27.3 C
Jakarta
Array

Dakwah Pengurangan Resiko Bencana Melalui Khutbah

Artikel Trending

Dakwah Pengurangan Resiko Bencana Melalui Khutbah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta-Nahdlatul Ulama (NU) sebagai profil lembaga yang sudah dikenal di Indonesia sebagai organisasi masyarakat muslim terbesar di Indonesia yang sudah berdiri sejak 1926. Jumlah nahdliyin atau pengikut NU sekitar 91 juta dan saat ini kepengurusan sudah di seluruh provinsi dan kabupaten kota di Indonesia, bahkan ada cabang pengurus istimewa di 34 negara di dunia.

Komitmen dan keterlibatan NU dalam hal bencana melalui lembaga yang pada awalnya disebut Community-Based Disaster Risk Management (CBDRM ) tahun 2005, kemudin terus berkembang dengan berbagai aktifitasnya dan pada tahun 2010 dalam Muktamar PBNU di Makassar baru ada lembaga resmi, kalau yang tadi CBDRM, maka lembaga resmi di bawah PBNU yang disebut LPBI NU (Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama) itu secara resmi berdiri tahun 2010. Hingga saat ini pengurusnya sudah ada di tingkat provinsi dan kabupaten kota seluruh Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Riset dan Pengembangan LPBI NU Abdul Jamil Wahab pada acara Lokakarya Internasional yang diadakan oleh Adventist Development and Relief Agency Indonesia (ADRA) di Hotel Akmani, Jakarta, Rabu (27/3).

“LPBI NU secara visi, karena memang mayoritas masyarakat Indonesia adalah bisa dikatakan nahdaltul ulama, maka ketika ada bencana yang menjadi korban adalah masyarakat nahdlatul ulama. Maka di sinilah LPBI NU punya kepentingan untuk bagaimana masyarakat mempunyai kapasitas yang memadai dalam menghadapi bencana, karena Indonesia dalam sejarahnya adalah merupakan wilayah yang potensial untuk terjadi berbagai macam bencana”, Kata Jamil sapaan akrabnya.

Perubahan iklim dan penanggulangan bencana atau bencana itu sendiri yang sifatnya berulang, perubahan iklim bisa menimbulkan bencana begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu LPBI NU kemudian berkomitmen kepada dua isu, yaitu penanggulangan bencana dan perubahan iklim.

“Yang paling strategis adalah bagaimana kita meningkatkan kapasitas masyarakat dalam hal bencana untuk mempunyai kemampuan dalam penanggulangan bencana. Ini yang saya kira menjadi visi dan misi dan strategi yang dilakukan LPBI NU”, Katanya

Jamil mengungkapkan bahwa tema yang disampaikan panitia adalah bagaimana LPBI NU mengkhutbahkan peningkatan kapasitas masyarakat dalam isu penanggulangan bencana. Maka ada beberapa program LPBI NU yang sudah dilakukan.

“Yang pertama, sejak 2006 ada Pesantren Based Disaster Risk Management (PBDRM), karena ada istilah kalau NU itu sebagai organisasi besar maka pesantren itu adalah NU kecilnya, jadi kalau ingin memahami NU yang tadi sudah terbentuk wilayah dan cabangnya diseluruh Indonesia bahkan cabang Istimewa di luar negeri itu besar sekali, dan umatnya 91 juta diperkirakan. Maka kalau ingin memahami karakteristik dariapada NU sebetulnya bisa memahami dari hal yang kecil yaitu bagaimana sebuah pesantren itu, jadi pesantren itulah NU kecil, dan tentunya dari pesantrenlah dilakukan pemberdayaan terhadap masyarakat, baik itu dalam asset pendidikan agama, pendidikan umum, pembangunan ekonomi dan sebagainya”, paparnya

Jamil melanjutkan, bahwa sejak tahun 2006 itu ada tiga pesanten besar yang dijadikan mitra oleh LPBI NU, yaitu Pesanttren Asshiddiqiyah di Jakarta, kemudian Darussalam di Watucongol Magelang, dan Nurul Islam di Jember. “Tiga pesantren itu yang pertama kami latih sekitar 170 fasilitator, kanapa begitu banyak? Karena kita akan memberdayakan masyarakat dalam menyadarkan tentang pentingnya upaya penanggulangan bencana yang mana paradigmanya tidak lagi responsive tapi berparadigma pencegahan di sekitar pesantren yang kira-kira ada 5 atau 7 kecamatan. Dari 170 fasilitator yang kita bina, maka masing-masing dari mereka kemudian melakukan pemberdayaan terhadap komunitas yang ada di lingkungan pesantren itu”, Pungkasnya

Kemudian peningkatan tokoh agama dalam pelestarian lingkungan, saya kira ini isu yang strategis dan efektif, karena yang pertama di enam wilayah yang sudah kami lakukan yaitu di Manado, Bunaken, Pekalongan, Garut, Banjar Baru Kalsel, Pangkal Pinang. Dari enam daerah ini kita undang tokoh-tokoh agama dari seluruh agama dan semuanya kita bekali dengan metode fact action research.

Dan yang saat ini sedang gencar dilakukan adalah program pengelolaan sampah berbasis komunitas yang diberi nama Bank Sampah Nusantara (BSN) sejak tahun 2016 hingga kini sudah memiliki cabang-cabang diberbagai daerah di Indonesia. Melalui program ini masyarakat diajak melalui pendekatan keagamaan, karena pendekatan keagamaan ini merupakan pendekatan yang paling efektif.

Dalam kesimpulannya, Jamil mengatakan bahwa program ini tidak hanya mengenalkan bagaimana pengelolaan sampah tapi juga meyaakinkan masyarakat bahwa pengelolaan sampah adalah bagian yang juga sangat penting dari nilai-nilai agama, an-nazhaafatu minal iimaan, yang artinya kebersihan sebagian dari iman, konsep tersebut tidak hanya sebatas jargon, tapi bagaimana mengajak masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya, memilah dan mengumpulkan kemudian diolah sampah itu menjadi barang yang bermanfaat.

Dalam forum yang bertema “International Workshop On Community Resilience 2019” tersebut, Jamil merupakan salah seorang pembicara mewakili LPBI NU yang diminta untuk memaparkan ketangguhan lewat dakwah/khutbah Pengurangan Resiko Bencana (PRB).

 

 

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru