31.8 C
Jakarta

Bom Bunuh Diri dan Tindakan Setelahnya

Artikel Trending

KhazanahOpiniBom Bunuh Diri dan Tindakan Setelahnya
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Minggu (28/3) pagi, bangsa Indonesia berkabung akibat peristiwa bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makassar. Peristiwa yang kemudian menjadi topik perbincangan di mana-mana, bahkan di Twitter sempat menjadi trending topik.

Yang kemudian juga menghiasi jagat pemberitaan adalah kecaman yang hampir semua pejabat lontarkan terkait serta ormas keagamaan dan para tokoh-tokoh masyarakat. Semua bersepakat bahwa tindakan bom diri adalah tindakan keci.

Semua juga sepakat bahwa peristiwa bom bunuh diri itu tidak serta-merta berkaitan dengan agama tertentu. Meski saya kurang sependapat, karena justru banyak teroris berangkat dari tafsir ajaran agamanya.

Melansir Britannica, bom bunuh diri berarti tindakan saat seseorang membawa dan meledakkan bahan peledak untuk menimbulkan kerusakan, sementara membunuh dirinya sendiri dalam prosesnya.

Pertanyaannya kemudian adalah apa tindakan selanjutnya yang harus kita lakukan agar peristiwa tersebut tidak terulang di kemudian hari. Saya sependapat bahwa aksi tersebut sungguh keji dan  merobek kebhinnekaan yang telah lama terawat. Ini yang harus saya ulas, ketimbang mengulas jaringan siapa di balik peristiwa ini. Ada kerkaitan dengan organisasi di luar negri, atau siapa yang mendanai.

Saya rasa ini yang harus menjadi fokus kita bersama. Tindakan pencegahan ke depannya, sambil juga menunggu rilis resmi dari kepolisian tentang peristiwa yang membuat bangsa kita kembali berduka. Berikan sepenuhnya kepercayaan kepada pihak kepolisian untuk dapat menuntaskan peristiwa ini.

Yang kemudian juga harus pihak kepolisian dalami adalah pemilihan kota Makassar dan peledakan yang teroris lakukan tepat hari Minggu pastilah punya pesan tersendiri, menurut saya ini juga perlu segera memperoleh titik terang.

Tindakan-tindakan pencegahan untuk menangkal aksi terorisme bisa efektif, manakala masyarakat luas dapat berperan aktif. Selama ini masyarakat luas hampir abai/apatis terhadap ini, utamanya masyarakat yang tinggal di perkotaan. Sehingga celah ini para pelaku teroris manfaatkan untuk terus menanamkan benih-benih terorismenya.

Saat terjadi penangkapan terorisme di Lampung berinisial TB juga masyarakat tidak mengetahui keberadaannya karena jauh dari keramaian.

BACA JUGA  Pemilu 2024: Menyelamatkan Demokrasi dari Ancaman Radikalisme

Bom Bunuh Diri dan Kontra-Teror

Hal itu tentunya bisa saja terantisipasi jika saja masyarakat sekitar bisa mengetahui keberadaan dan melaporkannya jika memang ada warga pendatang apalagi jika tidak jelas asal usul dan pekerjaannya.

Kemudian tindakan kecil yang cukup efektif bisa kita lakukan adalah memulai mengkampanyekan indahnya keberagaman di lingkungan sekitar. Tak ayal isu keberagaman masih menjadi isu yang cukup menjadi sorotan di negeri ini. Seringkali karena perbedaan muncul konflik-konflik di masyarakat.

Sedikit saja terpercik api konflik ini bisa membesar. Konflik agama juga masih sering menjadi PR bersama. Maka mekampanyekan keberagaman adalah penting untuk kita lakukan.

Nasehat Almarhum Gus Dur sepertinya bisa kita terapkan dalam keberagaman ini. “Indonesia bukan negara Agama tapi negara beragama. Ada lima agama yang diakui di Indonesia, jadi tolong hargai empat agama lain.”

Selanjutnya tindakan jangka panjang yang bisa kita lakukan adalah menerapkan kurikulum anti-teror sejak dini. Untuk menangkal doktrin-doktrin radikalisme sejak dini sepertinya penerapan kurikulum anti-teror mutlak urgen.

Sebabnya generasi muda merupakan target yang paling utama dan mudah untuk terekrut teroris. Kondisi remaja yang masih labil adalah sasaran empuk para pelaku terorisme untuk merekrut anggotanya.

Semua hampir sepakat masuknya bibit-bibit radikalisme di sekolah melalui aktivitas pembelajaran di dalam kelas. Melalui buku-buku pelajaran yang berisi intoleransi dan lemahnya pengawasan dari pihak sekolah/yayasan.

Untuk itu perlu kiranya mencari terobosan-terobosan agar bibit radikalisme tidak sampai masuk dan tumbuh di sekolah-sekolah. Misalnya mengadopsi mata pelajaran Ahlusunnah Waljamaah atau Aswaja. Mata pelajaran ini dianggap efektif menanamkan sikap dan nilai moderat, toleran, dan anti-radikalisme.

Tentu saja selain mengutuk keras perbuatan biadab atas bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makkasar itu, ada hal yang tidak kalah lebih penting yang harus juga kita lakukan. Yakni jangan juga ikut menjadi penyebar video ataupun foto kejadian tersebut. Karena tujuan teror melakukan aksinya juga untuk menciptakan kegaduhan dan kekacauan.

M. Arfah
M. Arfah
Wakil Sekretaris GP Ansor Batam

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru