31.8 C
Jakarta

Perlu Kerjasama Lintas Stakeholder untuk Jalankan Program Deradikalisasi di Dalam Lapas

Artikel Trending

AkhbarNasionalPerlu Kerjasama Lintas Stakeholder untuk Jalankan Program Deradikalisasi di Dalam Lapas
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta-Deradikalisasi merupakan roh atau inti kegiatan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) karena hal ini langsung menyasar ke akar masalah terjadinya aksi terorisme. Oleh karena itu, BNPT perlu meningkatkan kerjasama dengan semua stakeholder dalam implementasi program deradikalisasi.

Tentunya hal itu sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing Kementerian/Lembaga, seperti Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) dengan fungsi pembinaannya, Kejaksaan dengan fungsi penuntutan, Densus 88 dengan fungsinya dalam konteks penyelidikan dan penyidikan, serta jajaran hakim sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan persidangan.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BNPT, Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H, saat memberikan pembekalan kepada peserta Rapat Koordinasi Program Deradikalisasi Bagi Aparat Penegak Hukum dalam Tim Asistensi Khusus / Kelompok Kerja (Pokja) Deradikalisasi BNPT Terpadu, yang diselenggarakan oleh Subdit Bina Dalam Lapas BNPT, di Jakarta, Kamis (6/8/2020).

“Berdasarkan evaluasi di tahun sebelumnya, karena terorisme ini merupakan kejahatan extraordinary, program deradikalisasi ini akan berhasil apabila para narasumber dapat membangun komunikasi dua arah dengan objek deradikalisasi, yang diawali dengan membangun chemistry, hingga pembimbingan yang berkesinambungan. Sehingga dapat merubah hati dan pikiran objek deradikalisasi,.” ujar Komjen Pol Boy Rafli..

Lebih lanjut Kepala BNPT menjelaskan bahwa pembentukan Tim Asistensi Khusus / Pokja yang terdiri dari aparat penegak hukum ini merupakan salah satu langkah BNPT dalam menjalankan amanat Undang-Undang No 5 Tahun 2018. Dimana disebutkan bahwa BNPT merupakan lembaga yang bertugas melakukan koordinasi dengan lembaga pemerintah/daerah dalam berbagai program penanggulangan terorisme, termasuk program deradikalisasi.

“Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan pula bahwa proses deradikalisasi sudah harus dilaksanakan sejak seseorang dinyatakan sebagai tersangka, terdakwa, terpidana, dan juga sebagai narapidana dalam pelaksanaan restitusi hukuman sebagai warga binaan di dalam Lembaga Pemasayarakatan,” ujar alumni Akpol tahun 1988 ini.

Kepala BNPT juga mengatakan kalau pihaknya membuka kemungkinan adanya jabatan fungsional bagi aparat penegak hukum, pegawai Dirjen Pemasyarakatan, dan hingga narasumber/pembina dari Kementerian Agama yang terlibat dalam Tim Asistensi Khusus/Pokja Deradikalisasi BNPT Terpadu ini

“Ini agar secara khusus bias melakukan pendalaman kepatuhan ilmu dan keterampilan dalam melakukan deradikalisasi,” ujar mantan Kapolda Papua ini.

Namun demikian menurutnya, hal tersebut tentu akan diikuti adanya sertifikasi khusus keahlian dalam melakukan deradikalisasi, dengan pendekatannya salah satu disiplin ilmu, seperti wawasan keagamaan, wawasan kebangsaan, psikologi, dan disiplin ilmu lainnya.

“Kami sampaikan kepada seluruh narasumber dengan berbagai wawasan, harapannya program ini dapat berkesinambungan, dan narasumber yang menjadi mitra dalam program ini dapat ikut mencermati perkembangan watak karakter objek deradikalisasi. Mari tingkatkan keseriusan kita dengan menyiapkan SDM (Sumber Daya Manusia) dan program yang inovatif agar dapat langsung menyentuh akar masalah,” ujar mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.

Program Deradikalisasi Berkelanjutan

Saat menutup paparannya Kepala BNPT berharap agar program deradikalisasi yang dijalankan dalam bentuk Tim Asistensi Khusus/Pokja ini dapat segera dituangkan dalam blueprint deradikalisasi. “Ini agar program deradikalisasi ini tidak lagi bersandar pada orang-orang tertentu dan tidak lagi terlaksana secara parsial,” katanya mengakhiri.

BACA JUGA  Said Aqil Siradj Sebut Islam Tidak Mengenal Radikalisme

Sementara itu Direktur Jenderal (Dirjen) PAS, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) Irjen Pol. Drs. Reinhard Silitonga, SH, M.Si yang turut memberikan pembekalan dalam acara tersebut mengatakan bahwa pihaknya selalu siap mendukung dan menjalin kerjasama yang dilakukan BNPT dalam menjalankan program deradikalisasi bagi para narapidana kasus terorisme yang ada dalam Rumah Tahanan ( Rutan) ataupun Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia.

“Tentunya kami akan sangat antusias dengan pelatihan-pelatihan yang diprogramkan oleh BNPT dalam menjalankan program deradikalsasi, yang mana hal ini untuk semakin mempertajam kemampuan petugas-petugas Lapas.” ujar Irjen Pol. Reinhard Silitonga.

Dirjen PAS menegaskan bahwa tugas dari Pemasyarakatan, sesuai Undang-Undang Pemasyarakatan ((UU PAS), adalah memberikan jaminan perlindungan terhadap hak tahanan, meningkatkan kualitas kepribadian, serta melakukan pembinaan agar warga binaan tidak mengulangi tindak pindana dan dapat kembali ke masyarakat, dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sekaligus berperan bagi bangsa dan negara.

“Yang mana tugas pemasyarakatan itu salah satunya adalah pembinaan narapidana, termasuk didalamnya melakukan pembinaan narapidana yang berhubungan dengan kasus terorisme, yaitu melaksanakan program deradikalisasi yang diinisiasi oleh BNPT ini,” ujarnya.

Alumni Akpol tahun 1989 ini pun selanjutnya menjelaskan bahwa Lapas yang ada di seluruh Indonesia, dibagi menjadi empat kategori dengan penanganan warga binaan yang berbeda-beda, yaitu super-maximum security, maximum security, medium security, hingga minimum security.

“Tentunya ukuran keberhasilan yang diinginkan sebagai pembina di level super-maximum security, yaitu merubah konsep perilaku dari warga binaan, sehingga memiliki kepribadian yang lebih baik. Sedangkan, warga binaan pada level maximum security, akan dibina dengan membentuk kedisiplinan,” ujarnya menjelaskan.

Sedangkan untuk Lapas dengan level medium dan minimum security, akan membina warga binaannya dengan memberikan pendidikan, kesempatan ikut pembelajaran, hingga kesempatan usaha dan produksi. Dari empat kategori tersebut dapat disimpulkan bahwa Ditjen PAS sebagai pembina kemasyarakatan tidak hanya memenjarakan atau /memasukkan narapidana sebagai warga binaan saja, tetapi juga memberikan pembekalan.

“Hal ini lah yang kami perlu tingkatkan kemampuannya, dalam memberikan pembekalan khusus terpidana kasus terorisme. Karena, narapidana kasus terorisme ini memang perlu pendekatan yang berbeda, dibandingkan narapidana kasus-kasus yang lainnya,” ujar mantan Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Kemenkumham ini.

Seperti diektahui, Tim Asistensi Khusus / Pokja Deradikalisasi ini merupakan program deradikalisasi BNPT yang mengikutsertakan aparat penegak hukum dan pakar atau profesional yang mumpuni untuk melakukan pendekatan kepada para napiter.

Beberapa aparat penegak hukum yang tergabung dalam tim tersebut adalah petugas-petugas di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA), Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP), dan Badan Pemasyarakatan (Bapas).

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru