30 C
Jakarta

Cara Kota Banjarmasin dalam Mencegah Teror dan Radikalisme

Artikel Trending

AkhbarDaerahCara Kota Banjarmasin dalam Mencegah Teror dan Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Banjar Masin – Pemerintah Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel) turut aktif dalam pencegahan teror dan radikalisme di tengah masyarakat. Plt Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Banjarmasin Machli Riadi mengatakan, antisipasi harus dilakukan seluruh pihak.

Terutama pejabat di lapangan seperti camat dan lurah yang dianggap paham kultur dan lingkungan di wilayahnya.

“Camat, lurah, babinsa dan intelijen kita libatkan dalam langkah pencegahan. Kemudian peran serta masyarakat untuk menyampaikan laporan jika ada indikasi di lingkungannya juga bagian terpenting untuk pencegahan,” katanya saat ditemui di Balai Kota Banjarmasin, Kamis (16/12/2022).

Machli mengatakan, Pemkot Banjarmasin pun melakukan rapat lintas sektoral dengan melibatkan seluruh stakeholder antara lain para babinsa, babinkantibmas, hingga Badan Intelijen Daerah.

Masyarakat berperan dalam mengantisipasi adanya pendatang baru, seperti melaporkannya ke Ketua RT setempat.

“Untuk warga pendatang, warga wajib lapor 2 kali 24 jam agar regulasi ini menjadi bagian saringan utama di level akar rumput,” tuturnya.

Sementara itu, psikolog Universitas Muhammadiyah Banjarmasin Risna mengatakan, radikalisme dipengaruhi oleh keanggotaan kelompok dan konteks antar kelompok. Kelompok radikal merasa bahwa identitas mereka kuat (superior), sementara kelompok lainnya lemah (inferior).

Ia menyebutkan, terdapat tiga fase dalam radikalisasi, yaitu sensitif terhadap ideologi radikal, menjadi anggota kelompok radikal, dan siap merencanakan serangan atas nama ideologi kelompok. Kelompok radikal memiliki karakteristik utama. Pertama, memandang serius masalah dalam masyarakat.

Kedua, sangat tidak puas dengan cara institusi menangani masalah dan keluhan mereka, sehingga menciptakan kepercayaan yang rendah terhadap institusi dan persepsi bahwa otoritas tidak sah.

BACA JUGA  Tokoh Masyarakat Gorontalo Ajak Masyarakat Tetap Damai Pasca Pemilu

Setelah itu, Risna menyebutkan kelompok radikal menganggap norma dan nilai kelompok mereka sendiri lebih unggul dari kelompok lain. Sehingga menciptakan perbedaan yang kuat untuk membentuk fondasi dari penggunaan kekerasan.

Keempat, sebagian besar kelompok menerima ideologi melegalkan kekerasan untuk mengatasi kekhawatiran mereka dan kekerasan sering diarahkan pada kelompok luar yang dipandang sebagai pelaku yang bertanggung jawab untuk menciptakan keluhan.

Kelima, kelompok radikal memiliki keyakinan kuat dalam keakuratan penggunaan kekerasan sehingga mereka menyetujui kekerasan yang dilakukan oleh anggotanya sebagai cara yang paling efektif untuk mencapai ideologi mereka.

Risna mengatakan, terorisme merupakan hasil dari proses radikalisasi yang terjadi melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah sensitivitas. Pada level mikro, sensitivitas faktor pendorong adalah diri sendiri yang mencari signifikansi (perasaan tidak penting atau kegagalan) dan ketidakpastian pribadi.

Pada tingkat meso, proses radikalisasi terjadi tergantung situasi.

“Pada lingkungan sosial, faktor pendorong pada level ini adalah perasaan ketidakadilan yang menurut mereka lebih buruk dari kelompok lain, serta persahabatan dan keluarga sebagai orang terdekat yang dapat memberikan pengaruh ideologi radikal,” katanya.

Kelompok radikal memiliki karakteristik yang dominan serta memiliki nilai dan norma yang berbeda dengan kelompok lain. Mereka menganggap kelompok mereka selalu benar dan mengatasi masalah dengan membenarkan kekerasan.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru