32.9 C
Jakarta
Array

Bolehkah Menolak Perjodohan dalam Islam?

Artikel Trending

Bolehkah Menolak Perjodohan dalam Islam?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kawin paksa ala zaman Siti Nurbaya memang sudah bukan zamannya lagi saat ini. Sudah banyak orang tua yang membebaskan anaknya untuk mencari dan memilih pasangannya sendiri. Hal ini tak lepas dari semakin tingginya pendidikan yang dicicipi oleh orang tua zaman sekarang. Esai ini akan membahas hukum menolak perjodohan dalam Islam?

Namun meskipun begitu, fenomena kawin paksa tetap terjadi di kalangan keluarga muslim. Padahal si anak sudah mempunyai pilihannya tersendiri. Dan calon yang diajukan oleh orang tua ternyata tidak cocok di hati anak tersebut. Tak jarang kasus ini menimbulkan konflik antara kedua pihak. Bagaimana fikih menyikapi fenomena tersebut?

Dari awal kami tegaskan bahwa haq al-ijbar (hak paksa) yang dimiliki wali nikah bukanlah bentuk penindasan. Namun lebih sebagai bentuk pemaksaan yang berdiri di atas kasih sayang dan kemaslahatan. Sebab diakui atau tidak, beberapa anak muda memilih pasangannya berdasarkan kesenangan belaka. Tanpa mau berpikir dan mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti budaya, adat, dan dampak yang akan mereka terima di masa yang akan datang.

Hal ini penting sebab akad pernikahan tidak hanya perihal menyatukan dua individu saja. Namun juga menyatukan dua keluarga yang dalam beberapa kasus memiliki adat-istiadat dan norma yang berbeda. Namun demikian, orang tua sebagai wali nikah tidak boleh semena-mena dalam menentukan pasangan hidup anaknya.

Kriteria Wali

Setidaknya dalam beberapa kriteria yang harus wali nikah penuhi untuk melegalkan hak paksa tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam kitab “Al-Fiqhu Ala Mazahibul Arbaah” (4/24). Diantaranya; antara calon suami dengan anak gadisnya tidak ada permusuhan yang nyata. Tidak ditemukan permusuhan yang nyata antara wali dan anak gadisnya. Calon suami harus sekufu dengan anak gadisnya. Calon suami harus mampu atau sanggup membayar mahar, mahar (mas kawin) merupakan mahar mitsl (mahar standar) di daerahnya. Mahar merupakan mata uang yang masih berlaku, serta mahar harus kontan.

Nah, menurut ulama mazhab syafii, bila salah satu dari empat ketentuan pertama tidak terpenuhi, maka akan berdampak pada sah atau tidaknya akad nikah. Sedangkan tiga ketentuan terakhir, bila salah satunya tidak terpenuhi tidak berdampak pada keabsahan akad nikah, namun hukumnya haram.

Dan fukaha menjadikan standar kufu sebagai barometer untuk menentukan mana yang harus dipilih antara calon pilihan orang tua atau pilihan anak gadisnya. Dalam kitab “Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj” (7/253) disebutkan, Jika calon suami yang diajukan oleh wali dan calon dari gadisnya sama dalam segi levelnya (kufu), maka anak gadis tersebut harus tunduk pada pilihan orang tua. Namun menurut Imam as-Subki, pilihan anak harus dikedepankan agar terhindar dari konflik yang tidak diinginkan. Sedangkan imam al-Adzrai, jika calon yang dipilih sang anak memiliki nilai lebih dari aspek ketampanan dan kekayaan, maka orang tua harus mengikuti permintaan sang anak.

Apakah menolak perjodohan orang tua termasuk perbuatan durhaka? Imam Abdullah bin Muflih Al-Maqdisi —salah satu ulama mazhab hanbali- menegaskan dalam kitab “al-Adab as-Syariyyah wa al-Minah al-Mariyyah” ( 1/335) menegaskan:

“فصل ليس للوالدين إلزام الولد بنكاح من لا يريد. قال الشيخ تقي الدين رحمه الله تعالى أنه ليس لأحد الوالدين أن يلزم الولد بنكاح من لا يريد وإنه إذا امتنع لا يكون عاقا”

“Pasal perihal kedua orang tua tidak berhak memaksa anaknya menikah dengan orang yang tidak ia sukai. Syekh Taqiyuddin —semoga Allah merahmatinya- berkata bahwa salah satu dari kedua orang tua tidak berhak memaksa anaknya menikah dengan orang yang tidak ia inginkan. Dan bila ia menolak, ia tidak dikatakan sebagai anak durhaka”

Wallahu alam.

*Afif Thohir Furqoni, alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep, sekaligus mahasiswa pascasarjana pada Prodi Hukum Keluarga Islam IAIN Madura.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru