27.1 C
Jakarta
Array

Dampak Maksiat bagi Kebersihan Hati (Bagian III-Habis)

Artikel Trending

Dampak Maksiat bagi Kebersihan Hati (Bagian III-Habis)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam riwayat yang lain ditemukan redaksi tambahan, yakni objek pandangan berupa kemolekan wanita. Sebagaimana yang dituliskan al-Suyūṭī dala karyanya;

النَّظَرُ إِلَى مَحَاسِنِ المَرْأَةِ سَهْمٌ مَسْمٌوْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْسَ فَمَنْ صَرَفَ بَصَرَهُ عَنْهَا رَزَقَهُ اللهُ عِبَادَةً يَجِدُ حَلَاوَتَهَا

Melihat kecantikan perempuan itu ibarat anak panah iblis yang beracun. Siapapun yang memalingkan pandangannya dari perempuan, Allah swt akan memberikan kelezatan dalam ibadahnya. Abdurraḥmān bin Abū Bakar al-Suyūṭī, al-Jāmiʻ al-Kabīr. (ttp; tp, tt)

Sebenarnya Islam telah mengajarkan para penganutnya untuk selalu menjaga pandangan mereka dari hal-hal yang negatif. Sebagaimana firman Allah swt dalam QS al-Nūr: 30;

ﭽ ﭾ  ﭿ   ﮀ  ﮁ  ﮂ  ﮃ  ﮄﮅ   ﮆ  ﮇ  ﮈﮉ  ﮊ   ﮋ  ﮌ  ﮍ  ﮎ  ﮏ  ﭼ النور: ٣٠

Katakanlah pada orang-orang beriman agar menjaga pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka. Hal itu lebih bersih bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Waspada terhadap apa yang mereka perbuat. 

Jika kita telisik ayat diatas, perintah Allah swt menutup pandangan dan menjaga kemaluan menggunakan bentuk kata kerja present dan future yang dalam bahasa Arab disebut dengan fiʻl muḍāriʻ. Bentuk ini dalam ilmu retorika bahasa Arab mempunyai fungsi berkelanjutan (tajaddud). Jadi, bisa disimpulkan perintah ini terus berlaku untuk diamalkan karena tidak menutup kemungkinan kapanpun bisa dilanggar. Kemudian lanjutan ayat berikutnya mengindikasikan bahwa menjaga pandangan dan kemaluan daapat memelihara kebersihan baik kebersihan hati maupun kejernihan daya ingat. Tentunya Allah swt selalu mengetahui siapa saja yang tidak mampu menutup pandangannya dari yang dilarang-Nya meskipun ia sembunyi-sembunyi.

Nabi pun telah menekankan kita untuk menjaga pandangan terutama saat kita berada di pinggir jalan. Sebab jalan menjadi tempat lalu-lalang orang lain. Tidak sedikit wanita yang berjalan menyusuri jalan dan tentunya jalannya menimbulkan godaan tersendiri bagi para pria. Nabi Muhammad saw pernah bersabda;

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه  : عن النبي صلى الله عليه و سلم قال ( إِيَّاكُمْ وَالجُلُوْسَ فِي الطُّرُقَاتِ ) . فَقَالُوْا مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيْهَا . قَالَ ( فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا المَجَالِسَ فَأَعْطُوْا الطَّرِيْقَ حَقَّهَا ) . قَالُوْا وَمَا حَقُّ الطَّرِيْقِ ؟ قَالَ ( غَضُّ البَصَرِ وَكَفُّ الأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَأَمْرٌ بِالمَعْرُوْفِ وَنَهْيٌ عَنِ المُنْكَرِ )

Nabi Muhammad saw bersabda, hindarilah kalian untuk duduk di pinggir jalan. Para sahabat bertanya, mengapa kita tidak diperbolehkan duduk-duduk berbincang disana? Nabi saw menjawab, jika kalian menginginkan duduk-duduk, berilah hak jalan. Para sahabat pun bertanya lagi, apa saja hak jalan itu? Nabi saw menjawab, menjaga pandangan, tidak mengganggu, menjawab salam, memerintahkan kebaikan dan melarang kemunkaran. HR. Bukhārī & Muslim.

Nabi saw pernah bersabda pad Ali bin Abu Ṭālib;

” يَا عَلِيُّ لَا تَتَّبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الأُوْلَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ “

Wahai Ali, Jangan ikuti pandangan satu dengan pandangan lainnya. Kamu dimaafkan untuk yang pertama. Untuk yang kedua tidak. Abū Abdullāh Muḥammad bin ʻUmar, Mafātīḥ al-Ghaib. (ttp; tp, tt)

Dalam kitab Iḥyāꞌ ʻUlūm al-Dīn, al-Ghazāli menukil ucapan al-ʻAlāꞌ bin Ziyād, Janganlah kamu terus memandangi wanita. Pandangan dapat menanamkan syahwat dalam hati. Sedikit sekali orang yang tidak mengulangi pandangannya pada wanita. Sebab ia memikirkan kemolekannya hingga ingin melihat kembali. Sepatutnya ia meyakini dalam dirinya bahwa memandang kembali merupakan suatu kebodohan. Senada dengan salah satu riwayat yang menyatakan bahwa dalam kitab Taurat disebutkan, suatu pandangan menanamkan syahwat dalam hati. Seringkali syahwat itu menimbulkan kegelisahan yang berkepanjangan.

Menurut salah seorang ulama Hadramaut, al-Ḥabīb Aḥmad bin Zain al-Ḥabsyī dalam kitabnya al-Risālah al-Jāmiʻah wa al-Tażkirah al-Nāfiʻah, menjaga hati dari maksiat merupakan kewajiban setiap muslim.  Perbuatan buruk seseorang dapat membuat hati tertutup ataupun gelap, sebagaimana firman-Nya QS al-Muṭaffifīn: 14;

﴿كَلًّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾

Tidak, bahkan perbuatan yang mereka lakukan dapat membuat tutup dan kegelapan pada hati mereka

عن أبي هريرة رضي الله عنه أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :  ((إنَّ الْمُؤْمِنَ إذَا أَذْنَبَ نُكِتَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ لَمْ يَتُبْ زَادَتْ حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ } : أَيْ تُغَشِّيهِ وَتُغَطِّيهِ تِلْكَ النُّكْتَةُ السَّوْدَاءُ  فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَهُ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ : {﴿كَلًّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾))  هذا حديث صحيح على شرط مسلم ولم يخرجاه

Sesungguhnya orang yang beriman jika berbuat dosa akan timbul bercak hitam dihatinya. Jika ia bertaubat, memohon ampun dan tidak mengulangi lagi hatinya akan bersih kembali. Namun jika tambah berdosa bercak itu bertambah hingga hatinya menjadi gelap. HR. Ahmad, Ibnu Mājah, dan al-Ḥākim

Dalam kitab Tuḥfah al-Aḥważī dijelaskan bahwa bercak hitam itu seperti kotoran yang ada di cermin dan pedang atau lebih jelasnya seperti tetesan tinta pada secarik kertas putih. Ukuran bercak itu bermacam-macam tergantung kadar maksiatnya. Tentunya jika cermin, pedang ataupun kertas putih keindahannya akan hilang dengan bercak tersebut.

Sebagaimana keterangan dari Nabi saw, maksiat dapat menumpuk dalam hati dan menimbulkan bercak hitam di dalamnya. Jika pemaksiat bertaubat, bercak itu akan hilang dari hatinya. Sebaliknya bercak itu bisa bertambah dan dapat membuat hati semakin gelap. Betapa besar pengaruh maksiat bagi hati. Pengaruh kuat ini juga menimbulkan syahwat kuat dalam hati.

Diriwayatkan dari Mujāhid ilustrasi hati jika berbuat maksiat;

القَلْبُ كَالكَفِّ ، فَإِذَا أَذْنَبَ الذَّنْبُ اِنْقَبَضَ ، وَإِذَا أَذْنَبَ ذَنْباً  آخَرَ اِنْقَبَضَ ثُمَّ يُطْبَعُ عَلَيْهِ وَهُوَ الرَّيْنُ

Hati itu ibarat telapak tangan. Jika berbuat dosa hati akan mengkerut. Jika mengulang dosa lagi dia akan mengkerut lagi hingga hati itu menutup itulah yang dinamakan rain (rān; baca QS al-Muthaffifin [83]: 14).

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru