29.1 C
Jakarta
Array

Ini Negara Pancasila Bukan Negara Ijtima

Artikel Trending

Ini Negara Pancasila Bukan Negara Ijtima
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com, Bogor — Seminar Dialaog Kebangsaan bertema “Indahnya Keberagaman Menuju Indonesia Maju” di Bogor, Sabtu (10/8/2019) menghasilkan kesepakatan untuk mengusir kelompok intoleransi dan radikalisme.

Hadir sebagai pemateri Prof. Dr. Sumanto Al Qurtuby, dosen King Fadh University of Petroleum and Minerals Arab Saudi. Pihaknya menegaskan, ada kelompok berpahan radikal di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang suka membuat kekerasan dan intoleransi.

“Di masyarakat Indonesia, ada banyak sekali masyarakat yang sangat toleran. Mereka ini hidup dalam ke-bhinekaan. Namun ada sekelompok kecil, yang suka sekali dengan kekerasan dan intoleransi serta radikalisme. Atas nama kebebasan demokrasi, kelompok intoleran dan radikal ini kerap memaksa kehendak. Atas fenomena ini, seluruh elemen harus bersatu membentengi masyarakat,” kata Qurtuby.

Pihaknya berharap agar seluruh satuan pendidikan berperan aktif mencermati dan mencegah maraknya paham radikal di masyarakat. “Tidak boleh ada diskriminasi, hanya karena di sekolah itu, ada siswa yang tidak beragama Islam. Jangan belum apa-apa, siswa sudah diajarkan kafir, kafer, kafur. Sekolah yang pengajarnya sudah terpapar intoleransi dan paham lain, harus segera dibereskan,” tegas Qurtuby.

Selain menyoroti dunia pendidikan, pihaknya juga mengungkapkan peran penting majelis-mejelis keagamaan dalam menangkal radikalisme. “Di Timur Tengah, orang mau ceramah saja, harus ada ijinnya dari pemerintah. Kita di Indonesia sesukanya. Sudah begitu, isi ceramahnya hanya bersifat makian, umpatan, hinaan dan cacian. Seorang pemuka agama itu, harus sejuk menyampaikan pesan dan bukan sebaliknya,” tuturnya.

Jenderal Polisi Angat Bicara Pengusiran Paham Radikal

Hal yang sama juga disampaikan oleh Jenderal Polisi (Purn) Anton Charliyan. Pihaknya menegaskan, wilayah Jawa Barat saat ini, sudah 40 persen warganya terpapar paham HTI.

“Radikalisme dan intoleran ini masalah ideologi. Semua agama baik. Hanya saja kelompok radikal ini selalu bawa-bawa agama saat menjalankan misinya. Makanya sekarang Polri dan TNI pakai ulama yang bebar untuk berdakwah tentang bahaya radikal ini. Ruang publik harus terturup bagi kelompok yang senangnya menebar kebencian dan kekerasan,” kata Anton.

Ia juga memastikan bahwa paham radikal yang sudah menguasai Jawa Barat ini kerap kali menebar kebencian disertai kekerasan dan radikal ini, kerap meng-kafir-kafirkan orang.

Jenderal Polisi (Purn) Anton berharap agar pemerintah bersikap tegas atas tindak penebaran dan indikasi paham radikal yang sudah terlanjur ini. Kedepan lanjut Anton Charliyan, harus ada Litsus bagi setiap warga negara yang ingin bekerja di pelayanan publik. “Semua lini harus litsus. Jika tidak mau terima Pancasila, silahkan keluar dari Indonesia,” kata Anton.

“Ini negara Pancasila dan bukan negara Itijma,” tegas Jenderal polisi ini saat ditanya terkait pertemuan Ijtima Ulama di Sentul beberapa waktu lalu. (Fay)

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru