belajar yang tersusun rapi sebagai aktivitas yang akan dia lakukan. Bandingkan dengan mahasiswa yang tidak memiliki target. Tentunya aktivitasnya tidak mengarah kepada pencapaian hasil yang maksimal saat ujian tiba. ia akan melakukan aktivitas lain yang tidak menyebabkan ia memperoleh nilai dan hasil yang dapat dikatakan dengan aktivitas yang tidak jelas. Mengapa demikian, sungguh tujuan santri yang mengaji di dayah (pondok pesantren) adalah mampu menguasai kitab turast klasik dengan qaidahnya juga berharap dapat mengimplementasi dalam akhlak keseharian. Hal ini mungkin berbeda dengan santri yang tidak memiliki target haruslah berhijrah dimulai dari membentuk pemikirannya untuk apa dia mondok, pemikiran cerdas dalam menentukan tujuan nyantri, setelah tujuan jelas akan dituntut pemikiran dalam menentukan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.

Ilustrasi di atas merupakan salah satu contoh ilustrasi yang dalam hijrah fikriyah (hijrah pemikiran) sehingga lahir dalam tindakan yang nyata. Demikianlah perubahan tidak akan terjadi tanpa hijrah pemikiran atau paradigma. Untuk merubah keadaan yang pertama sekali dihijrahkan adalah pemikiran. Pemikiran sebagai acuan akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Baik itu bekerja, baik itu menuntut ilmu, baik itu belajar, dan lain sebagainya.

Pemikiran terbaik adalah pemikiran islam yang mewujudkan pola pikir dan pola sikap islami. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, jika kita mengikuti aturan-aturan ini dapat dipastikan latar belakang yang disebutkan diawal tadi akan terselesaikan. Islam mewajibkan pemeluknya untuk menuntut ilmu, wajib untuk bekerja. Dengan ilmu dan semangat kerja ekonomi akan membaik. Dengan ilmu dan pemahaman yang baik ukhuwah islam semakin terbentuk, dengan ilmu akhlak atau moral yang baik akan menjadi karakter yang berkeperibadian islam. Dengan ilmu semua perbuatan akan menjadi ibadah dalam rangka menyembah/mengabdi kepada Sang Pencipta sebagai tujuan diciptakannya manusia.

Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan Dosen IAI Al-Aziziyah Samalanga, Bireuen dan Ketua PC Ansor Pidie Jaya, Aceh.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru