30.1 C
Jakarta

Dampak Penangkapan Terhadap Keluarga Teroris: Dendam dan Kebencian yang Mengakar

Artikel Trending

KhazanahTelaahDampak Penangkapan Terhadap Keluarga Teroris: Dendam dan Kebencian yang Mengakar
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Terorisme, adalah salah satu ancaman yang paling menakutkan dalam perkembangan suatu bangsa. Penangkapan teroris yang sering dilakukan oleh Densus 88, selama ini selalu memiliki motif yang berbeda, antara yang satu dengan lainnya. Di antara motif tersebut, kita bisa mengetahui seberapa banyak Napiter yang melakukan ikrar kepada NKRI, pasca bebas dan melanjutnya kehidupannya. Pada Juni 2023 lalu, sebanyak 76 teroris berikrar kepada NKRI. Mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya dan berikrar kepada Pancasila.

Di antara banyak kisah tentang Napiter yang ikrar terhadap NKRI, bagaimana dengan Napiter yang tetap setia terhadap ideologi terorisme pasca menjadi Napiter? Salah satu kisah bagaimana struggle kehidupan keluarga Napiter Adalah Ratna Sari Nasution, istri Zen Effendi, mantan Napiter yang pernah terlibat dalam pengeboman di Aceh. Ratna bercerita banyak tentang kehidupannya ketika suaminya ditangkap oleh Densus 88. Penghakiman, bully dan segala jenis pengasingan yang dilakukan oleh masyarakat, tetangga menjadi fase hidup terberat dalam hidupnya sampai saat ini dan kehidupan anak-anaknya.

Ratna menjalani kehidupan rumah tangga dengan ajaran Islam yang sangat agamis. Artinya, konsep Sami’na wa Atho’na dalam relasi hubungan dengan suaminya, diwujudkan dengan cara memberikan kebebasan kepada suaminya untuk melakukan hubungan dengan siapapun. Termasuk ketika Ratna tidak mau tahu persoalan pengajian, dan guru agama yang menjadi rujukan suaminya. Ketika sang suami ditangkap dengan alasan terorisme, Ratna mengakui bahwa dirinya cukup terkejut dan tidak mau menerima realitas bahwa suaminya terlibat dalam kasus terorisme.

Meskipun ia sendiri menolak realitas tersebut, namun masyarakat sudah mengetahui bahwa sang suami ditahan dengan alasan terorisme. Fase hidup baru dijalaninya dengan cukup struggle ketika suaminya dipenjara. Di satu sisi, Ratna diasingkan dari kelompok pengajiannya sang suami, disebut sudah tidak sejalan. Di sisi lain, ia juga mendapat perilaku demikian dari masyarakat dan tetangganya. Disitulah fase dilematis yang dialami oleh Ratna. Beruntungnya, Ratna dengan sang suami, Zen Effendi memilih untuk berikrar terhadap NKRI dan Pancasila.

Peran Ratna dalam keberlangsungan kehidupan suaminya, pasca dipenjara akan menentukan langkah hidupnya di masa yang akan datang. Sebab mantan Napiter mengalami fase dilematis dan hilang arah akan dibawa kemana hidupnya. Krisis kepercayaan diri yang dikarenakan berbagai faktor, termasuk pengasingan dari masyarakat, kelompok terorisnya, membuat dirinya lemah. Komunikasi yang dilakukan oleh keluarga, termasuk orang terdekat, seperti pasangan, akan menentukan langkah ke depan yang dilakukan oleh mantan Napiter.

BACA JUGA  Menerapkan Sikap Toleran dalam Menghadapi Pemilu

Sementara itu, kisah Ratna adalah salah satu dari sekian banyak kisah Napiter yang memilih Indonesia. Bagaimana kisah Ratna lain, yang ternyata membenci pemerintah lalu memilih untuk tetap komitmen terhadap ideologi teroris dalam gerakan keagamaannya?

Pada kenyatannya, banyak dari keluarga Napiter yang mengalami dampak residual penangkapan sehingga menyimpan dendam dan kebencian terhadap aparan pemerintah serta pihak-pihak yang menjadi representasi negara. Kebanyakan dari mereka dibiayai dan dikelola oleh lembaga filantropi jaringan radikal teror. Perasaan dendam dan faktor kebencian yang tidak terkelola dapat menjadi push factor engagement pada radikalisme, berpotensi menjadi aktor di masa depan.

Kerentanan Mantan Napiter Tetap Bertahan pada Ideologi Teror

Push factor engagement merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh besar kepada para mantan Napiter untuk melanjutkan kehidupannya pasca dipenjara. Dendam dan kebencian menjadi faktor pendorong kuat yang pada diri Napiter dan keluarga karena sudah merasa tidak memiliki ruang aman, seperti di masyarakat.

Bertahan pada ideologi teroris yang akan memberikan peluang untuk kesejahteraan ekonomi, lapangan pekerjaan, dan kehidupan yang nyaman pasca dipenjara, adalah hal yang sangat mungkin terjadi. dendam kebencian terhadap aparat dan pemerintah bagi para keluarga teroris begitu mendalam. Sebab atas perilaku penangkapan yang digencarkan oleh mereka, keluarga kehilangan kepercayaan dari masyarakat, rasa malu sepanjang hidup, bahkan anak-anak dikucilkan oleh para tetangga dan tidak memiliki kehidupan yang layak secara mental. Jika keluarga tidak bisa mengorganisir pemikiran dan kelapangan hati, maka mereka akan menjadi musuh pemerintah karena alasan tersebut.

Apabila program deradikalisasi tidak membuat para Napiter merasa sangat penting untuk kembali ke NKRI atau tidak membuat dirinya memiliki semangat nasionalisme yang tinggi, maka selamanya para Napiter tetap keukeuh pada ideologi yang menjadi ancaman bangsa Indonesia, yakni terorisme.  Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru