Dengarkan artikel ini
Harakatuna.com – Wadah pada dasarnya adalah sesuatu yang suci, sehingga wadah seperti piring juga dihukumi suci. Namun bagaimana hukumnya menggunakan wadah yang telah digunakan untuk menaruh Najis?
Wadah yang aslinya suci maka ketika digunakan untuk menaruh najis maka wadah tersebut berubah menjadi Munanajis. Mutanajis adalah barang atau wadah yang dulunya suci kemudian terkena najis. Barang yang Mutanajis ini bisa berlaku suci kembali apabila telah dibersihkan dan disucikan kembali.
Jadi memakai wadah yang terkena najis maka hukumnya tidak boleh. Namun apabila wadah yang telah terkena najis itu sudah dibersihkan maka boleh digunakan kembali. Nabi Muhammad dalam hadisnya apabila ada wadah yang terkena najis maka memerintahkan untuk mencuci terlebih dahulu.
وعَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الخُشَنِيِّ – رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ – قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّا بِأَرْضِ قَومٍ أَهْلِ كِتَابٍ، أَفَنَأْكُلُ فِي آنِيَتِهِمْ؟ قَالَ: «لاَ تَأكُلُوا فِيهَا إِلاَّ أَنْ لاَ تَجِدُوا غَيْرَهَا، فَاغْسِلُوهَا، وَكُلُوا فِيهَا». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya: “Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani, Aku berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh kami berada di tengah-tengah Ahlul Kitab, apakah boleh kami makan menggunakan wadah/bejana mereka? Beliau – shalallahu alaihi wa salam – berkata: “Jangan kalian makan dengan bejana mereka, kecuali jika tidak ada selainnya, maka cucilah, lalu makan darinya.” [HR. Mutafaqqun ‘Alaihi]
Oleh karena yang demikian, memakai wadah yang telah digunakan untuk menaruh najis maka hukumnya tidak diperbolehkan. Kebolehan memakai wadah ini apabila wadah tersebut telah disucikan dari najis. Wallahu A’lam Bisahowab.
