27.9 C
Jakarta

Bom Bunuh Diri di Makassar, Bukan Mati Syahid tapi Mati Konyol

Artikel Trending

KhazanahPerspektifBom Bunuh Diri di Makassar, Bukan Mati Syahid tapi Mati Konyol
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kejadian nista nan terkutuk kembali mengotori wajah Indonesia. Bom bunuh diri yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang baru saja melangsungkan pernikahan beberapa bulan lalu menjadikan Gereja Katedral di Makassar sebagai sasarannya. Demi Tuhan, atas nama kemanusiaan, perbuatan ini sangat keji dan terkutuk.

Pasutri pelaku perbuatan busuk tersebut merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD). JAD sendiri merupakan korporasi yang mewadahi berbagai aksi terorisme. Organisasi ini berafiliasi dengan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS). Menurut Departemen Luar Negeri AS, JAD merupakan bagian dari jaringan teroris global lewat perintah eksekutif (E.O.) 13224.

Kedua pelaku ini dinikahkan oleh Risaldi yang juga seorang teroris beberapa bulan yang lalu. Beruntungnya, Risaldi ini telah ditangkap pada bulan Januari lalu dan kini sedang menjalani proses hukuman. Mirisnya, kedua pelaku merupakan kalangan milenial yang lahir pada tahun 1995-an.

Sebelum melancarkan aksinya di Gereja Katedral Makassar ini, JAD sendiri telah melakukan banyak aksi teror di berbagai daerah di Indoensia, seperti pengeboman di Sarinah tahun 2016, bom Kampung Melayu tahun 2017, bom Gereja di Surabaya tahun 2018 dan seterusnya hingga penusukan Wiranto di Pandeglang tahun 2019.

Di antara hal konyol yang patut ditonjolkan dalam aksi bom bunuh diri Makassar ini adalah tindakan salah satu pelaku yang memberikan surat wasiat kepada orang tuanya bahwa dia berpamitan untuk jihad dan siap mati syahid karenanya. Atas nama agama, dengan seenaknya dia mengklaim mati syahid. Cara pandang saya justru tidak demikian, selain keyakinannya yang konyol, matinya juga konyol.

Nampaknya, alasan mati syahid ini bukan alasan baru dalam dunia terorisme. Alasan ini merupakan alasan utama mereka dalam mengakhiri hidupnya. Namun, orang yang sehat sama sekali tidak melihatnya demikian. Dasar agama dan dasar kemanusiaan yang mana yang memberikan titel syahid kepada pembunuh biadab seperti mereka?

BACA JUGA  Menjadikan Ruang Maya sebagai Ajang Politik Damai

Apapun alasannya, baik ekonomi, politik, sosial maupun budaya, tindakan keji seperti ini tidak dapat dibenarkan, terlebih dengan asalan agama. Dalam agama Islam sendiri, tindakan semacam ini justru bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Misalnya saja dalam QS. Al-Mumtahanah: 8.

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Seyogyanya ayat tersebut benar-benar menjadi peringatan bagi seluruh umat muslim bahwa hubungan baik dengan non-Muslim itu harus dirawat, dijaga dan dibina. Bukan sebaliknya, mencorengan nama Islam dengan tindakan yang sama sekali tidak memiliki dasar. Ayat tersebut sejatinya merupakan rambu untuk tidak seenaknya berlaku buruk terhadap selain Muslim.

Aksi bom bunuh diri tersebut bukan perkara kecil dan sepele. Pasalnya, korban yang ditimbulkan oleh aksi ini tidak sedikit. Terlebih, para pelaku melakukannya tepat di depan gereja yang notabenenya banyak jemaat yang tengah melakukan ibadah.

Hal ini mengingatkan kita pada pentingnya meningkatkan kesadaran terhadap konten radikalisme yang tersebar, baik dalam dunia sosial maupun media sosial. Saya pikir ini bukan hanya tugas pemerintah, seluruh elemen masyarakat harus turut ambil peran dalam mencegah penyebaran konten-konten tersebut.

Berdasarkan kejadian ini pula, kita kembali tersadar bahwa rongrongan terorisme di Indonesia benar-benar nyata dan sangat sukar untuk dimusnahkan. Kita tidak bisa membiarkan hal serupa kembali terjadi. Karenanya, jika terdapat hal mencurigakan, laporkan pada pihak berwajib. Selebihnya, izinkan mereka untuk melaksanakan tugasnya. Semoga Allah senantiasa meridai.

Azis Arifin, M.A
Azis Arifin, M.A
Alumni SPs UIN Jakarta. Alumni Ponpes Asy-Syafe'iyah Purwakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru