29.1 C
Jakarta

Bullshit Para “Pembela” Islam

Artikel Trending

CNRCTBullshit Para “Pembela” Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sejak Ahok jadi Gubernur DKI Jakarta, Rabu, 19 November 2014, para pembela Islam tidak bisa hidup tenang sampai hari ini. mereka semakin radikal. Radikalisme dalam hal ini dalam konteks pemikiran dan tindakan politik yang berlatar belakang agama. Karena itu potensi radikalisme ada di semua agama, bukan monopoli salah satu agama tertentu. Bahkan potensial pada setiap individu manusia. Hal ini setidaknya dapat dibuktikan dengan “Pembela” Islam yang berkedok bullshit.

Pada kenyataannya, aksi-aksi bela Islam yang mereka gelar bullshit semata. Bullshit artinya omong kosong, tahi (kotoran) dan tipuan. Harry G Frankfurt pertama kali menyajikan bullshit sebagai sebuah teori pada artikelnya di jurnal Raritan Quaterly Review tahun 1986. Kemudian diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul On Bullshit pada tahun 2005. Menurutnya, bullshit adalah pembicaraan yang dimaksud untuk membujuk tanpa memperhatikan kebenaran. Berbeda dengan pembohong, yang peduli dengan kebenaran tapi menyembunyikannya.

Bullshit yang paling Nampak di depan mata, adalah akhlak dan tutur kata mereka yang jauh dari ajaran Islam. Caci maki, umpat dan sumpah serapah meluncur dengan ringan dari mulut mereka. Sangat bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah Muhammad saw. Mereka menjadikan Islam sebagai alasan dalam bertindak radikal. Akibatnya nama Islam menjadi “fitnah” bagi Islam dan umatnya. Sedangkan hal tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan substansi dan tujuan Islam itu sendiri. Tentu saja merugikan dan memecah belah umat Islam, serta merusak citra baik Islam yang justru memicu lahirnya sikap islamofobhia.

Mereka adalah bullshiter, tidak peduli apakah yang dikatakan “Pembela” Islam itu benar atau salah, dia hanya peduli, apakah pendengarnya bisa dibujuk atau tidak. Bullshitter tidak peduli apakah hal-hal yang dikatakannya itu menggambarkan realitas yang benar atau tidak. Dia hanya mengambilnya, membuatnya, sesuai dengan tujuannya.

Aksi bela Islam mereka tidak ada hubungannya dengan kedalaman iman seseorang. Karena kedalaman iman seseorang terkait dengan kedekatan hatinya dengan Allah swt. Kedalaman iman ada dalam diri seseorang, ia bersifat imanen. Dari kedalaman iman memancar kesalehan pribadi. Pada hakekatnya tujuan beragama (Islam) hanyalah untuk mencari ridho Allah SWT, maka mutlak harus berangkat dari hati yang ridho atau ikhlas, guna mengenal dan mencintai, serta dicintai-Nya (makrifat).

Kedalaman iman yang memancarkan kesalehan pribadi sesuai dengan substansi Islam tertuang dalam visi, “Menjadi rahmat bagi alam semesta” (Wama arsalnaka illa rahamatan lil’alamin), dan misi berupa tiga pilar agama, yaitu enam rukun iman (tauhid-aqidah), lima rukun Islam (syariat fiqih), dan puncaknya adalah rukun ihsan yaitu akhlaqul karimah. Ciri seseorang berakhlak karimah, memberi manfaat kepada orang lain. Orang merasa aman, nyaman dan damai bersamanya. Dari kesalehan pribadi menjadi kesalehan sosial.

Menurut Evan Davis, bullshit sebagai ketidakpedulian atau tidak adanya perhatian terhadap kebenaran.  Bullshit merupakan salah satu fitur dan kunci masuk ke budaya kontemporer yang merasuk segala aspek kehidupan sehari-hari dan politik. Bullshit adalah isi dan esensi post-truth, dimana emosi dianggap lebih penting ketimbang bukti dan fakta. Bullshit menjadi sarana komunikasi yang efektif.

Sedangkan radikalisme bersifat politis. Motif dasar kaum radikal sesungguhnya adalah kekuasaan. Islam menjadi alat melegitimasi motif tersebut. Dalam paradigma kaum radikal, Islam akan tegak dengan kekuasaan politik. Sebab itu puncak kekuasaan harus diraih. Tanpa memegang tampuk kekuasaan, syariah Islam tidak bisa diterapkan. Karena itu pemaksaan keyakinan pada level ini akan mengganggu ketertiban masyarakat, keamanan dan ketahanan negara.

Ayik Heriansyah
Ayik Heriansyah
Mahasiswa Kajian Terorisme SKSG UI, dan Direktur Eksekutif CNRCT

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru