27.9 C
Jakarta
Array

Berkah Dan Fanatisme Kepemimpinan

Artikel Trending

Berkah Dan Fanatisme Kepemimpinan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Berkah dan fanatime adalah dua hal yang jauh berbeda akan tetapi sungguh erat kaitannya, berkah merupakan Ziyadatul Khoir atau bertambanya kebaikan, sedangkan fanatisme adalah menganggap atau mengikuti sesuatu secara berlebihan.

Biasanya kata-kata berkah erat sekali dengan kaum tradisionalis NU terutama dikalangan santri, sebagai contoh upaya mencari berkah adalah dengan menata sandal kyai ketika di masjid, atau berebut sisa minuman kyai setalah selesai pengajian. Dengan artian dalam mencari keberkahan setiap santri selalu berkhidmah kepada kyianya. Karena bagi seorang santri keberkahan terletak pada pengabdian atau khidmah.

Kegiatan mencari berkah ini menjadikan ketundukan dan ketaatan santri yang luar biasa, sehingga tak jarang hal seperti ini menjadikan fanatisme, karena apa yang dikatakan kyai, seorang santri enggan untuk berkata tidak.

Begitupun juga upaya mencari berkah terdapat pada kaum modernis reformis, akan tetapi mungkin istilahnya berbeda, dan mereka mungkin tidak menganggap mencari berkah, akan tetapi polanya hampir sama yaitu kaum modernis selalu mengutamakan ketaatan para jamaahnya untuk mengikuti liqo dan tarbiyah. Apa yang menjadi kata mursyid selalu di iyakan jamaahnya. Ketaatan kepada para mursyidnya juga menumbuhkan fanatisme kepada mursyidnya, tak sedikit fanatisme ini berubah menjadi militansi.
Keberkahan ada pada pengabdian kepada pemimpinnya, oleh karena itu para jamaah ataupun santrinya sangat menerapkan ketaatan.

Upaya mencari berkah yang tak jarang menumbuhkan fanatisme inipun terkadang dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Upaya menggiring masa cukup dengan mengandeng pemimpinnya maka jamaahnya akan otomatis mengikutinya.

Bahkan pembelahan antara kaum tradionalis dan modernis ini menurut Lutfi Syaukani nyaris sempurna ketika pilpres 2019. Ketaatan para jamaah tradisionalis digiring oleh para kyai dan ulama untuk memenangkan paslon 01, sedangkan ketaatan para jamaah modernis digiring oleh mursyid dan ulamanya untuk memenangkan paslon 02.

Ternyata cara ini cukup efektif untuk mendulang banyak suara. Melihat fenomena ini, menunjukan bahwa begitupun majunya suatu peradaban atau zaman, tak sepenuhnya akal digunakan sebagai alat untuk menentukan sesuatu. Terbukti imbalan berkah juga menjadi pertimbangan dalam menentukan sikap dan pilihan.

Bahkan begitu fanatisnya, mereka ada yang menolak metode ilmiah untuk mengukur sesuatu, sebagaimana penggunaan quick count, bagi mereka yang merasa dirugikan dengan adanya quick count sampai membuat petisi untuk mengharamkanya, bahkan mengajak jamaahnya untuk tidak menonton tv, hanya karena begitu seringnya quick coun ini disyiarkan.

Keberkahan atau yang sering diartikan sebagai tambahnya kebaikan ini memang selalu melekat kepada seorang pemimipin, bagi seorang santri keberkahan jelas ada pada pengabdian kepada kyainya, bagi seorang reformis keberkahan terdapat pada seorang mursyidnya, sedangkan bagi politikus keberkahan juga ada pada pemimpinnya, kebijakan seorang pemimpin sangat mempengaruhi kebaikan hidup orang-orang disekitarnya, atau bahkan rakyatnya.

Para politikus berebut untuk dekat dengan pemimpinnya guna untuk mencapai posisi yang diimpikan, karena posisi yang dicapai jelas menentukan kebaikan dunianya, dan akan berpengaruh terhadap kebaikan ukhrowinya apabila amanah dan jujur terhadap posisi tersebut.

Entah keberkahan dunia ataupun ukhrowi sangat erat kaitanya dengan pemimpin, sehingga hal inilah tak jarang  menumbuhkan  fanatisme para jamaahnya. Terlepas apakah berkah ini ada kaitanya dengan fanatisme atau tidak yang pasti jelas keberkahan selalu erat kaitanya dengan pemimpin, hal ini sebagaimana sabda Nabi “keberkahaan bersama orang-orang besar diantara kamu”.

Imam Munawi dalam kitabnya Fathul Qodir memberi penjelasan bahwasanya hadist ini mendorong untuk kita untuk mencari berkah dari orang-orang besar dengan memuliyakan dan mengagungkan mereka. Orang besar disini bisa diartikan besar ilmunya seperti ulama dan cendekiawan, atau besar kesalehanya seperti para wali. Bisa juga besar dalam usianya seperti orang tua.

Dengan demikian sudah pasti seseorang yang dekat dengan orang-orang besar (pemimpin, ilmuan, kyai, orang tua) akan mendapatkan keberkahan, baik keberkahan dunia dan ukhrowi, kedekatan dengan orang besar ini yang pastinya menuntut adanya ketaatan, nah ketaatan ini tak jarang menimbulkan fanatisme.

[zombify_post]

Ahmad Khalwani, M.Hum
Ahmad Khalwani, M.Hum
Penikmat Kajian Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru