27.2 C
Jakarta

BNPT Minta Masyarakat Waspadai Residivis Teroris

Artikel Trending

AkhbarDaerahBNPT Minta Masyarakat Waspadai Residivis Teroris
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Batang – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), meminta masyarakat untuk mewaspadai para residivis teroris.

Mereka yang belum atau tidak mengikuti program deradikalisasi, ada kemungkinan bergabung dengan jaringan teror. Ada pula napi teroris yang telah bebas, tetapi kemudian melakukan aksi teror lagi.

Hal itu disampaikan Direktur Deradikalisasi BNPT Brigjen Pol Ahmad Nur Wahid, saat menjadi narasumber utama dalam Sarasehan Kebangsaan Bersama Forkopimda Batang, di Pendopo Kabupaten Batang, Sabtu (25/2/2023).

Ahmad Nur Wahid juga mengatakan, bahwa residivis yang bukan kasus terorisme pun, setelah keluar bisa menjadi teroris.

Hal itu karena ketika berada di dalam lapas, mereka berhubungan dengan napi teroris, sehingga kemudian terpapar paham radikal.

“Tapi ada juga residivis yang berasal dari tahanan, yang ketika masuk ke lapas karena tindak kriminal, lalu terpapar oleh napi teroris, dan begitu keluar bergabung dengan jaringan teroris,” kata dia, seperti dirilis batangkab.go.id.

Dia mengatakan BNPT selalu memberikan perhatian ekstra di setiap wilayah, karena para mantan napi teroris itu juga menanamkan paham radikalisme di seluruh daerah.

“BNPT harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Dirjen lapas, tentang diizinkannya atau tidak napi teroris masuk ke lapas atau rutan di daerah,” ujar dia.

Lebih lanjut Ahmad Nur Wahid menyampaikan semua teroris pasti memiliki paham radikal. Tetapi mereka yang terpapar paham radikal, tidak otomatis menjadi teroris.

Dia pun menyebut contoh organisasi Hizbut Tahrir Indonesia yang sudah dibubarkan oleh negara.

BACA JUGA  Perkuat Moderasi Beragama Bagi Tokoh Perempuan, Ini Gerakan Kemenag

“Seperti yang sudah dibubarkan, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), meskipun radikal, tapi tidak termasuk teroris. Seseorang dikatakan teroris jika setelah berpaham radikal, masuk ke dalam jaringan teror, tergabung dalam daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme (DTTOT), di antaranya Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharud Daulah (JAD), dan lainnya,” katanya.

Masyarakat harus memahami, bahwa tindakan teroris diawali dengan adanya beberapa unsur, antara lain terpapar paham radikal.

Mereka berindikasi anti-Pancasila, pro ideologi transnasionalisme, anti pemerintah yang sah, intoleransi, dan mengkafirkan orang lain dan anti kearifan lokal yang didukung dengan bergabung dengan jaringan terorisme.

“Sikap mereka ditandai dengan mengucapkan baiat atau ikrar sumpah kepada pemimpin mereka, lewat media pengajian mulai mengatur strategi-strategi, latihan perang hingga merakit bahan peledak hingga penggalangan dana, maka oleh Densus 88 perlu dilakukan tindakan pencegahan,” jelasnya.

Lebih lanjut dikatakan, indeks risiko terorisme di Indonesia, antara 2021 hingga 2022 mengalami penurunan hingga 51 persen.

Target itu melebihi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN). Demikian pula dengan Indeks Potensi Radikalisme, yang mengalami penurunan menjadi 10 persen dari sebelumnya 12 persen bahkan 38 persen.

Penurunan tersebut dapat terjadi, berkat adanya sinergi yang baik dengan seluruh elemen masyarakat, mulai dari BNPT yang menerapkan strategi pentahelix, dengan melibatkan kementerian/lembaga, pemda, akademisi, masyarakat bersama media yang berperan meresonansi nilai-nilai nasionalisme dan moderasi beragama.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru