32.1 C
Jakarta
spot_img

Buku Khilafah; Buku Baru Isi Lama

Artikel Trending

KhazanahResonansiBuku Khilafah; Buku Baru Isi Lama
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pada 5 Desember lalu Refli Harun memposting video podcast di kanal YouTube miliknya berjudul “Bahas Khilaf tentang Khilafah! Duo Ustaz Ini Buat Buku dan Kasih Pelajaran Penting.”

Duo ustaz yang dimaksud adalah Muhamad Ismail Yusanto (Jubir HTI) dan Rokhmat S. Labib (DPP HTI). Buku yang dibahas berjudul Khilafah: Memahami Sistem Politik dan Pemerintahan Islam yang ditulis oleh Tim Penulis Al-Wa’ie. Al-Wa’ie merupakan majalah bulanan HTI. Diterbitkan oleh Pustaka Fikrul Islam. Cetakan ke-1, Juni 2024; Cetakan ke-2, November 2024.

Setelah menyimak podcast, karena hendak mengonfirmasi isi podcast dengan isi buku, saya beli online dan baca buku tersebut. Dari sisi isi tidak ada yang baru. Hanya menulis ulang isi kitab-kitab halakah Hizbut Tahrir, terutama kitab Daulah Islam dan Ajhizah Daulah Khilafah. Ada juga pembahasan fikih daulah, hukumah dan siyasah HTI tentang masalah-masalah kontemporer. Dan di bagian akhir ada bab bantahan HTI terhadap pihak-pihak yang menolak khilafah mereka.

Kesimpulan saya, HTI masih menganut pandangan lama mereka tentang khilafah. Sampai saat ini HTI belum merevisinya. Pandangan-pandangan HTI yang tetap dan masih salah tersebut antara lain:

  1. HTI mewajibkan khilafah berdasarkan dalil-dalil umum yang sebenarnya tidak sedang membicarakan tentang nizhamul hukmi (sistem pemerintahan).
  2. Dalil-dalil yang dirujuk HTI tersebut berbicara tentang hakim, khalifah dan ulil amri dalam konteks pribadi/personal secara umum, tanpa ada kaitannya dengan nizhamul hukmi (sistem pemerintahan) secara khusus.
  3. HTI meng-qiyas-kan khilafah sebagai nizhamul hukmi dengan ibadah shalat. Padahal shalat dan khilafah dua hal yang berbeda. Shalat merupakan ibadah mahdlah yang tauqifi dan ta’abbudi serta tidak memiliki ilat sehingga bersifat baku.
  4. Sedangkan khilafah adalah konsep tentang sistem pemerintahan yang masuk dalam kategori ghairu mahdlah yang ijtihadi dan ta’aqquli sehingga fleksibel (tidak baku). Nizhamul hukmi adalah sarana/kendaraan (wasilah) untuk mencapai tujuan (keamanan, ketertiban, keteraturan, kesejahteraan, kemakmuran, dan kebahagiaan). Nizhamul hukmi bukan tujuan itu sendiri.
  5. Tentu saja meng-qiyas-kan khilafah dengan shalat merupakan kesalahan fatal dalam berdalil (istidlal). Tidak ada ilat syar’i yang mempertautkan khilafah dengan shalat. Jadi, ini merupakan modus qiyas akal-akalan.
  6. HTI menukar makna khilafah dalam hadis dan qaul ulama dari imamah (personal) menjadi nizhamiyah (sistem).
  7. Pada kesempatan lain HTI menyamakan makna khalifah (seseorang/syakhsiyatun) dengan khilafah (sesuatu/syai’un). Ibarat menyamakan sopir dengan mobil atau menyamakan pilot dengan pesawat.
  8. Khalifah = khilafah ibarat sopir = mobil atau pilot = pesawat.
  9. HTI menautkan klausa ‘ala minhajin nubuwwah dalam hadis-hadis Nabi saw kepada sistem organisasi, birokrasi dan administrasi pemerintahan (khilafah), padahal klausa tersebut merujuk kepada sifat, akhlak, karakter, dan kepribadian personal dari khalifah.
  10. Ibarat klausa “berkendaraan berdasarkan buku petunjuk”. Klausa ini merujuk kepada pengendara (sopir), bukan sifat dari kendaraannya (mobil).
BACA JUGA  Memilah Makna Khilafah

Masih banyak lagi kesalahan isi buku tersebut. Walhasil, buku Khilafah yang diterbitkan oleh HTI yang diatasnamakan Penerbit Fikrul Islam hanya menyalurkan kembali kesalahpahaman HTI tentang khilafah.

Ayik Heriansyah
Ayik Heriansyah
Lulusan Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru