27.2 C
Jakarta

Dakwah Milenial di Mimbar Digital

Artikel Trending

AkhbarDakwah Milenial di Mimbar Digital
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Teknologi yang semakin berkembang menjadikan pergeseran dalam tata cara berdakwah. Jika dahulu dakwah hanya bisa dilakukan dengan bertatap muka, sekarang kemajuan teknologi dapat mempermudahnya. Dengan seperangkat alat komunikasi dan jaringan internet, semua orang bisa belajar ilmu agama dari seluruh ulama terkemuka di seluruh dunia melalui dakwah milenial ini.

Idealnya, orang yang ingin belajar ilmu agama harus nyatri terlebih dahulu. Sehingga, tidak hanya ilmu pengetahuan saja yang bisa didapatkan, melainkan ilmu keluruhan akhlak juga bisa diperoleh melalui bimbingan seorang kiai. Karena seseorang tidaklah dikatakan pintar dengan intelektualitas keilmuan belaka, Namun, perlu juga diimbangi akhlak mulia.

Namun, seiring perkembangan zaman, globalisasi terus saja menuntut inovasi baru dalam hal berdakwah. Orang semakin sibuk dengan pekerjaannya hingga tidak sempat mendengarkan siraman agama. Pada akhirnya kemerosotan ilmu agama dan akhlak mulia yang menjadi buah atas rumitnya persoalan ini.

Berdakwah dengan Gaya Milenial

Maka jalan keluar atas permasalahan ini adalah memanfaatkan teknologi untuk menghubungkan antara pendakwah dengan orang yang didakwahi. Hal ini dengan memperhitungkan kemampuan teknologi komunikasi yang mampu menjangkau semua lapisan dan dapat dimanfaatkan kapan saja dan diamana saja selama ada jaringan internetnya.

Walaupun begitu, terdapat berbagai kendala dengan pemanfaatan teknologi ini. Media sosial yang begitu luas jangkauannya, membuat semua orang bebas untuk mengaksesnya. Para kiai bebas mengunggah video ataupun tulisan di berbagai platform media. Begitu pula, orang-orang yang belum resmi berstatus sebagai kiai, bermunculan dengan berbagai video dan tulisannnya. Sehingga, ilmu agama yang bertujuan membina masyarakat, justru semakin membuat bingung masyarakat sendiri.

Banyak orang keliru memilih sosok panutan melalui media sosial. Orang yang sudah mempuni keilmuannya berbondong-bondong disebut ustadz. Padahal mereka belum mampu dalam tataran akhlaknya. Sehingga tak jarang dari dakwah mereka mengandung kontroversi dan memancing emosi dari semua pihak.

Menanti Da’i Milenial Cerdas, dan Berakhlak

Mengenai hal ini, Nadirsyah Hosen, mengingatkan agar memilih ustadz yang punya sanad keilmuan jelas. Jelas siapa gurunya, jelas apakah sanad ilmunya bersambung hingga ke Rasulullah SAW dan jelas ia menimba ilmu di mana. Jangan sampai memilih ustadz gadungan yang hanya belajar Islam dari Syekh Google saja.

BACA JUGA  Haul ke-31 K. Abdul Djalil Sibaweh: Pondok Pesantren Afkaaruna Gelar Haflah Ikhtitam dan Pengajian Akbar

Cara paling mudah mengetahui keaslian akhlak dan ilmu dari orang yang berdakwah adalah dengan menemuinya secara langsung maupun bertanya kepada orang terdekatnya. Dengan begitu, kita tidak akan tertipu lagi oleh tingginya ilmu namun berakhlak rendah.

Melihat situasi yang semakin rumit percampuran antara ustadz gadungan dengan ustadz asli maka da’i dengan kemantapan akhlak dan ilmu diharapkan mampu memberikan kontribusi lebih di media sosial. Tidak hanya sebagai seorang pendakwah biasa, melainkan juga sebagai juru pendamai dan penenang masyarakat. Mampu menenangkan masyarakat dari semua dakwah salah serta mampu mendamaikan masyarakat yang bertengkar akibat cara penyampaian dakwah yang salah dari ustadz gadungan tersebut.

Seorang pendakwah harus cepat bertindak sebelum permasalahan bertambah rumit dan melebar. Jangan sampai permasalahan ditanggapi oleh oknum-oknum yang mengaku sebagai ustadz namun tidak mempunayi keilmuan dan akhlak yang mempuni. Karena dikhawatirkan mereka mempunyai maksud lain untuk memperkeruh masalah dan menghasut lebih banyak lagi korban.

Perang Dakwah dengan Santun

Maka, berdakwah secara digital sangat genting dilakukan. Melihat kemungkinan konflik di dunia maya lebih besar daripada dunia nyata. Oleh karenanya, para da’i harus memiliki cara inovatif dalam perubahan gaya dakwah ini. Seorang da’i tidak hanya dituntut pandai bicara dan santun didepan banyak orang saja, namun juga harus melakukan hal itu didepan kamera.

Hal itulah yang harusnya dibangun sejak kini. Memanfaatkan sarana digital sebagai  penunjang kegiatan dakwah dan mengusir jauh-jauh para perusuh yang suka meniupkan api permasalahan. Ruang jihad yang semula hanya berlatar di dunia nyata harus segera diperluas ke arah dunia maya. Para da’i harus pintar menguasai teknologi dan cara berdakwah yang ada didalamnya.

Meskipun mengandung resiko yang besar serta permasalahan secara kompleks, dakwah secara digital juga mempunyai peran yang begitu besar. Menunjang kecepatan tersampaikannya informasi kepada pendengar, sehingga sang ustadz hanya memerlukan waktu yang relatif singkat. Semua kemudahan ini mutlak harus dimanfaatkan sebelum dielaborasi oleh ustadz tak bertanggung jawab.

Oleh: Muhammad Nur Faizi

Penulis, adalah Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Pegiat Literasi di Pondok Pesantren Kotagede Hidayatul Mubtadi’ien Yogyakarta.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru