30 C
Jakarta

Beragama dengan Dua Sayap; Sebuah Upaya Moderasi

Artikel Trending

KhazanahBeragama dengan Dua Sayap; Sebuah Upaya Moderasi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Isu ekstremisme, radikalisme, dan bahkan terorisme yang menisbatkan segala bentuk tindakannya kepada agama. Tentu menjadi lebih terang jika juga membicarakan faktor yang melatar-belakangi pemikiran serta perilaku tersebut. Potensi untuk bertindak ekstrem, sebenarnya, ada pada setiap individu manusia. Hanya saja bagaimana mengendalikan potensi tersebut. Pemahaman keagamaan yang dimiliki, serta bagaimana kondisi sosial sekitar berpengaruh terhadap terkendali tidaknya potensi untuk berpikir atau berperilaku ekstrem. Tidak hanya dalam beragama, dalam banyak segi kehidupan, sangat mungkin seseorang untuk bertindak ekstrem.

Pasca-peristiwa 11 september 2001 dengan segala perdebatan di dalamnya diakui atau tidak, diskursus tentang ekstremisme menjadi suatu persoalan serius dalam Islam. Ditambah lagi dengan berbagai rentetan peristiwa teror dan kekejaman yang mengatasnamakan Islam di berbagai belahan dunia, seperti semakin menunjukkan betapa serius persoalan ini bagi Islam yang seharusnya rahmatan lil-‘alamin.

Sebagai suatu potensi yang ada pada setiap individu, Allah sudah mengingatkan tentang larangan perilaku ekstrem (berlebih-lebihan dan melampaui batas) dan sisi negatif dari perilaku tersebut. Dalam hal yang mubah misalnya, Allah berfirman “makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan..”(Al-A’raf: 31). Terkait larangan melampaui batas dalam beragama Allah berfirman “Katakanlah: Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara yang tidak benar dalam agamamu…”(Al-Maidah: 77).

Dalam ayat yang lain Allah juga melarang untuk mengikuti mereka yang berperilaku ekstrem atau melampaui batas, Allah berfirman “dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melampaui batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan.”(Asy-Syu’araa’: 151-152). Ayat tersebut secara jelas menerangkan bahwa segala bentuk pengrusakan adalah tindakan ekstrem, dan segala bentuk ekstremisme akan menghasilkan kerusakan dan tidak ada kebaikan di dalamnya.

Dua Sayap Moderasi Beragama

Dalam Islam, langkah moderasi keberagamaan atau tawasuth sebagai upaya kontra-ektremisme dan terorisme bukanlah hal yang baru. Karena sesungguhnya Islam datang, juga sebagai bentuk perlawanan dan penghapusan terhadap perilaku ekstrem. Islam datang dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, tidak hanya adil dalam berperilaku, Islam juga mengajarkan untuk bersikap adil sejak dalam pikiran.

As-syahid Dr. Said Ramadhan al-Buthi mengatakan, seorang muslim dalam beragama harus menggunakan dua sayap “bil-janahaini, al-‘athifiyah wal-‘aqlaniyah”. Seorang muslim dalam beragama haruslah seimbang dalam menggunakan dimensi emosionalitas (al-‘athifiyah) dan rasionalitas (al-‘aqlaniyah). Dengan emosionalitas seorang muslim akan terus tergerak hatinya untuk selalu maju dan berbuat.

BACA JUGA  Menghindari Tafsir Tekstual, Menyelamatkan Diri dari Radikalisme

Dengan rasionalitas seorang muslim akan tahu batasan-batasan yang ia miliki, bahwa dalam kondisi tertentu justru diam lebih baik, bahwa tidak semua hal perlu dipertanyakan dan dijawab. Beragama dengan emosionalitas tanpa rasionalitas akan membawa pada perilaku ekstrem, reaktif, dan mudah terprovokasi. Bahkan tidak jarang terjebak pada terorisme dan kekejaman atas nama agama. Beragama hanya dengan rasionalitas akan menjadi hambar tanpa semangat, bahkan terkadang ragu untuk bergerak karena terlalu banyak pertimbangan.
Selain keseimbangan antara emosionalitas dan rasionalitas yang disampaikan oleh asy-syahid al-Buthi.

Keseimbangan dalam memahami Tuhan Sang Pencipta, juga merupakan langkah yang perlu dalam menangkal ekstremisme agama. Dalam al-Qur’an, Allah memperkenalkan diri-Nya dengan berbagai sifat. Pada suatu sisi, Allah memperkenalkan diri-Nya dengan Maha Pengasih, Penyayang, Pengampun, dan sejenisnya. Namun di sisi lain, Dia juga memperkenalkan diri-Nya kepada manusia sebagai yang Maha Perkasa, Maha Memaksa, bahkan Dia berfirman “dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”(Al-Baqarah: 196).

Mencegah Perilaku Ekstrem

Seorang muslim yang hanya mengenali Tuhannya melalui sifat-sifat kasih-Nya, akan terlihat seperti menganggap enteng urusan agama, seperti tak ada batas-batas di dalamnya. Sedang yang hanya mengenali Tuhannya melalui sifat-sifat keperkasaan-Nya, akan tampak kaku dalam beragama, beragama menjadi menegangkan dan menakutkan. Pluralitas yang di hadapannya menjadi tampak salah, agama menjadi tanpa kasih sayang dan penuh teror.

Fenomena Covid-19 atau Corona belakangan ini, sebenarnya juga memberikan kita petunjuk tentang bagaimana masyarakat kita beragama. Dalam menyikapi waabah Covid-19, ada di antara masyarakat kita mengesampingkan anjuran para ahli yang mempunyai otoritas di bidang kesehatan. Dengan alasan keimanan dan keyakinan bahwa segala hal sudah digariskan oleh Allah, mereka berkumpul melakukan ritual keagamaan tanpa mendengarkan anjuran para ahli kesehatan tentang bahaya penyebaran Covid-19. Ada juga yang hanya mempercayai sains dan menafikan amalan-amalan sebagai bentuk permohonan perlindungan Allah.

Padahal, jelas Allah berfirman “niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…”(Al-Mujadilah: 11). Keseimbangan dalam mengambil langkah berdasarkan pada iman dan ilmu juga merupakan sebuah langkah agar tidak terjebak pada perilaku ekstrem dalam beragama. Wallahu a’lam.

Darul Siswanto
Darul Siswanto
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru