25.6 C
Jakarta

Bom Bunuh Diri dan Tumpulnya Deradikalisasi

Artikel Trending

Milenial IslamBom Bunuh Diri dan Tumpulnya Deradikalisasi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Setelah teroris ditangkap di beberapa tempat di Indonesia, kini teman-temannya seperti melakukan pembalasan dengan teror. Mereka memanfaatkan orang untuk menjadi sebagai tim amaliah teror yang sengaja untuk meneror orang Indonesia, khususnya kepada aparat kepolisian.

Dan itu tidak hanya sekali terjadi. Aparat seperti memiliki paket langganan mendapatkan teror oleh teroris. Terbaru teror terjadi di Bandung, di salah satu di Polsek Astanaanyar, Bandung, pada Rabu (7/12) pagi.

Teror bom bunuh diri meledak dengan memakan korban 11orang. Dari 11 orang itu, sebanyak 10 orang merupakan anggota polisi dan satu orang warga sipil yang sedang beraktivitas di lokasi kejadian. Pelaku bom bunuh diri dan satu polisi tewas di lokasi kejadian.

Pelaku bom bunuh diri bernama Agus Sujatno alias Agus Muslim. Agus merupakan eks-narapidana kasus bom Cicendo, Jawa Barat, yang telah dihukum penjara selama empat tahun di Nusakambangan. Agus kemudian bebas pada September 2021. Bebasnya Agus termasuk sebab karena program deradikalisasi. Namun faktanya program deradikalisasi ini tidak mempan kepada Agus ini.

Deradikalisasi Tumpul?

Artinya, program deradikasilasi yang terus-menerus santer digelorakan oleh pegiat dan buzzernya, mentah sekita. Ini menjadi catatan pentimg bahwa program deradikalisasi bukanlah sesuatu yang disanjung-sanjung atau seperti tidak ada cacat apa pun. Bahkan jika ini bisa dibilang penting, program deradikalisasi sudah harus dirombak kembali hal-hal perlu ditukangi.

Kita tidak mungkin terus-terusan selalu melihat korban-korban teror ini berjatuhan. Di atas tangan panas terorisme, mereka menjadi manusia paling bejat yang berani membunuh puluhan, ratusan bahkan ribuan orang.

Apalagi di dalam kepalanya teroris, orang yang selain seagamanya adalah manusia yang harus dihabisi. Makanya, tiap-tiap akhir tahun dan menjelang perayaan Natal dan tahun baru (Nataru), pasti ada aksi teror di salah satu daerah di NKRI.

Lebih lanjut, doktrin teroris hingga saat ini yang masih dipegang, setiap orang yang mencoba menghalang-halangi aktivitas mereka, ia adalah musuh yang harus dihabisi paling dahulu. Itu juga yang pernah disampaikan oleh ketua Al-Qaeda dan ISIS, bahwa mereka tidak perlu berjihad jauh-jauh, karena musuh mereka ada di dekatnya: Polisi dan umat non-Islam.

Dua Watak Teroris

Dua watak itu kini telah menancap dan menjadi suatu warisan bagi kelompok terorisme. Maka itu, jangan heran jika sejak lama, teroris selalu meneror gereja, seperti terjadi pada tahun-tahun 2000an. Bahkan dalam konteks Indonesia, teror bom yang pernah terjadi ada di 13 titik gereja. Seperti Pekanbaru, Jakarta, Mojokerto, Mataram, Medan, Malang, dan kota lainnya.

BACA JUGA  Menakar Jebakan Isu Pemilu Curang dari Kelompok Ekstrem-Radikal

Bom-bom gereja ini seringkali orang menyebut bukan karena persoalan perbedaan agama. Tapi lebih ke balas dendam tentang orang non-Islam yang pernah mereka lakukan terhadap orang Islam: baik sistem, eksploitasi, dan sikap politik. Maka itu, Hambali dan teroris Jama’ah Islamiyah, kelompok afiliasi Al-Qaida di Asia Tenggara, mencoba berbalas dendam dengan cara pengecut, yakni mengebom gereja-gereja yang tidak bersalah di Indonesia.

Apakah dengan cara pembalasan seperti itu Islam maju dan negara Islam berdiri seperti yang mereka inginkan? Tidak sama sekali. Justru yang terjadi, Islam malah makin mundur, karena orang-orangnya bermental tahu-tempe. Islam mundur dan seperti bukan agama yang mencintai kemajuan dan keharmonisan karena umatnya, ekstrem dan memiliki sikap bejat dan panas seperti api neraka.

Negara Islam berdiri? Tidak. Taliban yang kini dijadikan sebagai negara percontohan oleh kelompok-kelompok teroris bukanlah agama yang menerapkan Islam secara utuh. Di negara Taliban itu masih banyak hukum buatan manusia, buatan Amerika, dan barang-barang haram yang dikonsumsi oleh negara tersebut. Dan barang-barang tersebut yang menjadi salah satu modal bagaimana mereka bisa eksis dan bertahan hingga saat ini. Hanya luar dan bungkusnya saja, Taliban ini sok ngislami.

Deradikalisasi Perlu Ditukangi

Dalam konteks bom bunuh diri di Bandung, Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Dunia kita tidak aman dan rentan terhadap aktivitas terorisme. Saya rasa, Anda sama dengan kebanyakan orang, kita masih was-was dan khawatir terhadap bagaimana kehidupan kita ke depan. Pasrah dan berpangku tangan, apalagi bertekuk lutut, tentu saja bukan jalan terbaik untuk kita lakukan hari ini. Lebih-lebih mereka yang memiliki kebijakan.

Boleh kita mengatakan bahwa teroris adalah musuh bersama. Tapi bukan itu yang bangsa Indonesia ingin lihat dan rasakan. Bangsa kita ingin melihat Indonesia menjadi negara damai dan tidak terjadi konflik, apalagi konflik agama. Maka itu, bukan sikap cela-celaan yang utama kita lakukan hari ini. Tapi segara program yang ada, khususnya deradikalisasi, sudah perlu ditukangi dan dilihat kembali tingkat efektivitasnya. Jika program ini tidak segara dirombak, terorisme akan terus dan masih mengancam manusia Indonesia.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru