27.6 C
Jakarta

Cerita Kisah Perdamaian Menuju Hari Raya Idul Fitri

Artikel Trending

KhazanahTelaahCerita Kisah Perdamaian Menuju Hari Raya Idul Fitri
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Barangkali pikiran kita masih sangat takut ketika mendengar kata toleransi, perdamaian atau konten yang berjudul ekstremisme dan terorisme. Sebab dari kata-kata itu, seolah-olah kita tidak berdamai dengan keadaan, kehidupan, bahkan dengan diri sendiri.  Padahal, untuk menyebarkan nilai-nilai perdamaian, kita hanya perlu menyebarkan narasi yang bisa serupa dengan mereka.

Atas dasar itulah, Ifan Amalee, menggagas peace generation sebagai ruang perjumpaan bagi anak muda untuk menyebarkan perdamaian dengan cara berbeda. Cara-cara yang tidak sama seperti halnya membahas Drakor, ataupun film di Netflix yang menjadi perbincangan anak muda, merupakan salah satu alternatif untuk menyebarkan nilai perdamaian. Cara semacam itu sebagai upaya agar anak muda, baik dari kalangan gen Y dan gen Z menerima perdamaian dengan cara terbuka.

Cerita-cerita perdamaian di atas tidak hanya disampaikan oleh Ifan Amalee selaku Founder Peace generation, setidaknya ada beberapa cerita tentang perdamaian dari Srikandi Lintas Iman (Srili), Generasi Literat, hingga Komunitas Penghayat Kepercayaan Sapta Darma. Cerita-cerita tersebut dihimpun dalam kegiatan yang bertajuk SDG Talks dengan tema “Berbagi Kisah Perdamaian” oleh UNDP dan BNPT. Diskusi tersebut dilaksanakan  secara daring pada Kamis, 28 April 2022 kemarin.

Beberapa komunitas yang menyajikan kisah perdamaian itu, menjelaskan kepada kita semua bahwa, peran anak muda dalam menarasikan nilai-nilai perdamaian begitu luas. Cerita dari generasi literat misalnya, kegiatan yang diusung dibungkus dengan kelas literasi yang cukup unik dengan pesertanya sejumlah anak muda, mewakili masing-masing daerah, dimana kegiatan tindak lanjut dari kelas tersebut yakni tantangan untuk menuliskan nilai-nilai perdamaian melalui daerah atau tempat tinggal.

Dari kegiatan tersebut, dihimpunlah tulisan yang berbentuk buku sebagai sebuah hasil dan kerja anak muda . Tidak hanya itu, peran anak muda tidak berhenti pada narasi yang sudah berhasil dikumpulkan, peran perempuan muda juga tidak bisa dinafikkan dalam menunjukkan eksistensi perempuan. Adanya Srikandi Lintas Iman (Srili) yang merupakan komunitas perempuan muda perdamaian di Yogyakarta, meneguhkan peran perempuan untuk mengusung perdamaian.

Media sosial menciptakan ruang yang luas

Kegiatan yang dilakukan oleh para komunitas, setidaknya berubah sejak pandemi selama kurang lebih 2 tahun. Akan tetapi, setidaknya dari kegiatan yang selalu dilakukan secara online itu, komunitas-komunitas yang ada, bisa dikenal lebih luas. Hal ini karena, media sosial menciptakan ruang yang cukup luas, tanpa batas bagi penggunanya.

BACA JUGA  Kawal Pasca Pemilu: Hidupkan Persatuan, Hentikan Perpecahan!

Dalam kegiatan-kegiatan online yang dilakukan oleh komunitas, setidaknya kegiatan tersebut bisa diikuti oleh seluruh masyarakat, bahkan orang Indonesia. Sebab media sosial tidak membatasi jarak. Tidak hanya itu, kehadiran media sosial juga perlu dipahami bahwa, banyak dari kalangan Z dan Y. sehingga untuk memberikan ruang perjumpaan dan ruang dialog, generasi tersebut harus dilibatkan sebagai upaya, menekankan peran mereka secara langsung untuk menciptakan perdamaian.

Media sosial menjadi ruang yang sangat luas untuk berinteraksi secara bebas. Untuk mewujudkan ruang yang damai, maka penggunanya harus diberikan pemahaman untuk meningkatkan literasi digital agar bisa menjadi ruang aman bagi semua penggunanya. Disinilah perannya komunitas sosial untuk memberikan edukasi secara luas di media sosial.

Kearifan lokal untuk mengusung nilai-nilai perdamaian

Selain media sosial, ruang perdamaian yang bisa disebarkan kepada khalayak yakni kearifan lokal yang kita miliki. Jika di pelbagai pemahaman kita belajar tentang tokoh perdamaian, yang sering disebut biasanya Mahatma Ghandi, nyatanya nilai-nilai perdamaian tersebut juga ada dalam tradisi masyarakat lokal. Ada banyak sekali tradisi yang terdapat pada masyarakat kita dalam mempromosikan perdamaian yang bisa dijadikan media menyebarkan perdamaian.

Pada masyarakat Jawa, banyak sekali istilah-istilah, yang apabila kita maknai secara mendalam, istilah tersebut menjunjung kehidupan yang sangat berperspektif kemanusiaan. Diantaranya:  “Urip Iku Urup, kalau diartikan hidup itu memberikan kemanfaatan, “Memayu Hayuning bawono, Ambrasta Dur Hangkoro” yang artinya: Harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan, serta memberantas angkara murka, serakah dan tamak.

Pada masyarakat lain, kearifan lokal dan tradisi setiap daerah pasti ada dan unik untuk dipahami. Anak muda harus mengetahui betul, apa saja tradisi yang ada di sekitar yang bisa diambil nilai-nilai perdamaian. Dengan demikian, tradisi tersebut menjadi salah satu alternatif yang sangat penting untuk tetap dilestarikan. Sebab bicara perdamaian, tidak hanya tentang label perdamaian yang diusung. Akan tetapi juga, tradisi dan budaya yang berkembang pada masyarakat, juga menjadi bisa media untuk menyebarkan nilai-nilai perdamaian. Sehingga masyarakat bisa menerima tujuan yang kita bangun, yakni menyebarkan nilai-nilai perdamaian.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru